Hari Pahlawan
Kisah Perjuangan Ida Dewa Agung Jambe, Raja Klungkung Yang Dinobatkan Sebagai Pahlawan Nasional
Raja Klungkung, Ida Dewa Agung Jambe resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Penulis: Eka Mita Suputra | Editor: I Putu Juniadhy Eka Putra
TRIBUN-BALI.COM, SEMARAPURA - Raja Klungkung, Ida Dewa Agung Jambe resmi ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Rencananya penetapan Ida Dewa Agung Jambe sebagai pahlawan nasional, akan diumumkan langsung Presiden RI, Joko Widodo bersama dengan lima Pahlawan Nasional lainnya di Istana Negara pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2023 nanti.
Lantas, bagaimana perjuangan Ida I Dewa Agung Jambe sampai akhirnya dinobatkan sebagai pahlawan nasional?
Penglingsir Puri Agung Klungkung, Ida Dalem Semara Putra mengatakan, baginya sosok Ida Dewa Agung Jambe tidak sabatas pemimpin bagi masyarakat saat era Kerajaan Klungkung.
Namun bisa menjadi sosok yang semangatnya bisa ditauladani dalam membela tanah air.
"Pada masanya, Ida Dewa Agung Jambe menunjukkan sikap masyarakat Bali, yang menempatkan kedaulatan dan kehormatan di atas segala-galanya," ungkap Ida Dalem Semara Putra pada Rabu 8 November 2023.
Baca juga: BREAKING NEWS : Raja Klungkung Ida Dewa Agung Jambe Ditetapkan Sebagai Pahlawan Nasional
Ia lalu mencoba mengisahkan secara singkat, bagaimana perang Puputan Klungkung terjadi 28 April 1908 silam.
Ketegangan jelang perang besar sudah terjadi 13 sampai 16 April 1908.
Ketika itu Kerajaan Klungkung sebagai pusat kerajaan di Bali menjadi wilayah yang belum takluk oleh Kolonial Belanda.
Pada tanggal itu, kolonial mengadakan patroli keamanan di wilayah Kerajaan Klungkung.
Hal ini tidak diterima petinggi kerajaan dan masyarakat saat itu, karena dianggap melanggar kedaulatan kerajaan.
Sampai adanya penyerangan terhadap beberapa tentara kolonial oleh masyarakat di wilayah Gelgel.
Hal ini tidak diterima kolonial, yang berujung ultimantum kepada Kerjaaan Klungkung agar menyerah ke Kolonial paling lambat 22 April 1908.
Namun, ultimatum itu tidak diperdulikan oleh Ida Dewa Agung Jambe Pasukan dari Kerajaan Klungkung justru bersiap diri, mengingat tanggal 20 April 1908, kolonial Belanda menambah pasukan yang didatangkan dari Batavia (Jakarta).
Hal ini tidak diterima petinggi kerajaan dan masyarakat saat itu, karena dianggap melanggar kedaulatan kerajaan.
Sampai adanya penyerangan terhadap beberapa tentara kolonial oleh masyarakat di wilayah Gelgel.
Hal ini tidak diterima kolonial, yang berujung ultimantum kepada Kerjaaan Klungkung agar menyerah ke Kolonial paling lambat 22 April 1908.
Namun, ultimatum itu tidak diperdulikan oleh Ida Dewa Agung Jambe Pasukan dari Kerajaan Klungkung justru bersiap diri, mengingat tanggal 20 April 1908, kolonial Belanda menambah pasukan yang didatangkan dari Batavia (Jakarta).
Tanggal 21 April 1908, pasukan kolonial Belanda berlabuh di sekitar Pantai Jumpai dan langsung memborbardir wilayah Gelgel, Satria, dan Semarapura.
Masyarakat yang bersenjata keris dan tombak , dengan berani menghalau serangan meriam dari kolonial.

Serangan pasukan Klungkung baru dapat dapat dipatahkan setelah 6 hari pertempuran.
Pertempuran 6 hari berturut-turut membuat kolonial kehilangan cukup banyak pasukan.
Tanggal 27 April 1908, kolonial kembali mengirim pasukan dan berlabuh di Kusamba dan Jumpai.
Masyarakat di dua desa tersebut melakukan perlawanan, untuk menghalau pasukan kolonial masuk ke pusat pemerintahan Kerajaan Klungkung di Semarapura.
Sampai akhirnya Belanda berhasil mengepung istana.
Baca juga: CONTOH Puisi Tema Hari Pahlawan 2023: Penuh Makna dan Kata Mengharukan, Cocok untuk Tugas Sekolah
Ida Dewa Agung Jambe Laksanakan Dharmaning Ksatria
Puncaknya tanggal 28 April 1908, Belanda berhasil menembus pertahanan Kerajaan Klungkung dan merangsek masuk ke dalam istana.
Tepatnya di depan Pemedal Agung. Semua rakyat berpakaian putih mengorbankan jiwa raga untuk puputan (Bertempur habis-habisan) di depan istana kerajaan.
"Tidak hanya rakyat, keluarga kerajaan hingga putra mahkota saat itu yang masih anak-anak, Ida I Dewa Agung Gede Agung ikut keluar istana untuk bertempur dan gugur bersama kerabat kerajaan lainnya," ungkap Ida Dalem Semara Putra.
Sampai akhirnya Belanda berhasil mengepung istana.
Puncaknya tanggal 28 April 1908, Belanda berhasil menembus pertahanan Kerajaan Klungkung dan merangsek masuk ke dalam istana.
Tepatnya di depan Pemedal Agung. Semua rakyat berpakaian putih mengorbankan jiwa raga untuk puputan (bertempur habis-habisan) di depan istana kerajaan.
"Tidak hanya rakyat, keluarga kerajaan hingga putra mahkota saat itu yang masih anak-anak, Ida I Dewa Agung Gede Agung ikut keluar istana untuk bertempur dan gugur bersama kerabat kerajaan lainnya," ungkap Ida Dalem Semara Putra.
Saat itulah sang raja Ida Dewa Agung Jambe melaksanakan Dharmaning Ksatria, yaitu kewajiban tertinggi seorang kesatria sejati.
Ia keluar istana, ikut pertempuran dan gugur bersama rakyatnya di depan depan Pemedal Agung.
"Pemedal Agung di areal Kerta Gosa merupakan saksi bisu perang Puputan Klungkung. Pada masanya, menunjukkan sikap masyarakat Bali, yang menempatkan kedaulatan dan kehormatan di atas segala-galanya. Semangat dan rasa nasionalime itulah yang harusnya diwariskan oleh generasi muda saat ini," jelas Ida Dalem Semara Putra.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.