bisnis

Banyak Masyarakat Turun Kasta! Kelas Menengah Butuh Lapangan Kerja dan Upah Layak

Menurunnya kinerja sektor manufaktur ternyata menjadi salah satu penyebab 9,48 juta kelas menengah turun kasta.

ISTIMEWA
BUBAR KERJA - Penumpang commuter line berjalan menuruni tangga setelah bubaran jam kerja di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (27/8). Lapangan kerja dan pemberian upah yang layak menjadi kunci menyelamatkan masyarakat kelas menengah. 

TRIBUN-BALI.COM  - Menurunnya kinerja sektor manufaktur ternyata menjadi salah satu penyebab 9,48 juta kelas menengah turun kasta. Badan Pusat Statistik mencatat, pada 2019 masyarakat kelas menengah mencapai 57,33 juta, jumlah tersebut terus menurun dalam lima tahun terakhir, hingga mencapai  47,85 juta pada 2024, atau turun 9,48 juta orang.

Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI, Raden Pardede, menengakui jumlah masyarakat kelas menengah di periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo mengalami penurunan atau pada 2019-2024.

Masyarakat kelas menengah mengalami turun kelas lantaran terdampak pandemi Covid-19. Sementara itu, saat pandemi berlangsung pemerintah paling banyak menggelontorkan anggaran untuk masyarakat kelas bawah.

“Kelas menengah pilarnya adalah sektor manufaktur dan formal sektor yang produktivitasnya relatif tinggi. Persoalannya adalah akhir-akhir ini sektor manufaktur agak tertekan, tertinggal akibat dari China dan lainnya,” tutur Raden dalam agenda bertemakan ‘Optimisme Baru Pembangunan Ekonomi Era Pemerintahan Prabowo – Gibran,’ Kamis (29/8).

Baca juga: Mabes Polri Kirim 1.508 Personel, 4.591 Aparat Turun ke Lapangan, Pengamanan KTT IAF & HLF MSP Bali

Baca juga: TOLAK Ajakan Maju Pilgub Jabar! Sandiaga Uno Sebut Belum Dapat Restu Keluarga

Permasalahan lainnya, penciptaan lapangan kerja akhir-akhir ini lebih banyak di sektor informal, dan sektor yang minim produktivitas.

Maka dari itu, Raden berharap, penciptaan lapangan kerja ke depannya lebih banyak ada di sektor formal, khususnya pada industri manufaktur. “Ke depan seperti apa strateginya? Kita harus masuk ke sektor yang lebih produktif, formal, dalam hal ini adalah sektor manufaktur,” ungkapnya.

Di samping itu, ia berharap juga pendapatan yang diterima masyarakat di sektor manufaktur bisa meningkat, atau tidak lagi sebesar 5.000 dolar AS per kapita. Para pekerja di sektor manufaktur diharapkan bisa mencapai 20.000 dolar AS hingga 30.000 dolar AS per kapita.

Untuk diketahui, indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) Manufaktur Indonesia merosot ke level 49,3 atau berada pada level kontraksi pada Juli 2024 atau turun 1,4 poin dari bulan sebelumnya.

Artinya, PMI Manufaktur Indonesia kembali terkontraksi di bawah level 50 setelah terakhir kali pada Agustus 2021 saat masa pandemi. Di mana pada saat itu PMI Manufaktur berada di level 43,7.

Penciptaan lapangan kerja di sektor formal khususnya industri manufaktur, dan pemberian upah yang layak menjadi kunci menyelamatkan masyarakat kelas menengah.

Kepala Ekonom David Sumual menyampaikan, agar bisa melindungi kelas menengah, pemerintah juga harus peka terhadap respons geopolitik. Sebab, menurutnya, perubahan geopolitik amat penting diperhatikan.

“Jangan sampai kita lebih banyak dijadikan sasaran oleh negara lain sebagai konsumen, kita juga harus memanfaatkan supaya masuk investasi, relokasinya masuk ke indonesia. Akhirnya ada penyerapan tenaga kerja,” tutur David dalam agenda bertemakan ‘Optimisme Baru Pembangunan Ekonomi Era Pemerintahan Prabowo – Gibran,’ Kamis (29/8).

Semakin banyak lapangan kerja yang terserap, maka masyarakat yang bekerja tersebut bisa naik kelas menjadi menengah, dan masyarakat kelas menengah tidak turun kasta.

Permasalahannya, kata David, sekitar 37 persen lulusan sarjana di Indonesia yang bekerja di sektor formal, 25 persen bekerja sebagai guru, kebanyakan guru honorer yang umumnya mendapatkan upah yang rendah. Sementara 12 persennya bekerja di jasa pemerintahan.

“Nah kalau struktur tenaga kerjanya sebesar itu, tentu akan mempengaruhi upahnya. Kalau lebih banyak kerja di sektor manufaktur, yang upahnya lebih tinggi, maka upahnya yang didapatkan akan lebih baik,” ungkapnya.

Lebih lanjut, David menyampaikan, dengan pemberian upah yang layak, maka secara otomatis juga bisa mendorong perekonomian Indonesia. Konsumsi masyarakat kelas menengah akan semakin terdorong, serta kelas menengah bisa kembali menjadi andalan untuk mendorong perekonomian dalam negeri. (kontan)

 

Sumber: Kontan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved