Berita Bali
Pariwisata Bali Jangan Terpusat di Selatan, Dispar Buat Pola Perjalanan Wisata yang Menyebar
Tjok Pemayun mengimbau kepada wisatawan yang tiba di kawasan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai untuk menggunakan jasa taksi resmi
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Demi mencegah sentralisasi (terpusatnya) wisata di Bali selatan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali melalui Dinas Pariwisata (Dispar) telah menyusun travel pattern atau pola perjalanan wisata.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun mengatakan, pola perjalanan yang dibuat, seperti menuju sentra-sentra di samping daerah wisata yang menuju barat atau ke timur, bahkan ke utara Bali.
“Pola perjalanan wisata tersebut nantinya juga akan melewati sentra UMKM di setiap kabupaten/kota. Seperti sentra kerajinan endek di Sidemen, Kabupaten Tabanan,” katanya, Sabtu 13 Januari 2024.
Sementara untuk di Buleleng sendiri, yang berlokasi di Bali utara sedang dibangun Tower Turyapada dan Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung untuk menghindari sentralisasi wisata di Bali selatan.
Baca juga: Cegah Desentralisasi Pariwisata di Bali Selatan, Dinas Pariwisata Buat Travel Pattern
Saat ini, Dispar Bali tengah menyusun travel pattern.
Rencananya dalam waktu dekat akan disosialisasikan ke ASITA.
"Kita akan menyampaikan sosialisasi ke ASITA dulu karena menyusunnya juga kita dengan teman-teman kampus juga," imbuhnya.
Dispar Bali, lanjut Tjok Pemayun, juga akan mensosialisasikan kepada pemerintah daerah (Pemda).
Selain mengembangkan pola perjalanan wisata, Dispar Bali juga akan memaksimalkan desa wisata yang ada di Pulau Dewata. Saat ini, diketahui terdapat 238 desa wisata yang ada di Bali.
"Saya sih bukan masalah kemungkinan ditambah atau tidak, yang penting dia memiliki karakteristik yang berbeda. Sehingga tidak masing-masing. Kalau sama, untuk apa kita membuat baru? Kalau yang sama, dia mungkin penunjang. Tidak harus langsung dia sebagai desa-desa wisata," jelasnya.
Di sisi lain, Pemprov Bali menargetkan bisa 5 juta wisatawan pada 2024 ini. Jumlah tersebut lebih kecil dibanding target Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yakni 6,5 juta wisatawan.
"Dari Kementerian Pariwisata cukup besar, tinggi sekali, 6,5 juta. Sedangkan hitung-hitungan kita juga penambahannya cukup mungkin 5 jutaan," katanya.
Sementara itu, Dinas Pariwisata Provinsi Bali sedang menyiapkan pertemuan dengan para penyedia jasa angkutan taksi yang beroperasi di kawasan pariwisata, ini guna memberi pembinaan terhadap asosiasi agar menjamin keamanan dan kenyamanan wisatawan.
"Kami berencana dalam waktu dekat akan berkomunikasi dan mengundang penyedia jasa angkutan taksi atau kami akan ke sana untuk menyampaikan seperti apa seharusnya penyedia taksi memenuhi standar layanannya," ujar Tjok Bagus Pemayun.
Upaya tersebut dilakukan untuk mengantisipasi terulangnya kejadian negatif yang dilakukan oknum sopir taksi seperti kasus pemerasan terhadap wisatawan mancanegara yang viral beberapa waktu lalu yang dapat mempengaruhi citra pariwisata Pulau Dewata.
"Sopir taksi itu harus terdaftar dengan pasti, selain armada taksinya juga harus terdeteksi posisinya di mana. Semua akan segera kami ajak berdiskusi karena pariwisata sangat rentan dengan isu-isu seperti ini. Dan bagi perusahaan taksi sendiri, isu seperti itu juga sangat merugikan mereka," ujarnya.
Tjok mengatakan, Pemprov Bali berupaya menunjukkan bahwa kegiatan kepariwisataan yang ada itu aman dan nyaman bagi seluruh wisatawan, maka dari itu dibutuhkan sinergi semua pihak untuk bersama-sama menjaga Bali.
Menurutnya, semua pihak harus bisa memberikan jaminan wisatawan agar bisa berwisata dengan aman dan nyaman karena setiap peristiwa yang terjadi di Bali informasinya akan cepat menyebar di dunia internasional.
"Kami minta teman-teman asosiasi pariwisata agar menginformasikan kepada wisatawan yang dilayani terkait apa yang boleh dilakukan di Bali, mana yang tidak. Hal yang sama itu juga diinformasikan oleh asosiasi penyewa kendaraan kepada wisatawan yang menyewa,” kata dia.
“Kemudian untuk taksi manajemennya juga harus mengingatkan sopirnya apa yang harus dilakukan dalam melayani wisatawan," sambung Kepala Dispar Bali asal Gianyar itu.
Nantinya, setelah melakukan pertemuan tersebut akan diputuskan langkah yang akan dilakukan seperti membuat buku saku atau surat panduan bagi para manajemen dan sopir taksi dalam melakukan pelayanan terhadap wisatawan.
Selain itu, Tjok Pemayun juga mengimbau kepada wisatawan yang tiba di kawasan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai untuk menggunakan jasa taksi-taksi yang resmi dan sudah terdaftar di bandara.
"Sedangkan apabila sedang berada di tempat selain bandara, gunakan layanan taksi yang terpercaya dan resmi agar bisa terdeteksi siapa sopirnya, manajemennya siapa. Jangan menggunakan yang tidak jelas," kata dia. (sar/ant)

Khawatir Wisatawan Tak Balik Lagi
KEMACETAN di jalur pariwisata Bali bukan hanya terjadi saat libur Libur Tahun Baru 2024 lalu. Buktinya meskipun Shortcut Canggu-Tibubeneng sudah dibuka, namun penumpukan kendaraan masih saja terjadi.
Arus lalu lintas yang padat itu pun masih terlihat, bahkan sempat diabadikan oleh sejumlah pengendara.
Padahal Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Badung, sudah menerapkan Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas (MRLL) di shortcut Canggu-Tibubeneng, Kuta Utara sejak dibukanya Shortcut itu, Rabu 10 Januari 2024 lalu.
Masih melekat di benak masyarakat kemacetan di jalur pariwisata ini juga sempat menjadi perbincangan publik dan viral di media sosial.
Selain macet, persoalan sampah juga hingga kini belum menemukan penyelesaian. Kondisi ini telah menjadi kekhawatiran jauh sebelumnya.
Jika masalah macet dan sampah tidak segera ditangani, hal ini dikhawatirkan akan memberikan citra buruk bagi pariwisata Bali.
Terlebih akan membuat keengganan wisatawan berkunjung ke Bali (atau repeater).
Pengamat Pariwisata Prof Dr Drs I Putu Anom BSc MPar mengatakan, belum terurainya kemacetan, khususnya di Bali selatan akan berisiko pada berkurangnya jumlah repeater atau kunjungan kembali oleh wisatawan.
“Wisatawan tidak akan mau lagi berkunjung untuk kedua kalinya. Karena macet itu buat tidak nyaman. Kondisi ini harus segera diantisipasi oleh pemerintah. Terlebih di Bali selatan yang infrastrukturnya sudah tidak memadai dengan jumlah penduduk dan pemukiman yang padat. Ditambah kunjungan wisatawan yang menumpuk di wilayah tersebut,” kata Anom, Sabtu 13 Januari 2024.
Dia mengatakan, meskipun underpass sudah dibangun di dua titik, saat ini menurutnya belum bisa membantu.
Dia pun mengusulkan tambahan underpass pada perempatan Jalan Kampus Unud yang lalu lintasnya selalu krodit.
“Karena ke wilayah tersebut kan banyak juga resort-resort di sana. Ada Pandawa, Desa Kutuh, Pecatu dan lain sebagainya. Itu padat, oleh karena itu perlu dikaji di perempatan traffic light perempatan Unud ke Nusa Dua bisa dibangun underpass untuk mengurai kemacetan,” imbuhnya.
Di sisi lain, persoalan sampah juga menjadi momok menakutkan bagi citra pariwisata Bali.
Terutama kebakaran TPA Suwung yang sempat diperbincangkan oleh publik.
Selain itu kendala bau menyengat yang dibawa oleh truk pengangkut sampah juga mengganggu kenyamanan wisatawan.
“Demikian keberadaan TPA Suwung yang kini dekat dengan pengembangan obyek wisata, seperti Wisata Mangrove dan Pulau Kura Kura pun menjadi sorotan. TPA Suwung harusnya sudah bisa ditutup, disana kan ada Wisata Mangrove dan Turtle Island,” katanya. (sar)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.