Berita Gianyar
Pengguna Pupuk Kompos Di Bedulu Blahbatuh Minim, Stok Menumpuk di TPS3R
Pengguna Pupuk Kompos Di Bedulu Blahbatuh Minim, Stok Menumpuk di TPS3R
Penulis: I Wayan Eri Gunarta | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Kampanye pemilihan sampah organik dan non-organik selama ini gencar dilakukan lintas sektor.
Dimana sampah organik dioleh menjadi pupuk kompos.
Di Kabupaten Gianyar, Bali sendiri, dalam menyukseskan pengurangan pembuangan sampah ke TPA Temesi, Pemkab Gianyar membangun TPS3R di setiap desa.
Hampir sebagian besar, desa di Gianyar berhasil membuat pupuk kompos.
Namun sayang, serapan pupuk kompos tersebut ke masyarakat masih sangat minim.
Kondisi tersebut menyebabkan stok pupuk kompos melimpah. Salah satunya terjadi di TPS3R Desa Bedulu, Blahbatuh, Jumat 9 Februari 2024.
Ketua pengelola TPS3R, I Ketut Astawa membenarkan hal tersebut.
Kata dia, sekali memproduksi pupuk kompos, pihaknya bisa menghasil tiga ton kompos.
Namun sayangnya, hasil yang maksimal tersebut terkendala distribusi.
Baca juga: Kepung Kantor KPU Bali, Aliansi BEM dan Pemuda Bali Tuntut Ketua KPU RI Mengundurkan Diri
"Sekali panen kami bisa menghasilkan 1,9 sampai 3 ton kompos. Tapi stok kami menumpuk, sebab kami terkendala pendistribusian," ujarnya.
Astawa menilai, hal ini terjadi dikarena petani di Desa Bedulu, belum mau beralih ke pupuk kompos.
Padahal, kata dia, sasaran utama kompos ini adalah petani.
Menurut dia, banyak petani yang enggan menggunakan kompos atau organik, dikarenakan dampak awal yang ditimbulkan.
Dimana pupuk organik biasanya di awal tanam, akan menyebabkan tanaman hama tumbuh subur, yang menganggu tanaman padi.
Karena itu, mereka pun lebih memilih pupuk kimia, meskipun akan merusak kesuburan tanah.
"Mereka masih takut kalau pakai organik, di awal akan banyak tumbuh rumput liar yang mengganggu tanaman padi, namun setelah itu kesuburan tanah akan kembali. Kondisi itu yang belum diterima oleh petani," ujarnya.
Karena itu, kata dia, sampai saat ini, belum ada satu pun petani yang mau menggunakan pupuk organik.
Saat ini pihaknya pun masih memikirkan cara agar stok pupuk tidak menumpuk.
"Dari petani belum ada yang mau, karena mereka lebih mempercayai pupuk kimia," jelasnya.
Saat ini, pupuk kompos yang dihasilkan, hanya dibeli masyarakat untuk keperluan tanaman kebun rumah.
Karena untuk rumahan, maka jumlah yang terjual pun relatif sedikit, hanya sekitar 5-10 kilogram.
"Kami masih bingung untuk mencari solusinya, agar tidak menumpuk," ujar Astawa.
Adapun pupuk kompos yang dihasilkan pihaknya, saat ini dijual dengan harga Rp 700-1000 per kilogram.
Pihaknya juga sudah mengemas pupuk itu dengan kantong 5 kilogram, 10 kilogram dan 25 kilogram. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.