Kasus Agus Buntung di Mataram
Tersangka Agus Buntung Diperiksa, Total 15 Korban Termasuk Anak di Bawah Umur, 5 Ajukan Perlindungan
Agus Buntung, pria disabilitas yang diduga melakukan pelecehan seksual, kini menghadapi total 15 laporan korban, termasuk 3 anak di bawah umur.
TRIBUN-BALI.COM – Kasus kekerasan seksual yang melibatkan I Wayan AS (22), dikenal sebagai Agus Buntung, terus berkembang dengan jumlah korban yang melapor bertambah.
Agus Buntung, pria disabilitas yang diduga melakukan pelecehan seksual, kini menghadapi total 15 laporan korban, termasuk 3 anak di bawah umur.
Modus Agus melibatkan manipulasi emosional dan ancaman terhadap korban sebelum melakukan aksinya, sebagian besar di lokasi yang sama, yaitu sebuah homestay di Mataram.
Lima dari korban telah mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), sementara pendamping korban menegaskan bahwa trauma akibat stigma masyarakat semakin memperberat kondisi psikologis para korban.
Penanganan kasus ini juga mendapat sorotan nasional, termasuk dari Menteri Sosial yang memastikan hak-hak semua pihak terpenuhi sesuai prosedur hukum.
Baca juga: Wayan AS, Pria Difabel Terjerat Kasus Kekerasan Seksual di Lombok, Begini Kronologi Pengakuan Korban
Kronologi Singkat Kasus
Agus Buntung ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Pasal 6C UU Nomor 12 Tahun 2020 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Ia diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan pada 7 Oktober 2024 di sebuah homestay di Mataram.

Modus Agus adalah meminta korban mengantarnya ke kampus, tetapi ia mengarahkan perjalanan ke homestay.
Di sana, Agus mengancam korban dengan menyebut akan menyebarkan aib terkait hubungan korban dengan mantan kekasihnya.
Dalam tekanan tersebut, korban terpaksa menuruti perintah Agus hingga akhirnya mengalami pelecehan seksual.
Bukti dan Modus Operandi
Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda NTB mengungkapkan adanya bukti baru berupa video percakapan antara Agus dan salah satu korban.
Meski video tersebut hanya merekam suara, isi percakapannya mengungkap trik manipulasi Agus untuk mendekati korban.
Agus diketahui menggunakan metode yang serupa terhadap korban lainnya, seperti berpura-pura menjalin hubungan romantis atau mengobrol santai sebelum memulai aksinya.
Jumlah Korban Bertambah
Ketua Komisi Disabilitas Daerah (KDD) NTB, Joko Jumadi, menyebutkan jumlah korban yang melapor kini mencapai 15 orang, dengan 3 di antaranya adalah anak di bawah umur.
“Sebagian besar kejadian berlangsung di homestay yang sama,” kata Joko.
Dua dari tiga korban anak-anak berhasil memberikan keterangan kepada polisi, sementara satu korban lainnya kabur saat hendak dilecehkan.
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) turut mendampingi para korban anak untuk memastikan pemulihan psikologis mereka.
Perlindungan Korban
Lima korban dewasa telah mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Pendamping korban, Ade Latifa Fitri, menjelaskan bahwa meskipun tidak ada ancaman langsung dari Agus, para korban merasa trauma akibat pro-kontra yang berkembang di masyarakat.
“Perlindungan ini penting agar psikologi para korban tidak terganggu. Trauma membuat mereka enggan muncul ke publik,” ujar Ade.
Tanggapan dan Penanganan Kasus
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB, Kombes Pol Syarief Hidayat, mengungkapkan pihaknya akan menggelar rekonstruksi kasus berdasarkan permintaan Kejaksaan Tinggi NTB.
Tujuannya adalah untuk melengkapi bukti dan memperjelas kronologi kejadian.
Kasus ini juga mendapat perhatian khusus dari Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul).
Ia memastikan penanganan hukum terhadap tersangka disabilitas seperti Agus berjalan sesuai prosedur.
Gus Ipul juga memuji Polda NTB atas fasilitas akomodasi yang diberikan, seperti penetapan tahanan rumah bagi Agus karena keterbatasan fasilitas di rutan.
Kasus Agus Buntung mengingatkan pentingnya edukasi tentang bahaya kekerasan seksual dan perlindungan terhadap korban.
Peran masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung korban agar berani melapor tanpa takut stigma.
Peningkatan perhatian terhadap kasus ini diharapkan dapat menjadi langkah awal untuk mencegah kekerasan seksual di masa depan, termasuk dengan memperketat pengawasan di fasilitas umum seperti homestay dan meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.