Renungan Harian Katolik

Renungan Harian Katolik Jumat 9 Februari 2024: Jangan Putus Asa, Tuhan Akan Beri Kekuatan Luar Biasa

Renungan Harian Katolik Jumat 9 Februari 2024: Jangan Putus Asa, Tuhan Akan Beri Kekuatan Luar Biasa

Editor: Fenty Lilian Ariani
Pixabay/congerdesign
Ilustrasi Salib -Renungan Harian Katolik Jumat 9 Februari 2024: Jangan Putus Asa, Tuhan Akan Beri Kekuatan Luar Biasa 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Renungan Harian Katolik Jumat 9 Februari 2024: Jangan Putus Asa, Tuhan Akan Beri Kekuatan Luar Biasa.

Renungan Harian Katolik Jumat 9 Februari 2024 diambil dari bacaan Injil
1Raja-Raja 11:29-32; 12:19, Mazmur 81:10-11ab.12-13.14-15 dan Markus 7:31-37.

Akulah Tuhan Allahmu, dengarkanlah Aku. Alleluya. Ya Allah, bukalah hati kami, agar kami memperhatikan
sabda Anak-Mu. Alleluya.

Pada waktu itu Yesus meninggalkan daerah Tirus, dan lewat Sidon pergi ke Danau Galilea, di tengah-tengah daerah Dekapolis.

Di situ orang membawa kepada-Nya seorang tuli dan gagap dan memohon supaya Yesus meletakkan tangan-Nya atas orang itu.

Maka Yesus memisahkan dia dari orang banyak, sehingga mereka sendirian. Kemudian la memasukkan jari-Nya ke telinga orang itu, lalu meludah dan meraba lidah orang itu.

Kemudian sambil menengadah ke langit Yesus menarik napas dan berkata kepadanya, "Efata,"

Artinya: Terbukalah! 35 Maka terbukalah telinga orang itu, dan seketika itu terlepas pulalah pengikat lidahnya, lalu ia berkata-kata dengan baik.

Yesus berpesan kepada orang-orang yang ada di situ supaya jangan menceritakannya kepada siapa pun juga.

Tetapi makin dilarang- Nya mereka, makin luas mereka memberitakannya.

"Mereka takjub dan tercengang, dan berkata, "la menjadikan segala- galanya baik! Yang tuli dijadikan-Nya mendengar, yang bisu dijadikan-Nya berbicara."

Dari Bacaan Injil tersebut, RP. Stefanus Fua Tangi, O.Carm menerangkan bahwa, secara alamiah, kondisi cacat pada seseorang mengharuskannya memaksimalkan kemampuan lain pada tubuhnya.

Kita punya tokoh-tokoh hebat dunia yang bisa jadi contoh.

Beethoven (1770-1827) menciptakan masterpiece musiknya justru ketika ia telah menjadi tuli.

Stephen Hawking (1942-2018) menderita kelainan fisik yang mengakibatkan hampir seluruh tubuhnya lumpuh total, namun menjadi salah satu fisikawan hebat abad ini.

Hampir pasti, cacat fisik seseorang selalu diimbangi dengan kualitas lain yang membuat mereka pantas kita sebut "luar biasa".

Namun, apa jadinya bila orang justru cacat jiwanya?

Seorang tuli dan gagap dibawa kepada Yesus.

la tentu orang paling bersyukur kala itu.

Bagaimana tidak, ia terbelenggu baik secara fisik maupun rohani.

la anggota masyarakat Yahudi yang memandang "penyakit" sebagai hukuman Tuhan atas dosa mereka atau dosa kedua orang tua mereka.

Fakta bahwa orang ini dibawa kepada Yesus (oleh orang lain) sudah membuktikan betapa ia sendiri telah kehilangan motivasi diri untuk sembuh.

Akan tetapi, Sang Guru sudi menyambut dia, memperlakukan dia bagaikan sahabat, menyentuh, lalu menyembuhkannya.

Seruan efata yang penuh daya itu pun membawa kelepasan dari segala belenggu fisik dan rohani yang telah lama ia tanggung.

Kita mungkin pernah ada di posisi "cacat jiwa" sampai enggan berjuang.

Kita jemu memikirkan banyak hal:

- Rutinitas yang membosankan

- Lingkungan yang tidak nyaman

- Perlakuan yang memuakkan, atau

- Mimpi yang tak pernah kesampaian.

Harapan baik seakan tidak ada lagi.

Lalu kita menjadi "gagap" untuk mengungkapkan diri apa adanya dan terus mempersalahkan dunia atas apa yang tidak kita dapatkan.

Kita "tuli" untuk mendengarkan nasihat atau saran yang bisa membangun diri, seraya tetap berkutat dengan rasa tidak mampu.

Di sinilah kita butuh Tuhan; Dia sendirilah yang datang untuk menyambut kita, menyentuh segala kelemahan kita, dan menyembuhkan kita.

Asalkan kita mau membuka diri, maka kelemahan dan rasa tidak berdaya itu akan diubah-Nya menjadi kekuatan luar biasa yang membebaskan. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved