Polisi Tembak Polisi

Hendra Kurniawan Sebut Sidang Etik Pemecatan Dirinya Tak Profesional, Sebut Hanya 3 Saksi

Hendra Kurniawan Sebut Sidang Kode Etik Pemecatan Dirinya Tak Profesional, Sebut Hanya 3 Saksi

Tribunnews/JEPRIMA
Terdakwa Hendra Kurniawan dan Agus Nurpatria menjalani sidang kasus obstruction of justice di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (1/12/2022). Eks Karo Paminal Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan menuding sidang etik pemecatannya sebagai anggota Polri dinilai tidak profesional 

TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Secara terang-terangan, Hendra Kurniawan menyebutkan sidang etik Polri yang berujung pemecatan dirinya dinilai tidak profesional.

Hal disampaikan eks Karo Paminal Propam Polri itu saat bersaksi dalam persidangan obstruction of justice penyidikan Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J atas terdakwa AKP Irfan Widyanto di PN Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022).

Kini dirinya telah mengajukan banding terkait keputusan sidang etik Polri tersebut.

Menurut Hendra, pemecatannya sebagai anggota Polri dinilai tidak profesional karena banyak saksi yang dihadirkan hanya secara daring.

Baca juga: Kasus Obstruction of Justice Brigadir J Kembali Bergulir, Hendra Kurniawan Jadi Terdakwa

Dia mengatakan, hanya ada 3 saksi yang dihadirkan secara offline di sidang kode etiknya.

"17 saksi yang dihadirkan itu hanya 3 fisik dan sisanya daring. Jadi itu yang saya anggap tidak profesional sehingga hanya itu saja yang menentukan bahwa saya kurang profesional," kata Hendra saat menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di PN Jakarta Selatan, Jumat (16/12/2022).

Hendra menuturkan bahwa sidang etik pun telah memutuskan dirinya dianggap tidak profesional dalam penyelidikan tembak-menembak di rumah dinas Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Karena itu, Hendra menuturkan pihaknya bakal melakukan upaya banding terkait keputusan sidang etik tersebut.

Baca juga: Kasus Obstruction of Justice Brigadir J Kembali Bergulir, Hendra Kurniawan Jadi Terdakwa

"Di kode etik kami diperiksa terkait masalah pertanggung jawaban sebagai kepala biro dimana dinilai kurang profesional dan kami masih melakukan upaya banding," pungkasnya.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang. 

Baca juga: Kabareskrim Agus Andrianto Serang Balik Ferdy Sambo dan Hendra Kurniawan: Alihkan Isu

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved