Destinasi Wisata Bali
Mulai Tahun 2024 Desa Penglipuran Larang Penggunaan Drone
Mulai tahun 2024, Pengelola Desa Wisata Penglipuran melarang penggunaan Drone di areal desa.
Penulis: Muhammad Fredey Mercury | Editor: Fenty Lilian Ariani
TRIBUN-BALI.COM, BANGLI - Mulai tahun 2024, Pengelola Desa Wisata Penglipuran melarang penggunaan Drone di areal desa. Salah satu alasannya karena berkaitan dengan masalah keselamatan.
Manajer Desa Wisata Penglipuran, I Wayan Sumiarsa mengungkapkan, larangan ini sebelumnya sudah dibahas di internal manajemen pada rapat evaluasi.
Hasilnya pihak manajemen sepakat melarang penerbangan Drone untuk di kawasan daya tarik wisata Penglipuran.
"Ada berbagai hal yang mendasari larangan tersebut. Salah satu yang menjadi pertimbangan berkaitan dengan safety atau keselamatan, ketika wisatawan menerbangkan Drone di areal desa," ungkapnya Jumat (1/3/2024).
Keselamatan yang dimaksud, jelas Sumiarsa, pertama berkaitan dengan wisatawan lain yang berkunjung ke desa.
Menurut Sumiarsa, tidak ada jaminan sistem kontroling Drone berjalan dengan baik.
"Drone itu bisa diterbangkan dari jarak yang sangat jauh. Apabila diterbangkan oleh orang yang tidak profesional, ketika Drone itu jatuh tentu bisa berdampak pada wisatawan lainnya," ucapnya.
Pertimbangan lain yakni terkait dengan bangunan-bangunan di area desa Penglipuran.
Ketika ada kecelakaan Drone, berpotensi mengenai bangunan-bangunan yang ada.
Tentu dampak yang ditimbulkan selain kerusakan terhadap Drone itu sendiri, juga menyebabkan kerusakan terhadap bangunan warga.
Baca juga: Kasanga Festival Denpasar Nyepi Caka 1946 Resmi Dibuka, Hadirkan Karya Terbaik
Sumiarsa menyebut, dampak-dampak yang ditimbulkan apabila terjadi kecelakaan Drone ini belum tercover dari biaya yang ditawarkan kepada wisatawan.
Baik dari biaya tiket masuk, maupun biaya izin penerbangan Drone.
"Biaya izin penerbangan Drone sebesar Rp 150 ribu. Hanya saja belum disertai asuransi apabila terjadi dampak kecelakaan. Baik terhadap pengunjung lainnya, pilot, maupun warga kami," sebutnya.
Hal lain yang juga menjadi pertimbangan pihak manajemen yakni pengambilan gambar melalui Drone dinilai menggangu. Khususnya pada saat kegiatan keagamaan.
"Dengan Drone terbang di atas area suci kita, kan bisa mengganggu proses upacara tersebut. Warga menjadi kurang khusuk, karena diatasnya ada Drone. Karenanya dari berbagai pertimbangan tersebut, kami dari manajemen sepakat di tahun ini tidak memperbolehkan wisatawan menerbangkan Drone," tegasnya.
Dikatakan pula, sebelum ada aturan ini dalam sehari setidaknya ada 3 hingga 5 orang yang menerbangkan Drone di areal desa Penglipuran.
Salah satu momen yakni pada saat hari raya Galungan, di mana areal desa dipenuhi Penjor.
Larangan penerbangan Drone ini sudah disosialisasikan. Baik secara langsung maupun melalui sosial media.
Pun bagi wisatawan asing yang kurang memahami Bahasa Indonesia, pihaknya selalu memberikan pemberitahuan tiap satu jam melalui front office.
"Kami juga membuat stiker do/don't di setiap konter tiket, sehingga bisa dibaca oleh wisatawan sebelum memasuki areal desa," ujarnya.
Lantas disinggung penerapan sanksi apabila masih ada wisatawan yang membandel, Sumiarsa mengaku tidak ada sanksi.
Walau demikian pihaknya tetap melakukan pendekatan pada wisatawan tersebut, untuk menjelaskan terkait kebijakan dan apa dasar larangan penerbangan Drone.
"Kami lebih banyak melakukan pendekatan-pendekatan secara personal kepada wisatawan. Karena kemungkinan mereka tidak mengetahui, atau mungkin ada keinginan yang besar untuk mendapatkan gambar dari udara. Sehingga mengabaikan aturan yang kami buat. Kalau untuk sanksi belum ada, selama kebijakan ini berlangsung," ucapnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.