Jual Beli Bayi di Bali
Satu Bayi Dijual Hingga Rp 45 Juta, Polda Selidiki Sindikat Berkedok Yayasan di Tabanan
Kasus ini melibatkan Ketua Yayasan Anak Bali Luih Tabanan, Made Aryadana (41) yang merupakan tersangka utama sindikat penjualan bayi Jawa-Bali.
Penulis: Adrian Amurwonegoro | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM - Polda Bali mendalami kasus jual beli bayi yang melibatkan Yayasan Anak Bali Luih Tabanan. Sindikasi ini menyasar ibu hamil yang mengalami masalah ekonomi. Bayi yang dilahirkan dijual dengan harga berkisar Rp 25 juta hingga Rp 45 juta.
Kasus ini melibatkan Ketua Yayasan Anak Bali Luih Tabanan, Made Aryadana (41) yang merupakan tersangka utama sindikat penjualan bayi Jawa-Bali. Ia ditangkap aparat Polres Metro Depok, Jawa Barat.
Selain Aryadana, ada tujuh tersangka lainnya. Semuanya memiliki peranan masing-masing, mulai dari orangtua yang menjual bayi hingga pihak yang akan membawa bayi tersebut ke Tabanan untuk dijual.
Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Jansen Avitus Panjaitan mengungkapkan, Aryadana menampung ibu-ibu hamil di yayasan yang berlokasi di Banjar Dinas Jadi Desa, Desa Banjar Anyar, Kecamatan Kediri, Tabanan.
Baca juga: Kasus Bule Kembar Ukraina Pembuat Pabrik Narkoba di Sunny Village Canggu Masuk Persidangan
Baca juga: Plt Bupati Badung Pimpin Rapat Koordinasi dengan Jajaran Bapenda Badung

"Indikasi diduga seolah-olah anak tersebut diadopsi ini masih didalami PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) kerja sama dengan Dinas Sosial bahwa diduga memang ada jaringan yang mencari ibu-ibu yang bermasalah khususnya kondisi hamil," kata Jansen, Kamis (3/10).
Saat menemukan calon korban, sindikasi ini kemudian memberi iming-iming. Mereka menyatakan akan memberi bantuan saat proses persalinan. Apabila bersedia, nanti anaknya akan diadopsi dan akan ibunya akan mendapatkan sejumlah uang.
Kisaran uang yang akan diberikan mencapai Rp 25-45 juta. "Oleh ibu-ibu yang hamil ini dengan janji atau iming-iming tersebut menyanggupi, faktanya, hasil temuan bukan adopsi, ada indikasi jual beli, beberapa orang sudah diperiksa," demikian bebernya.
Kata Jansen, sindikasi ini memainkan narasi adopsi. Namun di balik itu semua, ada transaksi alis jual beli. Nilai yang akan diberikan kepada ibu yang mengalami masalah ekonomi itu pun sudah disepakati.
"Bunyinya adopsi, tapi dalam proses adopsi tidak dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku, ada transaksi di sana, adopsi tapi memberikan dana yang sudah disepakati," demikian jelasnya.
Jansen mengungkapkan, transaksi jual beli bayi tersebut berkisar Rp 25-45 rupiah. Sindikasi yayasan jual beli bayi ini diduga sudah beroperasi sejak kurun waktu setahun terakhir ini. Sementara ini, Polda Bali masih mendalami keterlibatan warga negara asing (WNA) sebagai adopter bayi-bayi yang dijual tersebut.
"Untuk indikasi WNA belum ditemukan, informasi masih lokal. Informasi ke luar negeri belum ada. Sementara di Indonesia, seperti Jawa, Jakarta. Intinya menyasar pada umumnya wanita yang bermasalah dalam proses kehamilan bisa ekonomi, bisa masalah lainnya," jelasnya.
"Kemarin yang sudah ada tujuh ibu hamil, ada yang sudah melahirkan tiga orang. Awalnya kan kasus ini di Depok ternyata saat dikembangkan berasal dari daerah sini," demikian sambung Jansen.
Kasus bermula dari pengungkapan Polres Depok Jawa Barat pada 2 September 2024. Ada bayi tersebut dibeli senilai Rp 10-15 juta. Kemudian dijual kepada pihak pengadopsi sebesar Rp 45 juta.
Ibu dari bayi berasal dari Bali maupun luar Bali. Mereka kemudian diajak tinggal di Yayasan Anak Bali Luih. Ketua Yayasan Made Aryadana sudah mengiming-imingi mereka dengan uang saat anak mereka lahir.
"Jika bersedia anaknya diadopsikan, maka akan ditanggung biaya transportasi datang Bali sampai menuju yayasan, akan difasilitasi selama tinggal di sana, seperti makan, perawatan kontrol selama hamil," kata Jansen.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.