Human Interest Story
Kisah Biksu Yogetsu, Penuhi Passion Jadi Beatboxer, Kombinasikan Beatbox dengan Nyanyian Buddhist
kisah Yogetsu Akasaka, menjadi seorang biksu Budha sejak tahun 2015, mulai mempelajari beatbox sejak tahun 2004.
Penulis: Putu Yunia Andriyani | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Yogetsu Akasaka adalah seorang biksu Budha Zen yang berasal dari Tokyo, Jepang.
Ia telah menjadi seorang biksu Budha sejak tahun 2015 untuk mengikuti jejak ayah yang juga terlebih dahulu menjadi biksu.
Sang ayah telah menjadi seorang biksu saat Yogetsu masih duduk di bangku sekolah menengah atas dan saat itu ayahnya telah berusia 50 tahun.
“Saya memutuskan menjadi seorang Buddhist Monk karena ayah saya yang sudah duluan menjadi Buddhist Monk. Pada umumnya, anak laki-laki tertua mengikuti jejak ayahnya sehingga saya merasa tidak ada pilihan lain,” kata Yogetsu Akasaka.
Baca juga: Kisah Ayu Mega Utami, Owner Relx by Yume Jadi Model Saat Luang, Hadapi dengan Senyuman
Uniknya, selain merupakan biksu, Yogetsu juga merupakan musisi khususnya yang menggeluti bidang beatbox.
Terinspirasi dari seorang beatboxer asal Jepang, Yogetsu mulai mempelajari beatbox sejak tahun 2004.
Dengan keahliannya, ia mulai menunjukan keterampilannya dalam melakukan beatbox di tempat-tempat umum di Jepang.
Hal ini ia lakukan karena terinspirasi oleh para musisi luar negeri yang mendapatkan penghargaan dari penonton karena keahlian bermusisi.
Siapa sangka, keterampilannya dalam beatbox ternyata juga mampu membawa Yogetsu untuk menunjukannya negara lain.
Ia sempat pergi ke berbagai kota di berbagai negara seperti New York, Sydney, dan Melbourne.
Setelah berkelana, ia pun memutuskan untuk berlatih dan secara resmi menjadi seorang biksu pada tahun 2015.
“Ayah saya saat itu akan menjadi kepala biksu di kuil dan saya pikir saya ingin mendukungnya, jadi saya memutuskan untuk menjadi biksu,” tambahnya.
Di sisi lain, pria kelahiran 1982 ini juga berpikir untuk melanjutkan keterampilannya sebagai seorang musisi.
Ia pun memiliki ide untuk mengombinasikan antara musik dalam hal ini beatbox dan juga nyanyian Buddhist.
Kepiawaiannya dalam beatbox juga diunggah ke platform YouTube dan mendapatkan respon positif dari masyarakat.
Dalam kolom komentar, banyak penonton dari seluruh dunia yang mengatakan musiknya sangat bagus dan bisa diterapkan dalam berbagai kegiatan.
Musiknya kerap digunakan dalam berbagai macam kegiatan.
Seperti mengiringi praktik yoga, pengambilan gambar, memasak, membaca buku, dan banyak lagi.

Meski demikian, Yogetsu menegaskan, ia menghasilkan karya dari bermusik bukan untuk tujuan tersebut.
“Saya hanya melakukan sesuatu yang memang saya inginkan, saya hanya ingin mengikuti passion saya untuk tetap bermusik sesuai dengan intuisi saya. Saya mencoba mendengarkan diri saya apa yang seharusnya saya lakukan,” tegasnya.
Kedepannya, Yogetsu berharap ia akan mendapatkan banyak kesempatan untuk tetap bermain musik.
Ia juga bercita-cita akan musik yang ia produksi dapat memberikan pengalaman yang berkesan dan terkenang oleh masyarakat.
Yang terpenting juga, Yogetsu berharap musiknya dapat menjadi pemantik untuk berubah, hidup orang-orang menjadi lebih baik. (yun)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.