BBM Langka

Solar Tersedia Lagi di Bali, Ada Syarat Beli, Eddy: Cuma Ada Kewajiban Harus Beli Dexlite 10 Persen

solar kini mulai tersedia kembali di Bali, namun bagi pengendara yang akan membeli solar, 10 persennya harus dibelikan BBM jenis dexlite

Tribun Bali/I Wayan Eri Gunarta
Ilustrasi - Solar Tersedia Lagi di Bali, Ada Syarat Beli, Eddy: Cuma Ada Kewajiban Harus Beli Dexlite 10 Persen 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Setelah sempat langka, solar kini mulai tersedia kembali di Bali.

Sebelumnya Organisasi Angkutan Darat (Organda) Bali juga telah bersurat ke Kementerian Perhubungan untuk mengantensi hal ini.

Ketua Organda Bali, Ketut Eddy Dharma Putra, mengatakan kini ketersediaan solar dapat dikatakan sudah aman, namun bagi pengendara yang akan membeli solar, dari jumlah solar yang dibeli 10 persennya harus dibelikan BBM jenis dexlite.

“Ketersediaanya per hari ini (kemarin, Red) sepertinya mulai aman. Cuma ada kewajiban harus beli dexlite 10 persen, ya dari pada tidak ada. Jadi umpamanya kita beli 100 liter, ya 10 liternya kita belikan dexlite-nya. Intinya 10 persen dari kita beli solar. Harga dexlite Rp 18.300 ribu per liter sekarang. Kalau solar subsidi kan Rp 5.150,” jelasnya, Jumat 9 Desember 2022.

Baca juga: 70 Persen Anggotanya Gunakan Solar, Organda Bali Tunggu Atensi Kemenhub Soal Kelangkaan Solar

Menanggapi kondisi ini, mau tidak mau para pengusaha mengikuti aturan tersebut dari pada tidak mendapatkan BBM solar sama sekali.

Untuk BBM jenis dexlite sendiri tidak disubsidi oleh pemerintah, maka dari itu harganya cukup mahal.

“Untuk hari ini hampir ada kelancaran dan informasi dari teman-teman di Tabanan, Jembrana tidak masalah. Angkutan antarprovinsi, seperti Gunung Harta sudah lancar. Yang kita khawatirkan itu di pintu masuk Gilimanuk yang kosong,” imbuhnya.

Dan melihat tidak ada keluhan dari anggota Organda hari ini, artinya kebutuhan solar sudah terpenuhi.

Sebelumnya untuk memenuhi kebutuhan solar karena sempat langka, pihaknya pun sempat berkomunikasi dengan Dinas Perhubungan dimana Dishub selanjutnya sudah berkoordinasi dengan Migas.

Dan melalui organisasi DPP Organda, juga sudah berkoordinasi dengan BPH Migas di Jakarta Pusat.

“Dan baru kemarin ini antrean agak berkurang, dan hari ini (kemarin, Red) sudah normal. Dan jika kondisi ini berlangsung lagi, kita mengimbau ke Pertamina karena Bali menjadi tujuan pariwisata dan transportasi merupkan urat nadi perekonomian. Kalau terganggu ya otomatis kegiatan perekonomian terganggu,” katanya.

Ketua Organda Bali mengatakan, dari 15.000 ribu lebih anggota Organda Bali, ada 70 persen yang menggunakan BBM jenis solar.

Tentunya hal ini cukup mengganggu dan menyulitkan anggota Organda.

“Umpamanya bus pariwisata itu tur bisa narik lima kali ke objek wisata, sekarang cuma bisa sekali karena kebanyakan (waktu) dia pakai untuk antre solar. Kan mengganggu,” jelasnya.

Selain itu, ia juga mengeluhkan soal pembatasan pembelian solar.

Eddy mencontohkan, satu bus berukuran sedang hanya boleh membeli Rp 200 ribu solar, tentunya kurang jika dibandingkan dengan beban operasionalnya.

“Hanya boleh beli Rp 200 ribu dan itu pun 180 solar dan 20 ribu dexlite. Imbauannya seperti itu, mau tidak mau ya harus, karena kami butuh,” sambungnya.

Terkait hal tersebut, pihaknya pun telah berkoordinasi dengan Kepala Dinas Perhubungan Bali.

Pasalnya, sebelum KTT G20, Kepala Dishub Bali telah mewanti-wanti jangan sampai ada keterlambatan pengadaan stok BBM.

“Beliau merespon sekali untuk jangan sampai hal-hal itu terjadi, apalagi Bali daerah kawasan wisata. Kalau misalnya nanti bus pariwisatanya tidak jalan, kan nanti terjadi ketimpangan dalam pelayanan. Sama halnya dengan kendaraan yang mengangkat material ini bisa menyebabkan pembangunan-pembangunan tersendat,” bebernya.

Ia mengatakan, setelah KTT G20 sukses di Bali dan dengan semua keindahan dan kepuasan negara lain, jangan sampai habis puas masyarakat kecil yang kena imbasnya.

“Ada masukan, itu (antrean) sampai 2 jaman itu untuk solar. Antreannya panjang tidak bisa ditinggalkan. Jalan sedikit diem, jalan sedikit diem, pengisiannya itu kan memakan waktu jadinya,” ujarnya.

Namun sebelumnya, dari pihak Pertamina mengatakan, ada sejumlah kendaraan yang mestinya menggunakan dexlite, tetapi justru mengantre membeli solar.

Terkait hal ini, Eddy mengatakan, sulit untuk serta-merta meningkatkan penggunaan BBM dari solar ke dexlite.

Mengingat saat ini, ekonomi Bali baru tumbuh kembali.

Tetapi tentunya, edukasi akan tetap dijalankan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

“(Memang) tidak bisa serta merta semu ditingkatkan. Ya pelan-pelan, kita juga melihat situasi kondisi ekonomi,” katanya.

Pihaknya tengah menanti atensi dari Kementerian Perhubungan selaku ‘pembina’ Organda soal kelangkaan solar ini.

Dia berharap, Bali yang merupakan daerah tujuan pariwisata tidak ada kendala. Khususnya soal ketersediaan bahan bakar.

Sementara itu, Kelompok Nelayan Sinar Bahari, Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Buleleng mengeluhkan sulitnya mendapatkan pertalite.

Hal ini bahkan sudah terjadi sejak tiga bulan belakangan.

Keluhan itu disampaikan saat Kapolres Buleleng AKBP I Made Dhanuardana, menggelar Jumat Curhat bersama sejumlah warga desa setempat, Jumat 9 Desember 2022.

Ketua Kelompok Nelayan Sinar Bahari, Kamarudin mengatakan, setiap ingin membeli pertalite di SPBU Dencarik, pihaknya harus ngantre berjam-jam.

Bahkan terkadang para nelayan tidak mendapatkan jatah, sebab petugas SPBU lebih mengutamakan pengecer yang menjual BBM di warung.

"Kami kadang harus ngantre sampai jam 11 atau 12 siang. Waktu kami banyak terbuang, karena kalau siang itu kami kebanyakan bikin alat pancing, untuk dipakai melaut pada malam hari. Kalau ngantre berjam-jam di SPBU kapan kami bisa istirahat," keluhnya.

Kamarudin menyebut, setiap melaut rata-rata BBM yang dibutuhkan hanya sekitar 20 hingga 40 liter.

Setiap hendak membeli BBM, Kamarudin selalu menunjukkan KTP-nya, yang pekerjaannya sudah tertera sebagai nelayan.

Namun petugas SPBU, kata Kamarudin, pernah menolak dan tidak percaya.

Sehingga Kamarudin diminta mencari Kartu Pelaku Utama Sektor Kelautan dan Perikanan (KUSUKA).

"Harus menunjukkan KUSUKA karena tidak boleh beli BBM pakai jeriken. Sementara mesin perahu kami itu mesin tempel. Masak kami harus bawa mesin itu ke SPBU, untuk ngisi BBM tentu harus pakai jeriken. Setelah disuruh bikin kartu KUSUKA saya langsung ke Dinas Perikanan, sudah bikin untuk 37 anggota kelompok nelayan lainnya. Namun sekarang kartu itu masih di kantor Perbekel, kami akan koordinasi ke kantor perbekel biar kartu itu bisa segera dibagikan," katanya.

Akibat kesulitan mendapatkan BBM, Kamarudin pun mengaku kadang tidak pergi melaut untuk mencari ikan.

Ia pun berharap permasalahan ini bisa segera diatasi oleh polisi dan dinas terkait.

"Kami berharap SPBU ini lebih mengutamakan nelayan lah ketimbang pengecer. Toh juga kami belinya hanya 20 sampai 40 liter. Kalau pengecer itu sekali beli sampai empat jerigen yang isi per jerikennya 6 liter. Pekerjaan kami membutuhkan BBM, kalau tidak ada BBM kami tidak bisa melaut," jelasnya.

Kapolres Buleleng, AKBP I Made Dhanuardana mengatakan, keluhan para nelayan ini akan segera ditindaklanjuti oleh pihaknya dengan berkoordinasi ke instansi terkait, serta pemilik SPBU Dencarik.

Koordinasi dilakukan agar kiranya para petugas SPBU dapat melayani para nelayan yang memerlukan BBM, sesuai dengan rekomendasi yang dimilikinya. (sar/rtu)

BPH Migas: Penyaluran Sudah Sesuai

ANTREAN BBM di Bali masih terjadi. Pantauan Tribun Bali pada Kamis 8 Desember 2022, meskipun tak mengular seperti beberapa hari lalu, namun terlihat kendaraan masih mengantre hingga ke jalan raya.

Menanggapi hal ini, Tribun Bali mendapatkan konfirmasi dari Koordinator Pengaturan BBM BPH Migas, I Ketut Gede Aryawan, kemarin.

Ketut Aryawan menyampaikan, kuota BBM dan penyaluran kepada SPBU di Bali dilakukan secara merata dan sesuai prosedur.

"Kita kan memberi kuota berapa, yang menyalurkan Pertamina. Kalau dari BPH Migas memberikan kuota, kita sesuaikan kuota nanti. Seharusnya sih tidak ada antrean kalau disalurkan sesuai kebutuhan," ujarnya.

Ia menambahkan, terjadi kelangkaan BBM karena kondisional lapangan.

"Saya sudah menegaskan kepada Pertamina, kuota BBM harus disalurkan secara merata. Kalau ada antrean dan langka gini karena kondisional lapangan yang tidak menentu," tambah Aryawan.

Sebelumnya, Pjs Area Manager Commrel & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus, Cholishon Liwajhillah, mengatakan, antrean di beberapa SPBU Bali terjadi karena kuota di SPBU daerah tersebut sudah habis.

"Ada regulasi yang mengatur kuota ini. Pertamina menyalurkan sesuai dengan aturan kuota yang ditetapkan oleh BPH Migas," jelas Cholishon Liwajhillah, Selasa 6 Desember 2022.

Saat dimintai keterangan lebih lanjut untuk penyaluran solar, Pertamina melakukan normalisasi suplai ke SPBU sembari menunggu arahan lebih lanjut dari BPH Migas terkait penambahan kuota.

"Saat ini Pertamina terus melakukan koordinasi dengan pihak terkait dan kepolisian serta SPBU agar pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan normal, serta melakukan tindakan yang diperlukan untuk memaksilkan penyaluran ke konsumen lebih selektif dengan melakukan upaya pengalihan kuota antara kabupaten/kota di Bali, sehingga distribusi merata," kata Cholishon Liwajhillah. (avc)

Kumpulan Artikel Bali

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved