Bali United
Bali United vs Persib Bandung, Kolom KA7: Stadion Elite, Penonton Sedikit
Malam ini, 18 Desember 2023, Bali United kembali akan menghadapi Persib Bandung di Stadion Kapten Dipta.
Penulis: Komang Agus Ruspawan | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - PULUHAN ribu suporter memenuhi Stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar, dalam laga uji coba Bali United (Pusam) versus Persib Bandung, 4 Maret 2015 malam.
Inilah laga perdana Bali United di Stadion Dipta, sejak resmi hadir di Bali pada 15 Februari 2015.
Saya turut menjadi saksi hidup laga bersejarah tersebut, yang menjadi penanda kembali hadirnya klub professional di Bali setelah sekian tahun persepakbolaan di Pulau Dewata “mati suri”.
Benar-benar menakjubkan. Stadion Dipta yang baru direnovasi oleh manajemen Bali United, penuh sesak oleh 20-an ribu pencinta sepak bola Bali.
Baca juga: Bali United Misi Perpanjang Rekor Positif, Pelatih Persib Bandung Tertekan?
Bahkan, saudara saya bersama istri dan anaknya yang sudah mengantongi tiket VIP, kesulitan masuk stadion karena datang terlambat.
Dan, masih banyak di luar stadion yang tak bisa masuk karena saking berjubelnya penonton.
Panitia pertandingan sampai kewalahan membendung antusiasme dan euphoria pencinta sepak bola Bali.
Sementara manajemen tim tersenyum lebar karena klub barunya mendapat sambutan luar biasa di Bali.
Malam ini, 18 Desember 2023, Bali United kembali akan menghadapi Persib Bandung di Stadion Kapten Dipta.
Kali ini statusnya bukan laga uji coba, tapi pertandingan resmi lanjutan Liga 1 Indonesia 2023/2024.
Apakah pertandingan ini kembali akan dipenuhi dan disesaki pendukung Bali United seperti 2015 silam?
Inilah yang menjadi tanda tanya besar. Situasi dan kondisi saat ini benar-benar sudah berubah 180 derajat.
Stadion Kapten Dipta makin elit, tapi penonton yang hadir makin sedikit. Miris!
Stadion Dipta yang sudah direnovasi menjadi stadion bertaraf internasional, seluruhnya memakai single seat, justru seperti kehilangan aura dan magisnya.
Di setiap laga kandang Bali United musim ini, penonton yang hadir hanya segelintir.
Tak lebih dari 3 ribu penonton, dari kapasitas Dipta saat ini sebanyak 18 ribu.
Bandingkan di musim-musim sebelumnya, fans selalu berjubel. Bahkan sampai melebihi kapasitas.
Dulu ada komunitas Brigaz Bali di tribun selatan dengan aksi-aksi koreografinya hingga menghadirkan penari joged bumbung.
Ada juga komunitas-komunitas lainnya, termasuk yang mengklaim dirinya fans ultras, turut bergabung di tribun selatan.
Tapi sekarang entah ke mana komunitas-komunitas tersebut.
Semuanya menghilang dan tinggal nama.
Mereka sudah tak ada lagi datang mendukung tim kebanggaannya ke Stadion Dipta.
Bahkan tribun selatan sekarang selalu kosong melompong. Ribuan single seat berwarna putih tak “bertuan”.
Hanya ada beberapa orang yang bisa dihitung jari yang mencoba untuk tetap setia berdiri menjaga nama komunitasnya.
Di tribun timur dulu ada komunitas Semeton Dewata yang juga aktif membikin koreo setiap laga besar.
Begitu juga komunitas-komunitas lainnya seperti Semeton Bulldog, Semeton 87, Semesta Tabanan, dan lainnya. Mereka juga telah menghilang.
Hanya ada sisa ratusan penonton yang masih setia menyaksikan laga Bali United di Dipta.
Ada yang membawa nama komunitasnya, ada juga penonton independen alias mandiri.
Situasi dan kondisi di tribun utara pun tak kalah miris.
Sisi utara yang ditempati North Side Boys (NSB) 12 sekarang juga perlahan mulai berkurang massanya.
Tak ada lagi gemuruh dan koreo menakjubkan di tribun utara. Kini nyanyian pasukan berbaju hitam ini hanya terdengar sama-samar.
Apakah setelah Brigaz dan Semeton Dewata menghilang, NSB 12 yang fenomenal itu juga akan menghilang dan tinggal kenangan?
Come on Semetons! Mari dukung kembali perjuangan tim kebanggaan kita. Jangan biarkan pemain berjuang sendirian di Dipta.
Kita pahami, banyak pertimbangan dan juga alasan yang membuat fans atau pendukung Bali United enggan datang ke Stadion Dipta. Bahkan masih banyak yang “ngambul”.
Dari suara-suara suporter, ada karena pertimbangan harga tiket yang naik.
Sebagian fans yang berstatus anak sekolahan dan mahasiswa tak sanggup membelinya.
Musim ini, manajemen awalnya menaikkan harga tiket cukup drastis dari Rp 60 ribu melonjak menjadi Rp 100 ribu, dan sekarang turun lagi Rp 80 ribu.
Kenaikan harga tiket ini yang sempat membuat sebagian besar komunitas melakukan boikot dengan tidak datang ke stadion.
Sebagian fans juga terpaksa jarang ke stadion sejak diterapkannya sistem penjualan tiket online.
Selain masih ada yang kesulitan cara membelinya, mereka ada juga yang tidak berani memastikan pada hari H akan free atau mendapat job.
Ada juga karena faktor Pelatih Kepala Stefano Cugurra “Teco”.
Suporter kelompok ini enggan datang ke stadion karena sudah terlanjur tidak suka dengan gaya permainan Coach Teco.
Ada juga suporter yang malas ke stadion karena tak ada lagi pemain-pemain idolanya. Kelompok ini adalah pendukung personal, bukan klub.
Suporter lainnya beralasan makin ketatnya aturan di Stadion Dipta setelah menjadi stadion elite.
Tak boleh inilah, tak boleh itulah, yang membuat mereka kurang nyaman.
Manajemen dan suporter sudah bertemu beberapa kali untuk mencari solusi permasalahan ini.
Namun fenomena ini belum juga teratasi.
Bahkan saat laga Piala AFC, penonton yang datang hanya seribuan orang.
Kini manajemen juga sudah memenuhi keinginan suporter untuk menjual tiket offline.
Kebijakan ini diberlakukan mulai laga Bali United vs Persib Bandung, yang akan dihelat malam ini.
Semoga kebijakan ini membuat suporter kembali bergairah, apalagi performa tim perlahan juga mulai bangkit dan kini berada di papan atas.
Nah, big match melawan Persib Bandung bisa menjadi momentum supporter Bali United kembali menyatukan pergerakan dan suara untuk membuat Dipta kembali bergemuruh, seperti 2015 silam.
Tunjukkan bahwa supporter Bali United masih ada dan berdiri tegak mengawal kebanggaan. (Komang Agus Ruspawan, Jurnalis Tribun Bali)
Kumpulan Artikel Bali United
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.