Seni Budaya
BANGKITKAN Permainan Langka di Tengah Subak dalam Festival ke Uma V di Tabanan Sebagai Pelestarian
Sebuah petak sawah kering di Subak Sidangrapuh, Banjar Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, mendadak riuh
TRIBUN-BALI.COM - Sebuah petak sawah kering di Subak Sidangrapuh, Banjar Ole, Desa Marga Dauh Puri, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, mendadak riuh rendah dengan sorak sorai dan kegembiraan.
Bukan karena panen, melainkan karena perhelatan Festival ke Uma V yang dibuka pada Jumat, 27 September 2025.
Festival yang berlangsung dua hari ini, digagas Sanggar Buratwangi dan Wintang Rare, menjadi panggung edukasi luar sekolah yang sarat akan budaya pertanian dan permainan tradisional yang hampir punah.
Baca juga: DAMPAK Positif Bagi Warga Belum Ada, Pakar Energi UNUD Soroti Proyek LNG 3,5 Km di Bali!
Baca juga: Museum ARMA Ubud Eksis di Tengah Perubahan Zaman, ARMA Fest 2025 Wadah Inklusif Semua Kalangan
'Matimbang', Ajang Adu Keseimbangan Hidung yang Penuh Gelak Tawa
Pembukaan festival diawali dengan permainan tradisional yang langka, 'Matimbang'. Di bawah panduan Ketua Sanggar Buratwangi, I Nyoman Budarsana, puluhan siswa SD Negeri 1 Marga Dauh Puri dan anak-anak desa lainnya ditantang menguji fokus dan keseimbangan.
Inti permainannya sederhana, tetapi butuh ketangkasan: menyeimbangkan sebuah timbangan bambu dengan dua terong di atas hidung, lalu berlomba lari menembus tumpukan jerami.
Saat para peserta berlari, menjaga timbangan tetap stabil, tawa berderai dari anak-anak yang berderet di pematang sawah.
"Ketika salah satu peserta tidak mampu menjaga keseimbangan timbangan, sorak sorai anak-anak lain membuat mereka menjadi lebih semangat," demikian suasana yang tergambar di sawah kering tersebut.
Kepala Sekolah, Luh Putu Mutiara Roshita Adi, melihat kegiatan ini sebagai bentuk pembelajaran yang tak ternilai.
"Mereka tak hanya mengenal sawah dengan segala yang ada, tetapi juga dikenalkan budaya yang ada di Desa Marga Dauh Puri, sepeti matimbang ini," ujarnya, didampingi guru I Made Wetro, S.Pd.
'Paid Upih' di Tengah Lumpur, Pengalaman Berharga Generasi Kini
Keceriaan berlanjut dengan permainan 'Paid Upih', yakni tarik pelepah pinang di sawah yang berlumpur. Permainan berpasangan ini menguji kekompakan, keberanian, dan tentu saja, menciptakan kebersamaan.
Satu anak duduk, yang lain menarik, dan ketika aba-aba dimulai, aksi berlari penuh lumpur pun tak terhindarkan.
Jatuh di lumpur justru menjadi bagian paling menyenangkan. Anak-anak yang terjatuh disambut sorakan teman-teman, bangkit lagi, dan terus mencoba.
Permainan langka ini sukses membuat setiap anak ingin ikut serta. Saking asyiknya, Wetro bahkan menambahkan lomba lari 'Megandong' (menggendong) di sawah.
"Ini pengalaman yang sulit kalian dapatkan di zaman ini," kata Wetro, yang juga berjanji akan memperkenalkan budaya 'matekap' (membajak tanah secara tradisional) jika festival digelar kembali tahun depan.
Dari Sawah ke Layar Lebar: Menutup Hari dengan Film dan Budaya
Kegiatan sore hari tak kalah padat. Festival ke Uma V dilanjutkan dengan workshop Megandu, permainan tradisional yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia.
| PAHAMI Penunggalan Manusia & Alam Semesta, Prof Suarka Jelaskan Pentingnya Utsawa Dharma Gita 2025 |
|
|---|
| Penantian 37 Tahun, Karya Agung di Pura Nagasari Kutuh Sayan Akhirnya Bisa Digelar, Simak Alasannya |
|
|---|
| UTSAWA Dharma Gita ke-32 Siap Digelar, Disbud: Seluruh Kabupaten & Kota Se-Bali Agar Ambil Bagian |
|
|---|
| Prof I Wayan Dibia Luncurkan 3 Buku Sastra, Rayakan 50 Tahun Pernikahan, Total Tulis 65 Buku |
|
|---|
| RESMI Ditetapkan WBTb Tingkat Nasional, Gending Ancag-Ancagan Kesiman dan Baris Gede Telek Sanur |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.