PKB 2025

Pembukaan PKB Digelar Sabtu 21 Juni 2025, Badung Akan Tampilkan Perang Untek bersama WNA

Pada Pesta Kesenian Bali tahun 2025 ini, pembukaan akan dilaksanakan hari Sabtu 21 Juni 2025.

Tribun Bali/I Komang Agus
Kepala Dinas Kebudayaan Badung, I Gde Eka Sudarwitha. Pembukaan PKB Digelar Sabtu 21 Juni 2025, Badung Akan Tampilkan Perang Untek bersama WNA 

Pembukaan PKB Digelar Sabtu 21 Juni 2025, Badung Akan Tampilkan Perang Untek bersama WNA

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Pada Pesta Kesenian Bali tahun 2025 ini, pembukaan akan dilaksanakan hari Sabtu 21 Juni 2025.

Pembukaan dilakukan di Depan Monumen Perjuangan Rakyat Bali, Niti Mandala Denpasar pukul 14.00 Wita.

Pada hari pembukaan diilaksanakan pelepasan peed aya (pawai).

Baca juga: RESMI Bukan Presiden Prabowo, PKB Tahun 2025 Akan Dibuka Menteri Kebudayaan Fadli Zon

Dalam ajang PKB tahun 2025 ini, Badung akan menampilkan garapan budaya bertajuk Perang Untek "Pusaka Agraris Desa Kiadan Kabupaten Badung". 

Menariknya, dalam garapan ini Badung akan melibatkan Warga Negara Asing (WNA).

Kepala Dinas Kebudayaan Badung, I Gde Eka Sudarwitha saat dikonfirmasi Rabu (4/6) mengakui jika garapan pada PKB merupakan cerminan tematik dari interpretasi nilai-nilai luhur Jagat Kerthi, khususnya dalam bingkai Pawongan, yakni harmoni antarumat manusia.

Baca juga: Diyakini Ada Sejak Abad Ke-16, Klungkung Hadirkan Baris Oncer Ganda Saat Pembukaan PKB 2025

Dia juga membenarkan bahwa Badung akan melibatkan warga WNA sebagai penari dan musisi.

"Ini memperkuat makna keterbukaan dan keberagaman budaya. Keterlibatan WNA dalam barisan ini bukan sekadar bentuk partisipasi, melainkan perwujudan nyata dari filosofi Pawongan dalam Jagat Kerthi yaitu keharmonisan hubungan antar manusia tanpa sekat asal-usul," jelasnya.

Diakui mereka belajar, menghayati, dan menari dalam irama budaya Bali, bukan sebagai penonton, tetapi sebagai bagian dari masyarakat yang ikut menjaga nilai dan estetika.

Ritual Perang Untek yang dibawakan berasal dari Desa Adat Kiadan, sebuah wilayah agraris di jantung Badung

Sudarwitha mengaku tradisi ini digelar setiap Purnama Sasih Kapitu, sebagai persembahan dan rasa syukur atas berkah panen.

Dalam prosesi ini, para pemuda dan pemudi saling melempar untek (bola kecil dari bahan alam), simbol dari hubungan kosmik antara Purusha (laki-laki/ayah/langit) dan Pradana (perempuan/ibu/bumi). 

"Sebuah bentuk spiritualitas yang hidup, bukan hanya di altar suci, tapi juga di ladang, di peluh, dan di tawa muda-mudi desa. Jadi perang Untek adalah penyucian jiwa melalui permainan," bebernya.

Pada permainan itu menyatukan masa lalu dan masa kini dalam tarian dan tawa. Tradisi ini mengajarkan bahwa warisan bukan untuk disimpan, tetapi untuk dirayakan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved