Berita Bali
Bali Masih Jauh Dari Mandiri Energi, Tepatkah LNG Gantikan PLTU? Ini Jawabannya
Menurut Prof Giriantari, dengan memakai energi batu bara emisi yang dihasilkan di sekitar puluhan juta ton karbondioksida ekuivalen.
Penulis: Ni Luh Putu Wahyuni Sari | Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR — Pemerintah Provinsi Bali kejar target Bali nol emisi bersih tahun 2045 dengan menggunakan energi terbarukan.
Rencananya seluruh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara akan ditutup, kemudian dipaksa berpindah menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG).
Gubernur Bali, Wayan Koster, sebelumnya menjelaskan Bali akan mandiri energi, karena selama ini bergantung dengan sumber pembangkit listrik di Paiton.
Namun, rencana pergantian menjadi PLTG tidak benar-benar energi hijau.
Baca juga: VIDEO Pengelola PLTU Celukan Bawang Jelaskan Kronologi Gangguan, Bantah Jadi Penyebab Bali Blackout
Pasalnya, gas juga menghasilkan emisi karbondioksida (Co2) tidak seratus persen bersih.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Core Universitas Udayana, Prof. Ida Ayu Dwi Giriantari, saat media briefing Pekan Iklim Bali 2025 di Denpasar.
Giriantari yang juga sebagai kelompok ahli bidang energi Pemerintah Provinsi Bali mengatakan, dengan adanya rencana PLTG, suplai mentahnya tidak dari Bali, karena Bali tidak memiliki sumber gas.
Namun, Bali menjadi daerah yang akan fokus membangun pembangkit listrik tenaga gas.
Ia jelaskan dengan adanya Liquefied Natural Gas (LNG) menggantikan PLTU sebagai langkah untuk transisi energi menuju pembangkit yang bersumber dari hidrogen yang seratus persen energi hijau.
“Kenapa PLTG harapannya ke depan hidrogen menggantikan LNG. Itu (transisi energi) prosesnya panjang dan belum proven akan menghasilkan hidrogen yang besar. Tapi dari segi mesin hampir sama tidak perlu banyak modifikasi mesin,” jelasnya, Senin 18 Agustus 2025.
Lebih lanjutnya, ia mengatakan konsumsi listrik di Bali sangat besar karena menopang sektor pariwisata, tapi itu cerminan perekonomian di Bali terus tumbuh.
Dengan rencana pembangunan PLTG bisa menghasilkan listrik sebesar 1.250 megawatt yang dianggap lebih bersih menggantikan energi fosil.
Menurut Prof Giriantari, dengan memakai energi batu bara emisi yang dihasilkan di sekitar puluhan juta ton karbondioksida ekuivalen.
Sementara jika sesuai rencana gunakan kombinasi solar, PLTG, PLTS, maupun biomassa emisi akan berkurang signifikan, tersisa sekitar 3 juta ton karbon dioksida ekuivalen.
“Sekarang posisinya lebih dari 3 juta. Ya (puluhan juta emisi karbon). Ya PLTG masih fosil hanya lebih rendah emisi. Kalau gas secara teknis perputaran lebih cepat konversi lebih cepat, sehingga emisi dihasilkan lebih sedikit. Kalau bahan bakar minyak dibakar dan belum lagi pemutaran mesin,” bebernya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.