Seputar Bali

Pak Koster, Sipandu Beradat, dan Ormas

Gubernur Bali, Wayan Koster, merespon dengan cepat dinamika politik di Bali pasca deklarasi ormas GRIB Jaya Bali

Istimewa
SOSOK - Gubernur Bali, Wayan Koster. Pak Koster, Sipandu Beradat, dan Ormas 

Oleh Umar Ibnu Al-Khatab

Pengamat Kebijakan Publik

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Gubernur Bali, Wayan Koster (selanjutnya disebut Pak Koster), merespon dengan cepat dinamika politik di Bali pasca deklarasi organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Bali.

Dalam respon cepat itu, kita melihat ketegasan Pak Koster di mana ia menolak kehadiran ormas apapun, termasuk GRIB Jaya Bali yang dianggapnya tidak membawa manfaat bagi masyarakat Bali, dan berkomitmen untuk mengembalikan setiap upaya penyelesaian masalah di dalam masyarakat kepada akar budaya Bali sendiri, yakni penyelesaian melalui desa adat, bukan organisasi yang meresahkan, apalagi organisasi yang membawa agenda yang tersembunyi dengan kedok ingin membangun Bali, respon Pak Koster ini sejalan dengan respon masyarakat Bali yang menolak dengan keras pula kehadiran ormas yang dinilai akan memunculkan kerawanan sosial baru. 

Baca juga: ABK Asal Lombok dan Kupang Berkelahi di Pelabuhan Benoa, Minuman Keras Berakhir “Nantang Saya?”

Tentu saja respon cepat Pak Koster dapat dipahami, pertama-tama karena Bali adalah jantung pariwisata nasional dan menjadi destinasi dunia, dan kedua, keresahan publik yang meluas akibat gangguan organ-organ premanisme, dan jika Bali dan publik terganggu oleh keberadaan ormas yang bernuansa premanisme maka setiap ikhtiar untuk membangun Bali yang indah, sehat dan nyaman akan menjadi ikhtiar yang sia-sia, dalam posisi yang demikian itulah, sekali lagi, kita memahami mengapa Pak Koster cepat merespon, baginya, ruang publik tidak boleh dirusak oleh perilaku preman yang berkedok organisasi, dan baginya pula, Bali adalah jantung yang wajib dijaga agar sehat "menghidupi" semua yang hidup di dalamnya, apalagi Bali sedang melakukan recovery akibat didera covid 19 sehingga membutuhkan situasi yang kondusif untuk bangkit, bagaimanapun, setiap tindakan ormas yang kebablasan akan mengancam masyarakat dan melecehkan otoritas pihak-pihak yang berwenang. 

Baca juga: HEBOH Acara Kelulusan SMK di Bali Undang DJ Sexy, Disdikpora Panggil Sekolah, DJ Seksi Minta Maaf

Secara spesifik, Pak Koster sendiri telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat atau Sipandu Beradat yang merupakan sebuah sistem pengamanan lingkungan masyarakat yang ditopang dengan sumber daya manusia berkualitas, sarana prasarana, dan sistem teknologi yang memadai untuk melakukan pengamanan wilayah (wewidangan) dan krama, baik krama desa adat, krama tamiu, maupun tamiu, dan sistem ini memiliki fungsi preemtif dan preventif sekaligus di dalam mengelola keamanan dan ketertiban lingkungan di desa adat, artinya sistem ini lebih mengakar di dalam masyarakat dan memiliki kemampuan deteksi, cegah, dan tangkal yang sangat efektif, apalagi di dalam Pergub Nomor 26 Tahun 2020 itu Sipandu Beradat memiliki tugas menghimpun masalah yang berpotensi memunculkan gangguan keamanan dan kerawanan sosial yang kemudian dilaporkan kepada

pihak yang berwenang, bahkan bertugas menerima laporan masyarakat dan memberikan rekomendasi penyelesaian masalah kepada pihak yang berwenang, oleh karenanya, Sipandu Beradat akan menjadi instrumen yang efektif dan efisien di dalam membangun sebuah masyarakat yang aman dan nyaman, di sisi lain, ia juga akan menjadi alat yang tepat dan mudah diakses siapapun untuk menjaga kenyamanan dan keamanan dirinya, dan secara luas bisa menjadi garda terdepan menjaga ketertiban masyarakat. 

Hemat kita, keberadaan sistem pengamanan terpadu yang diinisiasi Pak Koster adalah jawaban yang dibutuhkan saat ini untuk menjaga kenyamanan dan keamanan masyarakat, dan sistem ini berada pada level yang paling dekat dengan masyarakat itu sendiri karena ia berakar di dalam desa adat, dan karenanya sistem ini sangat efektif, apalagi sistem ini bersifat kolaboratif dengan pihak-pihak yang paling berwenang dalam hal ketertiban dan keamanan, yakni kepolisian, dan juga dibantu oleh prajurit TNI pada tingkat desa yakni bintara pembina desa (babinsa), sifat kolaboratif ini memperlihatkan betapa sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan komponen-komponen keamanan yang ada di dalam desa adat, seperti pecalang, babinkamtibmas (bhayangkara pembina keamanan dan ketertiban masyarakat (bhabinkamtibmas), babinsa, perlindungan masyarakat (linmas), dan satuan pengamanan (satpam), dalam konteks ini, kita melihat betapa Pak Koster ingin menjadikan sistem yang diinisiasinya ini sebagai model pengamanan yang sederhana namun efektif karena memberdayakan komponen yang strategis di dalam masyarakat, dan model ini akan semakin relevan jika kita melihat fenomena munculnya ormas-ormas yang mengaku dirinya ingin membantu masyarakat, namun dalam prakteknya justru meresahkan masyarakat karena menonjolkan premanisme di dalam menyelesaikan suatu masalah. 

Baca juga: Dukung Fungsi Pengamanan Dibanding Ormas Luar, Dewan Denpasar Usulkan Insentif untuk Pecalang

Kita mengapresiasi munculnya ormas-ormas baru karena dimungkinkan oleh undang-undang, dan merupakan bagian dari civil society, yakni kekuatan yang penting dalam masyarakat guna mendorong partisipasi warga negara, mengawasi pemerintah, mempromosikan perubahan sosial, dan membantu menciptakan kemaslahatan bagi semua orang, namun jika ormas-ormas itu jauh dari semangat undang-undang dan civil society, maka patutlah jika publik keras menolaknya, dan penolakan itu biasanya berbasis pengalaman di mana, misalnya, ada ormas yang dalam prakteknya menyusahkan dan meresahkan masyarakat, tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada ormas yang bertindak arogan dan lebih mewakili kepentingan pihak-pihak tertentu, misalnya pihak penguasa dan pengusaha, ketimbang mewakili kepentingan masyarakat umum, jika ormas-ormas semacam ini muncul dan hidup, maka masyarakat kecillah yang paling pertama terancam dan menderita, sebab sebagian besar konflik sosial yang ada selalu menghadapkan rakyat kecil vis a vis ormas-ormas yang mewakili kekuatan-kekuatan ekonomi, dan lebih memprihatin lagi jika rakyat kecil harus berhadapan dengan ormas-ormas yang memiliki afiliasi politik dengan kekuatan politik tertentu yang notabene didukung dan dipilih oleh rakyat. 

Akhirnya, kita berharap agar Sipandu Beradat menjadi sistem yang efektif sehingga masyarakat bisa menjadikannya sebagai instrumen yang mampu melindungi diri mereka, dan menjadikannya sebagai benteng terakhir di dalam menjaga ketahanan sosial dan berfungsi sebagai jaringan pengamanan sosial yang mampu melindungi masyarakat dari hal-hal yang mengancam kehidupan sosial mereka, dan kita juga berharap agar sistem bekerja tanpa kenal lelah untuk menghasilkan kemaslahatan bagi masyarakat, wallahu a'alamu bish-shawab. (*)

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved