Kunci Jawaban

Jawaban Soal PAI Kelas 9 Semester 2 Halaman 226 Kurikulum Merdeka, Aktivitas 3

Simak nih, berikut ini jawaban soal PAI kelas 9 Semester 2 Halaman 226 Kurikulum Merdeka, Aktivitas 3 tentang riwayat saling menghargai.

Buku siswa PAI Kelas 9 Kurikulum Merdeka
Jawaban Soal PAI Kelas 9 Semester 2 Halaman 226 Kurikulum Merdeka, Aktivitas 3 

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Simak nih, berikut ini jawaban soal PAI kelas 9 Semester 2 Halaman 226 Kurikulum Merdeka, Aktivitas 3 tentang riwayat saling menghargai.

Kali ini kita akan membahas soal pada Bab 9 yang berjudul Mengenal Imam Mazhab, Ibadah Semakin Mantap pada kegiatan siswa Aktivitas 3 tentang riwayat saling menghargai.

Siswa diharapkan untuk mengerjakan soal yang ada di buku PAI kelas 9 Semester 2 halaman 226 Kurikulum Merdeka secara mandiri.

Kunci jawaban PAI kelas 9 halaman 226 Kurikulum Merdeka hanya untuk orang tua atau wali dalam membimbing siswa menjawab pertanyaan.

Berikut jawaban dan pembahasan soal PAI kelas 9 halaman 226 Kurikulum Merdeka sesuai dengan buku siswa Pendidikan Agama Islam edisi tahun 2022.

Baca juga: Jawaban Soal PAI Kelas 9 Semester 2 Halaman 212 213 214 215 Kurikulum Merdeka, Mari Berlatih: Bab 8

Aktivitas 3

1. Bagilah anggota kelas menjadi beberapa kelompok.

2. Para imam mazhab memiliki pemahaman yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, namun mereka tetap saling menghargai perbedaan tersebut.

Sebagai contoh Imam Syafi’i dan Imam Malik yang memiliki pendapat berbeda tentang doa qunut dalam shalat subuh.

3. Bersama teman satu kelompokmu, carilah riwayat yang menjelaskan bagaimana kejadian saling menghargai tersebut!

Jawaban:

Jawaban dapat bervariasi sesuai dengan pengalaman dan kreativitas masing-masing siswa, berikut alternatif jawaban yang dapat digunakan:

Baca juga: Jawaban Soal PAI Kelas 9 Semester 2 Halaman 210 Kurikulum Merdeka, Aktivitas 8

Riwayat Kejadian Saling Menghargai

Salah satu contoh paling terkenal dari sikap saling menghargai antara imam mazhab adalah hubungan antara Imam Syafi'i dan Imam Malik.

Dalam sebuah riwayat diceritakan, pada suatu hari Imam Syafi’i datang ke Madinah dengan tujuan untuk menuntut ilmu kepada Imam Malik.

Imam Malik pun memuliakannya sebagaimana ia memuliakan orang berilmu lainnya.

Kemudian di hadapan Imam Malik, Imam Syafi’i melantunkan bait-bait al-Muwaththa’ dengan cara menghafal dan sungguh fasih.

Bacaannya membuat Imam Malik terkagum-kagum sambari memujinya, sambil meminta Syafi’i untuk memperbanyak lagi hafalannya.

Saat Imam Syafi’i tinggal di Irak, beliau mulai menyusun kitab qadim(lama)nya yang berjudul Al-Hujjah.

Di dalam kitab Al-Hujjah inilah, beliau banyak memasukkan fatwa-fatwa atau ajaran-ajaran dari imam-imam sebelumnya, yakni imam Abu Hanifah dan Imam Maliki.

Dalam kisah yang lain diceritakan saat Imam Syafi’i dan Imam Maliki saling berkunjung ke rumah masing-masing, Imam Syafi’i yang dalam ajarannya men sunnah–ab’adkan qunut dan setiap mendirikan sholat subuhnya beliau selalu menggunakan qunut.

Namun, tiba saat beliau menginap di rumah Imam Malik lantas ketika solat subuh diminta menjadi Imam, beliau tidak menggunakan qunut, sebab Imam Maliki dikenal dalam ajarannya tidak pernah memakai qunut dalam solat subuhnya.

Begitu juga saat Imam Maliki menginap di rumah Imam Syafi’i, dan diminta untuk mengimami solat subuh maka Imam Maliki akan menggunakan qunut dalam solat subuhnya untuk menghormati Imam Syafi’i yang sedang berposisi sebagai ma’mun.

Baca juga: Jawaban Soal PAI Kelas 9 Semester 2 Halaman 219 Kurikulum Merdeka, Aktivitas 1

Klasifikasi Bermazhab

Generasi muslim yang saleh, mungkin dari kalian sudah ada yang mendengar istilah taklid, ittibā’ dan ijtihad, atau baru saat ini mendengar istilah tersebut?

Dalam ilmu ushul fiqih, ketiga istilah tersebut termasuk dalam klasifikasi bermazhab, perhatikan penjelasan berikut:

a) Taklid

Kata taqlid berasal dari bahasa Arab “Qallada”, yaqallidu’, “taklidan”, artinya meniru seseorang dan sejenisnya.

Adapun pengertian taklid menurut Imam Al-Ghazali adalah menerima perkataan orang lain yang tidak ada alasannya.

Bolehkah kita bertaklid? Khairul Umam dan A. Achyar Aminudin dalam buku Ushul Fiqh II menerangkan, hukum taklid bisa dipandang mubah (boleh) bagi orang-orang awam yang belum sampai pada tingkatan sanggup mengkaji dalil hukum-hukum syariat.

Pendapat ini juga dikemukakan oleh Abu Zahroh, yang membolehkan taqlid bagi orang awam.

Namun, hukum taqlid yang mubah tidak berlaku bagi muslim yang sampai pada tingkatan an-nashr atau memiliki kemampuan untuk mengkaji dalil dari hukumhukum syariat.

b) Ittibā’

Kata “Ittibā’” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata kerja atau fi’il “Ittaba’a”, “Yattbiu” ”Ittibā’an”, yang artinya adalah mengikut atau menurut.

Sedang secara istilah, ittibā’ adalah: menerima (mengikuti) perkataan orang lain, dan engkau mengetahui alasan dari pendapat tersebut.

c) Ijtihad

Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran.

Sedangkan menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum yang tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Qur’an dan sunnah.

Dalam ajaran Islam, ijtihad dipandang sebagai sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur’an dan hadis, yang juga memegang fungsi penting dalam penetapan hukum Islam.

Telah banyak contoh hukum yang dirumuskan dari hasil ijtihad. Ijtihad tidak bisa dilakukan oleh setiap orang, tetapi hanya orang yang memenuhi syarat tertentu yang boleh berijtihad.

Orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.

Demikian jawaban soal PAI kelas 9 Semester 2 halaman 226 Kurikulum Merdeka, kegiatan siswa Aktivitas 3: riwayat saling menghargai sesuai dengan buku siswa PAI edisi tahun 2022.

Disclaimer

Kunci jawaban diatas bersifat alternatif jawaban sehingga para siswa bisa memberikan eksplorasi jawaban lain.

Kunci jawaban soal diatas bisa saja berbeda sesuai dengan pemahaman tenaga pengajar atau murid. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved