Kalender Bali

KALENDER BALI: Hari Raya Galungan Seminggu Lagi, Berikut Makna dan Sejarah Singkat Rerahinan Ini

Rerahinan yang dirayakan setiap 6 bulan sekali ini akan berlangsung sebentar lagi, tepatnya pada bulan September 2024 ini tanggal 25.

Penulis: Putu Kartika Viktriani | Editor: Putu Kartika Viktriani
Tribun Bali/Putu Kartika
Hari raya Galungan dalam Kalender Bali 2024 - Rerahinan yang dirayakan setiap 6 bulan sekali ini akan berlangsung sebentar lagi, tepatnya pada bulan September 2024 ini tanggal 25. 

-  30 September 2024 :  Pemacekan Agung  

Dikutip dari website Kemenkeu, kata "Galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuno yang berarti "bertarung".

Di Bali, Galungan juga dikenal dengan istilah 'dungulan', yang berarti "menang".

Meskipun terdapat perbedaan penyebutan antara Wuku Galungan di Jawa dan Wuku Dungulan di Bali, keduanya merujuk pada makna yang sama, yaitu wuku (periode waktu dalam kalender Bali) kesebelas yang penuh dengan energi kemenangan.

Pada hari perayaan ini, umat Hindu di Bali menghias rumah mereka dengan Penjor, yaitu hiasan bambu yang melengkung dan dihiasi dengan berbagai simbol keagamaan.

Penjor dipasang di tepi jalan di depan setiap rumah sebagai persembahan dan wujud penghormatan kepada Bhatara Mahadewa.

Selain itu, berbagai upacara dan persembahan dilakukan di pura dan rumah sebagai bentuk syukur dan permohonan berkah.

Sejarah Perayaan Galungan
Sejarah pasti awal mula perayaan Galungan masih belum diketahui dengan jelas.

 Baca juga: Besok Tilem, Simak Makna dan Persembahannya serta Jadwal Rerahinan Hindu Terdekat di Kalender Bali

Namun, menurut Lontar Purana Bali Dwipa, Galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat (Budha Kliwon Dungulan) pada tahun 882 Masehi atau 804 Saka.

Dalam lontar tersebut, disebutkan bahwa perayaan ini berlangsung pada saat Pulau Bali digambarkan sebagai Indra Loka, tempat yang penuh dengan keindahan dan kebahagiaan, yang mencerminkan harmoni dan kesejahteraan spiritual masyarakat Bali pada masa itu.

Hari Raya ini merupakan peringatan atas terciptanya alam semesta beserta isinya dan kemenangan dharma melawan adharma.

Umat Hindu melakukan persembahan kehadapan Sang Hyang Widi dan Dewa/Bhatara dengan segala manifestasinya sebagai tanda puji syukur atas rahmatnya serta untuk keselamatan selanjutnya.

Perayaan ini tidak hanya sebagai ungkapan syukur umat Hindu kepada Sang Hyang Widhi dan para dewa, tetapi juga sebagai momentum untuk mengingatkan diri akan pentingnya menjaga keseimbangan spiritual dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan penjor yang dipasang di muka tiap-tiap perumahan merupakan persembahan kehadapan Bhatara Mahadewa yang berkedudukan di Gunung Agung.

(*)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved