Berita Denpasar

Prosesi Pengerebongan di Kesiman Denpasar Digelar Esok, Ribuan Warga Akan Hadir dari 32 Banjar

Prosesi Pengerebongan di Kesiman Denpasar digelar esok, ribuan warga akan hadir dari 32 Banjar.

Penulis: Putu Supartika | Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/Putu Supartika
Pelaksanaan Ngerebong di Pura Agung Petilan Pengerebongan Kesiman Denpasar enam bulan lalu - Prosesi Pengerebongan di Kesiman Denpasar digelar esok, ribuan warga akan hadir dari 32 Banjar. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Pada Minggu, 22 Januari 2023 esok Desa Adat Kesiman akan menggelar prosesi Pengerebongan atau Ngerebong.

Pelaksanaan Pengerebongan ini digelar di Pura Agung Petilan Pengerebongan, Jalan WR Supratman Denpasar, Bali.

Prosesi ini digelar setiap enam bulan sekali tepatnya pada Minggu Pon Wuku Medangsia.

Dikonfirmasi Bendesa Desa Adat Kesiman, I Ketut Wisna atau Jero Mangku Ketut Wisna Sabtu 21 Januari 2023 siang mengatakan pasca pencabutan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM, pemedek akan lebih ramai datang untuk bersembahyang dan mengikuti prosesi ini dibandingkan pelaksanaan sebelumnya selama pandemi.

Untuk itu, pemedek yang hadir akan dibagi ke dalam beberapa shift dimulai dari pukul 09.00 Wita.

Persembahyangan akan digelar hingga pukul 15.00 Wita sebelum prosesi puncak Ngerebong dimulai.

“Di Kesiman ada 32 banjar, dan juga ada pemedek dari luar desa yang juga datang. Sehingga untuk yang di Kesiman diusahakan pagi bersembahyang sehingga yang dari luar desa bisa siang ke sore,” kata Jero Mangku Wisna.

Sementara itu, rangkaian acara Ngerebong untuk besok juga sudah dimulai sejak pukul 09.00 Wita.

Acara dimulai dari ngelunganin hingga kemudian berlanjut ke acara puncak Ngerebong.

“Acara pengerebongan ini untuk di daerah lain seperti Ngusaba. Untuk Ngerebong di Kesiman ada tiga tahap,” katanya.

Adapun tahapan dalam Ngerebong ini yakni ada acara Pengebekan yang digelar pada Umanis Galungan.

Acara ini bertujuan untuk memohon kesejahteraan bagi alam semesta.

Pada tahap kedua dilakukan prosesi Mendak yang bermakna menjemput kesejahteraan yang dilakukan pada Senin Paing Langkir atau Pahing Kuningan.

Dan terakhir barulah puncak Pengerebongan yang merupakan upacara penyucian alam semesta.

Dalam prosesi Ngerebong ini diawali dengan Nyanjan, dilanjutkan dengan ngider bhuana dengan arah berlawanan arah jarum jam.

Saat ngider bhuana ini yang dilibatkan adalah barong, rangda, dan pepatih.

Selanjutnya dilanjutkan dengan nyanjan marerauhan prekulit atau pamangku.

“Selanjutnya ada prosesi berkeliling dengan kain poleng, dilanjutkan dengan mawayang-wayangan lanang istri dan setelah itu ngurek serta tabuh agung,” katanya.

Sementara itu, budayawan asal Kesiman, I Gede Anom Ranuara mengatakan Ngerebong pada intinya merupakan sebuah peringatan suksesnya atau kejayaan raja-raja pada jamannya yang dikemas dengan sistem religi untuk memperkuat dan mengeksistensi keberhasilan raja saat itu.

“Karena dilihat dari Pura Petilan ini adalah senter upacara tempat upacara besar di kesmiman. Ini ritual atau pengilen atau prosesi dari sejarah kejayaan itu. Dimana Raja Kesiman sempat melaksanakan ekspansi ke Sasak, Lombok,” katanya.

Ekspansi tersebut dilakukan dengan tiga tahap yakni penyerangan, penggempuran, dan keberhasilan.

Untuk keberhasilan penggempuran ada beberapa ritual di Pura Uluwatu yang dilakukan raja dan ada beberapa kaul untuk dapat kesuksesan.

Pertama raja memohon ke Pura Uluwatu dan dianugerahi keris yang bernama Ki Cekle.

Dengan menggunakan keris itu Sasak pun ditaklukkan.

“Sasak tak mau mengalah dan meminta diadakan adu jangkrik. Raja menerima dan menggunakan jangkrik betulan tapi di sana menggunakan jangkrik siluman sehingga sempat kalah dan kembali ke Uluwatu biar menang adu jangkrik,” jelasnya.

Saat itu konon ada sabta sesuhunan di Pura Uluwatu yang meminta raja ngereh lemah atau ngereh siang hari.

Raja menyanggupi dan setelah itu raja diminta mengambil pemicu (pengilitan) jangkrik di Pura Muaya Jimbaran, mencari makanannya di Pura Dalem Kesiman berupa jepun putih dan jangkrik berupa jangkrik kuning diambil di Padanggalak.

“Jangkirik diadu di sana dan berubah jadi Banaspati dan mengalahkan jangkrik siluman dan terbakar. Sebelum ada adu ada perjanjian kalau Kesiman kalah akan diambil Sasak dan jika Kesiman menang, Bugis dan Sasak akan dibawa ke Kesiman,” katanya.

Ekspansi tersebut terjadi sekitar tahun 1860 dan sejak saat itu dilaksanakan upacara ngerebong yang merupakan upacara syukuran dan awalnya dilakukan di Puri Kesiman sebelum dipindah ke Pura Petilan Pengerebongan.

Dan berdasarkan catatan Belanda, era tahun itu kendali politik Bali dan Lombok memang berada di Kesiman.

Akan tetapi saat adanya Puputan Badung, pelaksanaan ngerebong sempat berhenti beberapa waktu.

Tahun 1937 pengerebongan kembali digelar dan dilakukan di Pura Petilan karena saat itu pura ini selesai dibangun.

Pada pelaksanaannya tahun 1937, prosesi ini dikemas dalam tiga tahapan yang tidak bisa terpisahkan.

Pertama saat Umanis Galungan yang disebut ngebek, kedua saat Pahing Kuningan yang disebut dengan ritual mapag, dan yang ketiga yakni ngerebong.

Tahun 2018 kemarin tradisi ini masuk dalam warisan budaya tak benda. (*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved