Viral di Bali
Viral di Bali Sepekan: Penikaman di Buleleng Bermotif Asmara hingga Kasus Penjualan Bayi
Seorang pria bernama Slamet Riadi dilarikan ke rumah sakit, Rabu (2/10/2024) akibat mengalami luka serius.
Viral di Bali Sepekan: Penikaman di Buleleng Bermotif Asmara hingga Kasus Penjualan Bayi
TRIBUN-BALI.COM, SINGARAJA - Seorang pria bernama Slamet Riadi dilarikan ke rumah sakit, Rabu (2/10/2024) akibat mengalami luka serius.
Ia mengalami luka tusuk di perut sebelah kiri hingga ususnya terurai, pasca ditebas menggunakan sebilah pedang.
Peristiwa berdarah itu terjadi di wilayah Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng sekitar pukul 12.00 wita.
Video pasca kejadian itu pun menyebar cepat di sosial media.
Video itu menunjukkan lantai rumah lokasi kejadian yang terdapat bercak darah, serta sebilah pedang yang digunakan menusuk Slamet Riadi.
Tak hanya itu, terdapat pula video yang menunjukkan kondisi Slamet di rumah sakit. Yang mana ususnya terburai dan ditutup menggunakan perban.
Kasi Humas Polres Buleleng, AKP Gede Darma Diatmika saat dikonfirmasi membenarkan adanya peristiwa naas tersebut.
Dikatakan dia, peristiwa itu berawal ketika pelaku penusukan bernama WS tengah duduk di teras rumah bersama istrinya Ni Kadek Sulendri.
Beberapa saat kemudian datang Slamet membawa sebatang kayu sepanjang 50 centimeter.
Tanpa bicara apa-apa langsung melakukan pemukulan pada Suarjana secara bertubi-tubi.
Suarjana yang dipukul sontak berupaya menangkis dan menghindar.
Namun pukulan Slamet masih sempat mengenai lengan kiri, kepala belakang, bahu kiri dan punggung Suarjana.
"Karena merasa kualahan, yang bersangkutan (Suarjana) lari ke dalam kamar, tetapi tetap dikejar oleh Slamet,”
“Slamet sempat dihalangi oleh istri Suarjana (Kadek Sulendri), sehingga kepalanya terkena pukulan kayu," ucapnya.
Ketika berada di dalam kamar itulah, Suarjana secara spontan mengambil sebilah pedang yang tergantung di dinding kamar, kemudian menusukkan pedang sepanjang 70 sentimeter itu ke arah Slamet.
Tusukan pedang itupun mengenai perut sebelah kiri Slamet, menyebabkan ususnya terburai.
"Korban sempat dirujuk ke RSUD Buleleng, dan saat ini masih menjalani perawatan di sana," imbuhnya.
AKP Diatmika menambahkan, pihaknya yang telah menerima laporan segera mendatangi lokasi kejadian untuk melakukan olah TKP.
Suarjana pun saat ini telah diamankan, untuk dimintai keterangan lebih lanjut.
"Pelaku sudah diamankan, berikut dengan sejumlah barang bukti," tandasnya.
Motif Asmara
Polisi sudah menetapkan Wayan Suarjana (46) sebagai tersangka dalam kasus duel berdarah di Desa Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Suarjana pun sudah ditahan.
Kasi Humas Polres Buleleng, AKP Gede Darma Diatmika mengatakan, kasus penganiayaan yang membuat Slamet Riadi (45) terluka parah hingga ususnya terburai terjadi karena adanya dendam berlatar kecemburuan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pendalaman kasus, istri dari Slamet Riadi diduga memiliki hubungan asmara dengan Wayan Suarjana. Hal inilah yang membuat emosi Slamet membuncah dan menyerang Suarjana.
"Informasinya pelaku (Wayan Suarjana), selingkuh dengan istri korban (Slamet Riadi). Namun untuk pastinya masih menunggu keterangan dari korban. Jadi ini masih dugaan sementara," ucapnya, Kamis (3/9).
Diatmika mengatakan, saat ini Slamet Riadi masih menjalani perawatan di RSUD Buleleng. Sementara Suarjana telah ditahan dan diterapkan sebagai tersangka. "Yang bersangkutan sudah ditahan dan ditetapkan tersangka hari ini (kemarin)," ungkap dia.
Jual Bayi
Polda Bali mendalami kasus jual beli bayi yang melibatkan Yayasan Anak Bali Luih Tabanan. Sindikasi ini menyasar ibu hamil yang mengalami masalah ekonomi.
Bayi yang dilahirkan dijual dengan harga berkisar Rp25 juta hingga Rp45 juta.
Kasus ini melibatkan Ketua Yayasan Anak Bali Luih Tabanan, Made Aryadana (41) yang merupakan tersangka utama sindikat penjualan bayi Jawa-Bali.
Ia ditangkap aparat Polres Metro Depok, Jawa Barat.
Selain Aryadana, ada tujuh tersangka lainnya. Semuanya memiliki peranan masing-masing, mulai dari orangtua yang menjual bayi hingga pihak yang akan membawa bayi tersebut ke Tabanan untuk dijual.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan mengungkapkan, Aryadana menampung ibu-ibu hamil di yayasan yang berlokasi di Banjar Dinas Jadi Desa, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan.
"Indikasi diduga seolah-olah anak tersebut diadopsi ini masih didalami PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) kerja sama dengan Dinas Sosial bahwa diduga memang ada jaringan yang mencari ibu-ibu yang bermasalah khususnya kondisi hamil," kata Jansen, Kamis (3/10).
Saat menemukan calon korban, sindikasi ini kemudian memberi iming-iming. Mereka menyatakan akan memberi bantuan saat proses persalinan.
Apabila bersedia, nanti anaknya akan diadopsi dan ibunya akan mendapatkan sejumlah uang.
Kisaran uang yang akan diberikan mencapai Rp25-45 juta. "Oleh ibu-ibu yang hamil ini dengan janji atau iming-iming tersebut menyanggupi, faktanya, hasil temuan bukan adopsi, ada indikasi jual beli, beberapa orang sudah diperiksa," demikian bebernya.
Kata Jansen, sindikasi ini memainkan narasi adopsi. Namun di balik itu semua, ada transaksi alis jual beli. Nilai yang akan diberikan kepada ibu yang mengalami masalah ekonomi itu pun sudah disepakati.
"Bunyinya adopsi, tapi dalam proses adopsi tidak dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku, ada transaksi di sana, adopsi tapi memberikan dana yang sudah disepakati," demikian jelasnya.
Jansen mengungkapkan, transaksi jual beli bayi tersebut berkisar Rp 25-45 rupiah. Sindikasi yayasan jual beli bayi ini diduga sudah beroperasi sejak kurun waktu setahun terakhir ini.
Sementara ini, Polda Bali masih mendalami keterlibatan warga negara asing (WNA) sebagai adopter bayi-bayi yang dijual tersebut.
"Untuk indikasi WNA belum ditemukan, informasi masih lokal. Informasi ke luar negeri belum ada. Sementara di Indonesia, seperti Jawa, Jakarta. Intinya menyasar pada umumnya wanita yang bermasalah dalam proses kehamilan bisa ekonomi, bisa masalah lainnya," jelasnya.
"Kemarin yang sudah ada tujuh ibu hamil, ada yang sudah melahirkan tiga orang. Awalnya kan kasus ini di Depok ternyata saat dikembangkan berasal dari daerah sini," demikian sambung Jansen.
Kasus bermula dari pengungkapan Polres Depok Jawa Barat pada 2 September 2024. Ada bayi tersebut dibeli senilai Rp 10-15 juta. Kemudian dijual kepada pihak pengadopsi sebesar Rp 45 juta.
Ibu dari bayi berasal dari Bali maupun luar Bali. Mereka kemudian diajak tinggal di Yayasan Anak Bali Luih. Ketua Yayasan Made Aryadana sudah mengiming-imingi mereka dengan uang saat anak mereka lahir.
"Jika bersedia anaknya diadopsikan, maka akan ditanggung biaya transportasi datang Bali sampai menuju yayasan, akan difasilitasi selama tinggal di sana, seperti makan, perawatan kontrol selama hamil," kata Jansen.
"Kemudian diberikan vitamin sampai dengan proses persalinan akan ditanggung oleh yayasan, hingga biaya pemulihan. Setelah anak lahir langsung dipisahkan dengan ibu kandungnya," demikian sambung dia.
Terungkap di Depok
Polres Metro Depok menangkap delapan tersangka sindikat jual beli bayi ini. Selain Keyua Yayasan, Aryadana, tersangka lain adalah RS (24), AN (22), DA (27), MD (32), S (24), D (23), dan RK (30).
"Saat itu ada dua bayi yang akan dijual, satu laki-laki dan satu perempuan. Rencananya bayi tersebut akan dibawa ke Bali," kata Kapolres Metro Depok Kombes Arya Perdana.
Arya mengungkapkan, tindak pidana ini sudah dikategorikan sebagai kejahatan terorganisasi. Terlebih lagi, ditemukan iklan yang disebar untuk mencari ibu atau perempuan yang ingin menjual bayinya. "Ini merupakan sindikat yang cukup terorganisir karena ada iklan yang disiarkan melalui Facebook," ungkap Arya.
"Kami telah menangkap delapan orang yang terlibat, mulai dari orangtua bayi. Di antaranya ada yang statusnya suami istri, ada juga yang belum menikah. Penahanan dilakukan terhadap mereka yang mengorganisir, yang menyebarkan iklan, dan yang akan menjual bayi tersebut di Bali," paparnya.
Kedelapan tersangka ini terancam dikenakan Pasal 2 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007. "Ancaman hukuman maksimalnya adalah 15 tahun dan denda paling banyak Rp 600 juta," jelas Arya.
Hukuman ini berlaku secara merata bagi delapan orang tersebut meski memiliki peranan besar atau kecil karena tetap dianggap membantu proses transaksi tindak pidana tersebut.
"Sehingga semua orang yang terlibat, bahkan yang membantu sekalipun, menghadapi ancaman yang sama," kata Arya. (ian/ipd)
Berita lainnya di Berita Viral Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.