Renungan Harian Katolik
Renungan Harian Katolik Minggu 11 Februari 2024: Hari Orang Sakit Sedunia
Renungan Harian Katolik Minggu 11 Februari 2024: Hari Orang Sakit Sedunia
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Renungan Harian Katolik Minggu 11 Februari 2024: Hari Orang Sakit Sedunia
Renungan Harian Katolik Minggu 11 Februari 2024, diambil dari Bacaan Injil Imamat 13:1-2.44-46, dan Mazmur Tanggapan Mazmur 32:1-2.5.11.
Engkaulah persembunyianku, ya Tuhan, Engkau melindungi aku sehingga aku selamat dari Injil, 1 Korintus 10:31-11:1
Sekali peristiwa seorang yang sakit kusta datang kepada Yesus di hadapan Yesus ia memohon katanya, "Kalau Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkan aku."
"Lalu tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. la mengulurkan tangan-Nya, menyentuh orang itu, dan berkata kepadanya, "Aku mau, jadilah engkau sembuh."
"Seketika itu juga lenyaplah penyakit kusta orang itu, dan ia sembuh. "Segera Yesus menyuruh orang itu pergi dengan peringatan keras,"
Ingat, jangan katakan sesuatu kepada siapa pun juga, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam, dan bawalah persembahan untuk upacara penyucianmu yang diperintahkan oleh Musa, sebagai bukti bagi mereka."
"Tetapi orang itu pergi memberitakan peristiwa itu dan menyebarkannya ke mana-mana, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota.
Yesus tinggal di luar di tempat-tempat yang terpencil, namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru.
Sakit dalam Pandangan Gereja Katekismus
Gereja Katolik menegaskan bahwa penyakit dan sengsara merupakan pencobaan terberat dalam kehidupan manusia.
Di dalam sakit yang dialami, manusia mengalami ketidakmampuan, keterbatasan, dan kefanaannya. Sakit dapat menyebabkan rasa takut, dan bahkan membuat manusia melakukan pemberontakan terhadap Allah.
Tetapi, sakit juga dapat membuat manusia menjadi lebih matang dan berpaling kepada hal-hal yang lebih penting dalam kehidupannya. Selain itu, membuat orang mencari Allah dan kembali kepada-Nya.
Dari bacaan Injil tersebut, dapat kami renungkan, menurut Fr. Hendrikus Nggala, O.Carm bahwa seorang yang menderita penyakit kusta.
Kisah ini menjadi begitu bermakna, karena si penderita sendiri datang kepada Yesus, dan sambil berlutut memohon bantuan-Nya.
Kita tahu bahwa penyakit kusta dalam konteks masyarakat Yahudi waktu itu, dianggap najis.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.