Dokter Praktik Aborsi Diamankan

Dokter Gigi Berstatus Residivis Buka Praktik Aborsi di Bali, Pasang Tarif Rp 3,8 Juta

Dokter Gigi yang berstatus seorang residivis buka Praktik Aborsi di Bali, pasang tarif Rp 3,8 juta.

|
Penulis: Putu Honey Dharma Putri W | Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/Putu Honey
Dokter Gigi yang berstatus seorang residivis buka Praktik Aborsi di Bali, pasang tarif Rp 3,8 juta. 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Seorang Dokter Gigi diamankan Polda Bali, saat kedapatan melakukan praktik aborsi di Jalan Padang Luwih, Dalung, Badung, Bali, pada Senin, 8 Mei 2023.

Hal tersebut disampaikan Wadireskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra yang memimpin langsung Konfrensi Pers yang digelar di Gedung Ditreskrimsus Polda Bali, Senin 15 Mei 2023.

Dokter Gigi berinisial I Ketut AW (53) tersebut sudah berstatus residivis dan berkali-kali diamankan.

Ia pertama kali diamankan pada tahun 2006, selanjutnya pada tahun 2009 dan kini diamankan untuk ketiga kalinya.

Ribuan wanita telah menjadi pasien Dokter Gigi residivis penyedia layanan praktik aborsi, akui belajar praktik aborsi secara otodidak.
Ribuan wanita telah menjadi pasien Dokter Gigi residivis penyedia layanan praktik aborsi, akui belajar praktik aborsi secara otodidak. (Tribun Bali/Putu Honey Dharma Putri W)

Penangkapan berawal dari informasi yang diterima oleh Tim SUBDIT V Siber DITRESKRIMSUS Polda Bali, di mana seorang pelapor melakukan browsing di internet.

Dengan kata kunci  “dokter I Ketut AW” munculah informasi bahwa tersangka membuka praktik di Jalan Padang Luwih, Dalung, Badung, Bali.

Benar saja setelah 2 minggu melakukan penyelidikan, petugas lalu menggrebek tempat praktik tersebut.

“Saat digrebek, tersangka kedapatan baru selesai melakukan praktik aborsi kepada pasiennya,” ungkap Wadireskrimsus Polda Bali.

Baca juga: Ribuan Wanita Jadi Pasien Dokter Gigi Residivis, Akui Belajar Praktik Aborsi Secara Otodidak

Saat itu pula petugas menggeledah dan menemukan banyak barang bukti.

Terdapat alat-alat medis yang digunakan untuk melakukan praktik aborsi, beserta dengan obat-obatannya.

“Tersangka mengaku telah kembali membuka praktik sejak tahun 2020. Dengan alasan banyak yang memaksanya untuk kembali membuka praktek ilegal tersebut,” paparnya.

Dokter I Ketut AW itupun mengaku mematok harga sebesar Rp3,8 juta untuk pasiennya yang ingin melakukan aborsi.

“Memasang harga Rp3,8 juta. Tapi kadang ia kasih kurang karena para pasien banyak yang memohon dan memelas karena kepepet,” ucapnya.

Akibat perlakuannya tersebut, tersangka yang merupakan residivis ini pun dikenakan pasal berlapis.

Yakni pasal 77 Jo pasal 73 ayat 1 UU no.29 Tahun 2004 tentang praktik dokter, dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp150 juta.

Selanjutnya Pasal 78 Jo Pasal 73 Ayat 2 UU no. 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedoteran, ancaman 5 tahun penjara dan denda Rp150 juta.

Dan Padal 194 Jo Pasal 75 Ayat 2 UU no.36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.

Direskrimsus Polda Bali saat melakukan konferensi pers terkait kasus dokter gigi yang melakukan praktik aborsi, Senin 15 Mei 2023.
Direskrimsus Polda Bali saat melakukan konferensi pers terkait kasus dokter gigi yang melakukan praktik aborsi, Senin 15 Mei 2023. (Tribun Bali/Putu Honey Dharma Putri Widarsana)

“Saat ini tersangka sudah ditahan di Polda Bali,” ujarnya.

Dalam dua tahun membuka kembali praktik tersebut, polisi menemukan barang bukti yang menyatakan ada ribuan pasien yang telah ia terima.

Hal itu petugas ketahui setelah mengecek pembukuan yang ada di TKP.

Tertulis sebanyak 1338 orang telah menjadi pasien aborsi dari April 2020 hingga penangkapan.

AKBP Ranefli Dian Candra mengatakan bahwa pasien berasal dari anak SMA, mahasiswi hingga pekerja.

Mirisnya, selain sebenarnya ia adalah seorang dokter gigi, tersangka I Ketut AW selama ini tidak pernah terdaftar di IDI.

“Sebetulnya awalnya adalah dokter gigi, tapi belum terdaftar di IDI, sehingga ilegal untuk melakukan praktik apapun."

"Namun justru menjalankan praktik aborsi yang tak ada hubungannya dengan bidangnya,” ucap Ranefli pada Senin, 15 Mei 2023.

Tersangka dikatakan mempelajari cara aborsi dengan otodidak, melalui internet hingga buku-buku.

Alat-alat medis yang ia miliki pun diketahui dibelinya melalui toko online.

Tersangka dijelaskan hanya menerima pasien yang kandungannya berusia tidak lebih dari 4 minggu.

"Tersangka memberikan konsultasi kepada pasien, serta mengecek kesehatan pasiennya dulu."

"Kalau memang bisa diaborsi, maka akan diberikan tindakan," ucap Ranefli.

Belakangan diketahui pada kasus penangkapannya yang kedua pada tahun 2009, I Ketut AW ditangkap karena membuat pasien meninggal dunia.

Saat itu pasien dikatakan mengalami pendarahan yang luar biasa setelah melakukan aborsi di tempat praktiknya.

“Maka dari itu, kandungan yang digugurkan belum sampai berbentuk janin, hanya berupa gumpalan darah dan semuanya langsung dibuang di toilet di TKP,” tambahnya.

Keluar masuk penjara dengan kasus yang sama, Ketut AW dokter praktik aborsi di Dalung terancam denda sebesar Rp. 10 Miliar.
Keluar masuk penjara dengan kasus yang sama, Ketut AW dokter praktik aborsi di Dalung terancam denda sebesar Rp. 10 Miliar. (Tribun Bali/Putu Honey Dharma Putri W)

Ranefli mengaku bahwa pihaknya masih terus mendalami kasus ini dengan memeriksa 3 orang saksi.

Tersangka I Ketut AW diketahui merupakan seorang Dokter Gigi yang tidak pernah membuka praktik gigi.

Anehnya ia malah membuka praktek aborsi yang tidak ada hubungan dengan profesinya.

AKBP Ranefli Dian Candra juga menjelaskan bahwa I Ketut AW tidak pernah terdaftar di IDI.

“Dia dokter gigi, tapi tidak pernah buka praktek gigi dan juga tidak terdaftar di IDI."

"Dia buka praktik aborsi ilegal," ucapnya pada Senin, 15 Mei 2023.

Ranefli juga menjelaskan I Ketut AW ternyata merupakan seorang residivis dengan kasus yang sama.

Awalnya ia digrebek pertama kali di tahun 2006 saat kedapatan membuka praktek aborsi.

Saat itu ia dikatakan divonis penjara selama 2,5 tahun.

Setelah bebas, belum sampai setahun menghirup udara segar, ia kembali membuka praktik di tempat tinggalnya.

Ia diketahui sebelumnya sempat tinggal di Jalan Tukad Petanu, Panjer, Denpasar Selatan, Bali.

Pada tahun 2009, ia kembali diringkus polisi akibat laporan dari keluarga seorang wanita.

Yang mana wanita tersebut merupakan pasien dari I Ketut AW.

Keluarganya melaporkan Ketut AW, karena pasien tersebut alami pendarahan luar biasa yang menyebabkan dirinya meninggal dunia.

“Ditahun 2009 ia ditangkap kembali dan divonis 6 tahun penjara,” ungkapnya.

Setelah itu ditahun 2020 ia kembali buka di TKP yakni kawasan Jalan Padang Luwih, Dalung, Badung, Bali.

Seolah belajar dari pengalaman, Ketut AW pun memberi syarat bagi pasiennya.

Ia hanya akan menerima pasien yang memiliki usia kandungan kurang dari 4 minggu.

“Para pasien tersangka hamil kebanyakan dari hasil hubungan gelap."

"Tersangka juga hanya menerima pasien dengan usia kandungan kurang dari 4 minggu."

"Karena masih belum berbentuk janin,” ujar Ranefli.

Baru akhirnya, Senin, 8 Mei 2023, ia kembali digrebek usai melakukan praktik.

Saat penggrebekan petugas mendapati darah-darah yang merupakan calon janin yang sudah dibuang di kloset tempat praktik tersebut.

Petugas pun akhirnya mengamankan tersangka dan membawa saksi yakni pasien dan pacar pasien juga pembantu rumah tangga tersangka.

Dari hasil penangkapan petugas berhasil mengamankan beberapa barang bukti.

Seperti seperangkat alat medis aborsi, satu set alat USG, pembukuan praktik, HP, hingga uang tunai sebesar Rp. 3,5 juta. 

Ketut AW pun terancam hukuman berlapis yang mana terancam mendekam selama 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp. 10 Miliar.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved