bisnis
Pariwisata Bisa Jadi Kunci Dorong Adopsi Minyak Sawit Berkelanjutan di Indonesia
Eco Tourism Week, digagas oleh Eco Tourism Bali (ETB), merupakan program visioner yang berdedikasi untuk memajukan pariwisata berkelanjutan di Bali
Penulis: Zaenal Nur Arifin | Editor: Anak Agung Seri Kusniarti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pada gelaran Eco Tourism Week 2025, yang diselenggarakan di The Meru Sanur, Bali, minyak sawit berkelanjutan menjadi topik pembahasan yang relevan kali ini dilihat dari perspektif industri pariwisata.
Eco Tourism Week, digagas oleh Eco Tourism Bali (ETB), merupakan program visioner yang berdedikasi untuk memajukan pariwisata berkelanjutan di seluruh Bali.
Sebagai organisasi independen, ETB mendorong praktik ramah lingkungan dan memverifikasi standar keberlanjutan, memberdayakan industri pariwisata untuk memprioritaskan pengelolaan lingkungan, pelestarian budaya, dan kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: PINJAM Uang Sekitar Rp3 Triliun untuk Perbaiki Infrastuktur di Badung, Adi Arnawa: Itu Masih Kurang!
Baca juga: BURONAN 5 Bulan Kabur, SR Tak Berkutik Saat Diringkus Polres Buleleng di Kos-kosan

Kemitraan strategis Eco Tourism Bali dengan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) menandai langkah penting menuju pariwisata berkelanjutan di Bali.
"Melalui kemitraan kami dengan RSPO, kami berkomitmen untuk mengurangi deforestasi, melindungi satwa liar, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal,” kata Co-Founder Eco Tourism Bali, Suzy Hutomo, Kamis 29 Mei 2025.
Ia menambahkan kolaborasi ini diharapkan, akan menghasilkan dampak yang signifikan, termasuk pelestarian ekosistem, pengurangan emisi karbon, dan pemberdayaan petani.
“Tamu dari Eropa, khususnya, akan menghargai kesempatan untuk dapat membuat pilihan yang sadar lingkungan selama perjalanan mereka. Bersama-sama, kami bertujuan untuk memajukan industri pariwisata yang lebih berkelanjutan yang memberikan manfaat jangka panjang bagi planet dan masyarakat lokal,” imbuhnya.
Mewakili RSPO Indonesia, Dr. M. Windrawan Inantha, Deputi Direktur Transformasi Pasar, mengungkapkan fakta yang menarik bahwa industri pariwisata Indonesia mengonsumsi sekitar 500.000 ton minyak sawit mentah (CPO) setiap tahun melalui penggunaan minyak goreng, setara dengan 5 persen dari total konsumsi minyak sawit nasional untuk pangan.
“Angka ini menegaskan bahwa pariwisata bukanlah pemain kecil. Dengan stabilitas ekonomi, ketahanan terhadap fluktuasi harga, dan interaksi langsung dengan konsumen, sektor ini memiliki potensi besar untuk mempelopori penggunaan Minyak Sawit Bersertifikat Berkelanjutan (CSPO),” jelas Dr. Windrawan.
Pada tahun 2024, Indonesia menyambut sekitar 14 juta wisatawan mancanegara, sementara perjalanan wisatawan domestik mencapai ratusan juta perjalanan.
Hotel, restoran, jasa katering, dan pedagang kuliner lokal bergantung pada minyak goreng berbasis sawit. “Bayangkan jika setiap wisatawan menggunakan 0,1 Kg minyak goreng per hari maka dampaknya akan sangat besar jika semuanya beralih ke CSPO,” tambahnya.
Dr. Windrawan menyoroti keunggulan sektor pariwisata sebagai pelopor karena visibilitasnya yang tinggi dan daya tariknya bagi publik.
“Wisatawan masa kini semakin peduli pada keberlanjutan. Bagi pelaku usaha perhotelan dan kuliner, penggunaan CSPO bukan hanya langkah etis, tetapi juga strategi branding yang cerdas,” jelasnya.
Langkah ini sejalan dengan peran ganda Indonesia sebagai produsen minyak sawit terbesar di dunia yang juga berkomitmen pada konsumsi yang bertanggung jawab.
Dengan mengadopsi CSPO, sektor pariwisata dapat mempercepat permintaan pasar untuk produk berkelanjutan sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam praktik produksi yang etis. Dr. Windrawan menegaskan bahwa inisiatif ini memiliki dasar bisnis yang kuat.
“Banyak pelaku pariwisata sudah mengantongi sertifikasi keberlanjutan seperti GSTC, Green Key atau EarthCheck. Mengintegrasikan CSPO adalah langkah logis berikutnya,” ungkapnya.
Ia pun mengajak pelaku industri pariwisata untuk menjalin kemitraan, dan membangun rantai pasok yang mendukung minyak sawit berkelanjutan.
Kolaborasi lintas sektor melibatkan industri pariwisata, pemasok pangan, pemerintah daerah, dan komunitas lokal menjadi kunci untuk perubahan sistemik.
“Pariwisata dan minyak sawit adalah pilar utama ekonomi Indonesia. Jika dikelola secara bertanggung jawab, keduanya dapat saling memperkuat untuk masa depan yang berkelanjutan bagi bisnis, masyarakat, dan lingkungan,” tegas Dr. Windrawan.(*)
TUMBUH 10 Persen Produksi Tahu-Tempe, Butuh 3,4 Juta Ton Per Tahun, Dampak Harga Beras & Daging Naik |
![]() |
---|
Industri Furnitur Diprediksi Tumbuh Moderat, Simak Alasannya Berikut Ini |
![]() |
---|
RUPIAH Anjlok ke Rp16.601 Per Dolar AS, Simak Alasannya! |
![]() |
---|
Motor Listrik Harapan Masa Depan & Ramah Lingkungan, Maka Motors Liat Potensi Pasar Tinggi di Bali |
![]() |
---|
Gabungkan Konsep Skandinavia, Jepang dan Bali dalam Sebuah Hunian, Hadirkan Nuansa Rumah Nyaman! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.