Premanisme di Bali
Gubernur Bali Koster Tegas Tolak GRIB, Ancam Bubarkan Ormas Terdata Jika Bertindak Premanisme
Negara telah mengatur agar ormas tertib dan kondusif memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara.
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Gubernur Bali, Wayan Koster membahas organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya dan NTT Bali Bersatu yang baru-baru ini hadir di Bali.
Koster menegaskan akan menolak pendaftaran GRIB, jika melakukan pendaftaran ke Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Bali.
“Tidak akan diterima (jika GRIB daftar ke Kesbangpol). Pemerintah daerah berhak menolak. Sesuai kebutuhan dan pertimbangan di daerah,” tegas Koster dalam jumpa pers dengan stakeholder di Jayasabha, Denpasar, Bali, Senin 12 Mei 2025.
Diakui Koster hingga saat ini GRIB belum melakukan pendaftaran ke Kesbangpol Bali.
Baca juga: Jalin Kolaborasi Pecalang dan Banser, Puri Buleleng Tegas Tolak Keberadaan Premanisme Berkedok Ormas
Maka dari itu, ia tidak bisa membubarkan GRIB Bali sebab belum melakukan pendaftaran.
“Lho kan bagaimana membubarkan belum mendaftar,” jelas Koster.
Turut hadir pada jumpa pers tersebut di antaranya Ketua DPRD Provinsi Bali, Dewa Made Mahayadnya (Dewa Jack), Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Piek Budyakto, Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Bali Irjen Pol Daniel Adityajaya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali Dr. Ketut Sumedana, Ketua Pengadilan Tinggi Denpasar Sujatmiko, Komandan Korem 163/Wira Satya Kolonel Inf Ida I Dewa Agung Hadisaputra dan Kepala Badan Intelijen Negara Daerah Bali, Brigjen TNI (Mar) Tony Kurniawan.
Koster lebih lanjut menegaskan, termasuk juga ormas-ormas ilegal lainnya yang ada di Bali.
Koster menekankan kebebasan berkumpul tidak berarti sebebas-bebasnya.
Negara telah mengatur agar ormas tertib dan kondusif memberikan kontribusi bagi pembangunan bangsa dan negara.
Hal tersebut juga telah diatur dalam peraturan baik undang-undang maupun peraturan pelaksanaannya.
“Karena itu keberadaan ormas diatur secara khusus dan harus terdaftar di pemerintah daerah. Sejauh ini ormas yang ada mendaftar tapi mungkin belum mendaftar belum didata. Kalau dia belum mendaftar berarti belum dapat pengakuan dan belum dapat melakukan kegiatan operasional di Provinsi Bali,” tutupnya.
Koster akan menindak ormas yang sudah terdata dan terdaftar atau legal di Kesbangpol yang melakukan aksi premanisme.
“Akan ditindak tegas. Sudah ada pakta integritas waktu 2019, semua ormas yang permah melakukan tindakan-tindakan kekerasan bahkan sampai ada yang saling bunuh membunuh itu sudah ada pernyataan bermaterai tanda tangan di hadapan saya langsung,” jelas Koster.
Kesepakatan dalam Pakta Integritas Tahun 2019 berisikan, jika ormas sedang melakukan tindakan tidak benar, melanggar aturan apalagi sampai mengorbankan jiwa orang, kesepakatannya organisasi akan dibubarkan dan pengurusnya akan dipidanakan.
“Itu pernyataan. Kalau nanti ormas yang ada ini melakukan pelanggaran dari sikap itu akan ditindak tegas. Tiada ampun. Sebab Bali ini tertib masak diberikan dia yang aneh-aneh,” tandasnya.
Dalam jumpa pers tersebut, Koster menjelaskan 18 poin untuk sikapi hadirnya ormas baru di Bali.
Poin-poin di antaranya Ormas berkewajiban antara lain memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan, serta menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat.
Juga Keberadaan Ormas secara khusus diatur dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Selain itu, sampai saat ini, di Provinsi Bali sudah terdaftar sebanyak 298 Ormas yang telah mendapat Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Sejumlah Ormas tersebut bergerak di bidang sosial, kemanusiaan, kepemudaan, kebudayaan, lingkungan, dan kebangsaan.
Juga berkaitan dengan keberadaan Ormas di wilayah Provinsi Bali yang belum atau tidak melakukan kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan dimaksud, maka Ormas bersangkutan belum diakui keberadaannya dan tidak dapat melakukan kegiatan operasional di wilayah Bali.
Poin lainnya yaitu, penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di Bali sudah ditangani oleh lembaga negara yaitu Kepolisian dan TNI.
Selain itu, Bali telah memiliki Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (SIPANDU BERADAT) dan Bantuan Keamanan Desa Adat (BANKAMDA), terdiri dari unsur Pacalang, Linmas, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa, yang diatur dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali.
SIPANDU BERADAT diluncurkan secara resmi oleh Bapak Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si., pada hari Jumat, 28 Januari 2022, bertempat di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Denpasar.
Dengan dua institusi tersebut, yaitu oleh negara dan lembaga berbasis Adat, penanganan keamanan dan ketertiban di Wilayah (Wewidangan) Desa Adat se-Bali sudah terbukti sangat memadai, bahkan mampu menangani keamanan kegiatan-kegiatan berskala internasional di Bali, yang diselenggarakan sejak dahulu sampai saat ini, bahkan sampai ke-depan sepanjang zaman.
“Oleh karena itu, Bali tidak membutuhkan kehadiran Ormas yang berkedok menjaga keamanan, ketertiban, dan sosial dengan tindakan premanisme, tindak kekerasan, dan intimidasi masyarakat, sehingga menimbulkan ketegangan di tengah-tengah masyarakat Bali yang sudah sangat kondusif. Kehadiran Ormas seperti ini justru akan merusak citra pariwisata Bali, yang dikenal sebagai destinasi wisata dunia yang paling aman dan nyaman dikunjungi.”
“Saya sangat mengapresiasi, menyambut baik, dan mendukung penuh aspirasi masyarakat Bali yang menolak munculnya Ormas yang terindikasi melakukan tindakan premanisme dan kriminalitas, serta meresahkan di Gumi Bali.”
“Saya mengajak seluruh komponen masyarakat di Bali untuk guyub,kompak, bersatu padu, bahu-membahu, bersama-sama, dan bergotong-royong membangun Bali niskala-sakala dengan menjaga keamanan, ketentraman, dan ketertiban, serta kenyamanan setiap orang di Baliberlandaskan nilai-nilai kearifan lokal Bali: gilik-saguluk, para-sparo,salunglung-sabayantaka, sarpana ya (se-ia sekata, seiring sejalan,bekerjasama dengan sama-sama bekerja).”
Kapolda Bali, Irjen Pol Daniel Adityajaya mengatakan apabila terjadi tindak premanisme pada kegiatan ormas, maka akan dilakukan penindakan pidana.
“Apabila terjadi hal demikian, gesekan-gesekan ketika terjadi pelanggaran pidana tentu proses tegas sesuai aturan pidana. Ketika terjadi hal lain perlu penanganan-penanganan yang lain. Tentu kami juga lakukan penanganan lain. Seperti halnya berkumpul berpotensi kerugian, keributan akan dibubarkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” ucap Daniel.
Ketua DPRD Bali, I Dewa Made Mahayadnya menyatakan mendukung penuh langkah Gubernur Koster menolak ormas premanisme dan ilegal di Bali. Menurutnya, Bali sebagai daerah tujuan pariwisata yang berbudaya.
“Kami di Dewan (DPRD Bali) mendukung penuh langkah Gubernur Bali ini dan akan mengawasi penuh (keberadaan ormas ilegal). Kami sejajar, satu gerak barisan mendukung kebijakan Bapak Gubernur dengan 18 poinnya,” kata dia.
Sementara itu, Bupati Badung, I Wayan Adi Arnawa juga dengan tegas menolak ormas yang berbau pemanisme.
“Meski kami menolak, namun tidak seluruh ormas berbau premanisme. Tapi terkait dengan ini (ormas) saya kira sudah jelas apa yang disampaikan Gubernur Bali, jelas menolak tegas, menolak ormas ini," ucapnya.
Sikap tegas juga ditunjukkan Penglingsir Puri Buleleng yang secara tegas menolak keberadaan premanisme berkedok ormas.
Sebaliknya pihak Puri mendukung adanya kolaborasi antara Pecalang dengan Banser.
Hal tersebut diungkapkan Penglingsir Puri Buleleng, Anak Agung Ngurah Parwata Panji, Senin 12 Mei 2025.
Menanggapi ihwal premanisme berkedok ormas yang marak belakangan ini, AA Parwata secara tegas menolak.
Sebab keberadaan ormas ini, justru akan merusak tatanan adat istiadat khususnya di Buleleng, dan umumnya di Bali.
“Bali, khususnya di Buleleng sudah punya pengaman adat yang namanya pecalang. Karenanya Kami dari Puri Buleleng menolak dengan adanya preman berkedok ormas,” tegasnya.
Di sisi lain, AA Parwata justru menerima kolaborasi antara Pecalang dengan Banser.
Hal ini tidak terlepas dari sejarah di mana umat muslim sudah ada di Buleleng sejak tahun 1.711 Masehi.
Yang mana kedatangan umat muslim saat itu, salah satunya untuk membantu Raja Buleleng melawan penjajah.
Sementara itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, H. Addin Jauharuddin mengungkapkan, kedatangannya ke Puri Buleleng adalah dalam rangka menjalin silaturahmi, serangkaian HUT GP Ansor ke 91 tahun.
Pada kesempatan itu, pihaknya juga menyatakan bahwa, Ansor dan Banser siap berkolaborasi dengan Pecalang dalam menjaga keamanan dan ketertiban di Bali, khususnya di Buleleng.
Disampaikan pula apabila ada kegiatan-kegiatan dari masyarakat Hindu, dipersilakan untuk memanggil Banser, untuk sama-sama membantu.
Demikian pula sebaliknya ketika ada acara teman-teman di Ansor/ NU, agar melibatkan teman-teman pecalang.
“Ini bagian dari kolaborasi karena kita saling membutuhkan,” tandasnya. (sar/gus/mer)
Hubungi Call Center Polri 110
Sementara itu, Kapolres Klungkung AKBP Alfons WP Letsoin meminta masyarakat segera melapor ke aparat, jika mengetahui adanya aksi premanisme, termasuk yang berkedok organisasi masyarakat (ormas).
AKBP Alfons mengatakan, aksi premanisme bisa berupa intimidasi, pemerasan, ataiu aksi lainnya yang menganggu kenyamanan dan ketertiban di masyarakat.
Jika merasa mengetahui aksi premnisme, khususnya di Kabupaten Klungkung agar langsung menghubungi Call Center Polri 110.
“Kami berharap dengan imbauan tersebut, masyarakat bisa melaporkan atau mencegah aksi-aksi premanisme yang mengganggu Kamtibmas,” ungkap AKBP Alfons belum lama ini.
Di samping kegiatan patroli dalam rangka menjaga situasi Kamtibmas tapi juga kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. dalam menanggulangi praktik premanisme yang dapat merugikan masyarakat terutama para pelaku usaha.
“Segera informasikan atau laporkan ke nomor layanan tersebut atau langsung polres maupun polsek-polsek terdekat,” tegasnya kembali.
Di Kabupaten Gianyar, aparat kepolisian Polres Gianyar melaksanakan patroli dalam rangka Operasi Pekat Agung 2025.
Kegiatan ini digelar pada Minggu, 11 Mei 2025, pukul 09.30 di kawasan Sanga-Sanga Minyak Oles, Jalan Bakbakan, Desa Bakbakan, Kecelakaan Gianyar yang dalam catatan polisi, ini merupakan wilayah yang dikenal rawan aksi premanisme.
Patroli gabungan tersebut melibatkan personel Operasi Pekat Agung yang bersinergi dengan Regu Patroli Polres Gianyar. Di bawah komando IPDA I Made Sulatra, patroli ini menyasar titik-titik strategis yang berpotensi menjadi lokasi gangguan kamtibmas seperti premanisme dan tindak kriminal lainnya.
Karendalops Operasi Pekat Agung 2025, Kompol I Nengah Sudiarta, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan langkah preventif untuk memastikan keamanan masyarakat.
“Kegiatan ini merupakan bentuk nyata kehadiran Polri di tengah masyarakat untuk memberikan rasa aman dan nyaman. Kami ingin memastikan wilayah Gianyar bebas dari segala bentuk premanisme dan gangguan kamtibmas lainnya,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kompol Sudiarta menyampaikan bahwa patroli serupa akan terus dilaksanakan secara berkala di wilayah-wilayah yang dinilai rawan tindak kejahatan, sebagai bagian dari komitmen Polres Gianyar dalam menjaga stabilitas dan ketertiban umum.
“Melalui kegiatan ini, diharapkan masyarakat dapat merasakan langsung dampak positif berupa peningkatan rasa aman dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya. (mit/weg)
Pengamat Kebijakan Publik Umar Ibnu Al-Khatab, SIPANDU BERADAT Efektif dan Efisien
Gubernur Bali, Wayan Koster (selanjutnya disebut Pak Koster), merespon dengan cepat dinamika politik di Bali pasca deklarasi organisasi masyarakat (ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya Bali.
Dalam respon cepat itu, kita melihat ketegasan Pak Koster di mana ia menolak kehadiran ormas apapun, termasuk GRIB Jaya Bali yang dianggapnya tidak membawa manfaat bagi masyarakat Bali, dan berkomitmen untuk mengembalikan setiap upaya penyelesaian masalah di dalam masyarakat kepada akar budaya Bali sendiri, yakni penyelesaian melalui desa adat, bukan organisasi yang meresahkan, apalagi organisasi yang membawa agenda yang tersembunyi dengan kedok ingin membangun Bali.
Respon Koster ini sejalan dengan respon masyarakat Bali yang menolak dengan keras pula kehadiran ormas yang dinilai akan memunculkan kerawanan sosial baru.
Tentu saja respon cepat Koster dapat dipahami.
Pertama, karena Bali adalah jantung pariwisata nasional dan menjadi destinasi dunia.
Kedua, keresahan publik yang meluas akibat gangguan organ-organ premanisme, dan jika Bali dan publik terganggu oleh keberadaan ormas yang bernuansa premanisme maka setiap ikhtiar untuk membangun Bali yang indah, sehat dan nyaman akan menjadi ikhtiar yang sia-sia.
Dalam posisi yang demikian itulah, sekali lagi, kita memahami mengapa Koster cepat merespon, baginya, ruang publik tidak boleh dirusak oleh perilaku preman yang berkedok organisasi, dan baginya pula, Bali adalah jantung yang wajib dijaga agar sehat “menghidupi” semua yang hidup di dalamnya.
Apalagi, Bali sedang melakukan recovery akibat didera Covid 19 sehingga membutuhkan situasi yang kondusif untuk bangkit, bagaimanapun, setiap tindakan ormas yang kebablasan akan mengancam masyarakat dan melecehkan otoritas pihak-pihak yang berwenang.
Secara spesifik, Koster sendiri telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020 Tentang Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat atau SIPANDU BERADAT yang merupakan sebuah sistem pengamanan lingkungan masyarakat yang ditopang dengan sumber daya manusia berkualitas, sarana prasarana, dan sistem teknologi yang memadai untuk melakukan pengamanan wilayah (wewidangan) dan krama, baik krama desa adat, krama tamiu, maupun tamiu, dan sistem ini memiliki fungsi preemtif dan preventif sekaligus di dalam mengelola keamanan dan ketertiban lingkungan di desa adat.
Artinya sistem ini lebih mengakar di dalam masyarakat dan memiliki kemampuan deteksi, cegah, dan tangkal yang sangat efektif, apalagi di dalam Pergub Nomor 26 Tahun 2020 itu SIPANDU BERADAT memiliki tugas menghimpun masalah yang berpotensi memunculkan gangguan keamanan dan kerawanan sosial yang kemudian dilaporkan kepada pihak yang berwenang, bahkan bertugas menerima laporan masyarakat dan memberikan rekomendasi penyelesaian masalah kepada pihak yang berwenang.
Oleh karenanya, SIPANDU BERADAT akan menjadi instrumen yang efektif dan efisien di dalam membangun sebuah masyarakat yang aman dan nyaman.
Di sisi lain, ia juga akan menjadi alat yang tepat dan mudah diakses siapa pun untuk menjaga kenyamanan dan keamanan dirinya, dan secara luas bisa menjadi garda terdepan menjaga ketertiban masyarakat.
Hemat kita, keberadaan sistem pengamanan terpadu yang diinisiasi Pak Koster adalah jawaban yang dibutuhkan saat ini untuk menjaga kenyamanan dan keamanan masyarakat.
Dan sistem ini berada pada level yang paling dekat dengan masyarakat itu sendiri karena ia berakar di dalam desa adat, dan karenanya sistem ini sangat efektif, apalagi sistem ini bersifat kolaboratif dengan pihak-pihak yang paling berwenang dalam hal ketertiban dan keamanan, yakni kepolisian, dan juga dibantu oleh prajurit TNI pada tingkat desa yakni Bintara Pembina Desa (Babinsa), sifat kolaboratif ini memperlihatkan betapa sistem ini dirancang untuk mengintegrasikan komponen-komponen keamanan yang ada di dalam desa adat, seperti pecalang, Babinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat), Babinsa, perlindungan masyarakat (Linmas), dan satuan pengamanan (Satpam).
Dalam konteks ini, kita melihat betapa Koster ingin menjadikan sistem yang diinisiasinya ini sebagai model pengamanan yang sederhana namun efektif karena memberdayakan komponen yang strategis di dalam masyarakat, dan model ini akan semakin relevan jika kita melihat fenomena munculnya ormas-ormas yang mengaku dirinya ingin membantu masyarakat, namun dalam praktiknya justru meresahkan masyarakat karena menonjolkan premanisme di dalam menyelesaikan suatu masalah.
Kita mengapresiasi munculnya ormas-ormas baru karena dimungkinkan oleh undang-undang, dan merupakan bagian dari civil society, yakni kekuatan yang penting dalam masyarakat guna mendorong partisipasi warga negara, mengawasi pemerintah, mempromosikan perubahan sosial, dan membantu menciptakan kemaslahatan bagi semua orang.
Namun jika ormas-ormas itu jauh dari semangat undang-undang dan civil society, maka patutlah jika publik keras menolaknya, dan penolakan itu biasanya berbasis pengalaman di mana, misalnya, ada ormas yang dalam praktiknya menyusahkan dan meresahkan masyarakat, tidak bisa dipungkiri juga bahwa ada ormas yang bertindak arogan dan lebih mewakili kepentingan pihak-pihak tertentu, misalnya pihak penguasa dan pengusaha, ketimbang mewakili kepentingan masyarakat umum. Jika ormas-ormas semacam ini muncul dan hidup, maka masyarakat kecil yang paling pertama terancam dan menderita. Sebab, sebagian besar konflik sosial yang ada selalu menghadapkan rakyat kecil vis a vis ormas-ormas yang mewakili kekuatan-kekuatan ekonomi, dan lebih memprihatin lagi jika rakyat kecil harus berhadapan dengan ormas-ormas yang memiliki afiliasi politik dengan kekuatan politik tertentu yang notabene didukung dan dipilih oleh rakyat.
Akhirnya, kita berharap agar Sipandu Beradat menjadi sistem yang efektif sehingga masyarakat bisa menjadikannya sebagai instrumen yang mampu melindungi diri mereka, dan menjadikannya sebagai benteng terakhir di dalam menjaga ketahanan sosial dan berfungsi sebagai jaringan pengamanan sosial yang mampu melindungi masyarakat dari hal-hal yang mengancam kehidupan sosial mereka, dan kita juga berharap agar sistem bekerja tanpa kenal lelah untuk menghasilkan kemaslahatan bagi masyarakat. (nak)
Kumpulan Artikel Bali
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.