bisnis
WOW HARGA Beras Tembus Rp103.000 Per 5 Kg? Warga Keluhkan Harga Beras Premium Melonjak 33 Persen
Saat ia mampir ke sebuah supermarket awal Agustus 2025 lalu, harga beras premium yang selama ini ia beli mendadak meroket dari harga normal.
TRIBUN-BALI.COM - Kris, karyawan swasta sekaligus warga Cipayung, Jakarta Timur, tak mengira belanja bulanan yang biasanya rutin bisa berubah jadi pengalaman penuh kejutan.
Saat ia mampir ke sebuah supermarket awal Agustus 2025 lalu, harga beras premium yang selama ini ia beli mendadak meroket dari harga normal.
Ia mengaku terkejut saat berbelanja kebutuhan bulanan. Ia mendapati harga beras premium kemasan 5 kilogram (kg) yang biasanya dibanderol Rp 74.000, melonjak menjadi Rp 103.000.
“Sebetulnya, kemarin kan belanja bulanan, pas di bagian beras, yang biasanya 74.000 beras premium hampir semua merek, kok kemarin Rp 103.000 (per kemasan 5 kg) agak kaget juga,” ujar Kris seperti dilansir Kompas.com, Selasa (19/8).
Kenaikan harga beras yang mencapai sekitar 33 persen itu menurutnya terasa memberatkan. Dari keterangan yang diterimanya, pasokan beras memang sedang jarang, sehingga pihak ritel membatasi pembelian.
Baca juga: BLENDER Sabu & Campuran Air Serta Sabun Agar Musnah, Sebanyak 200 Gram oleh Kejari Buleleng
Baca juga: TERUNGKAP, Hasil Tes DNA Ridwan Kamil dan Lisa Mengejutkan, Nonidentik
Pria berusia 39 tahun ini memandang kondisi ini terasa mencekik bagi kalangan kelas menengah, sebab biasanya ia membeli hingga tiga kantong sekaligus untuk stok bulanan.
Kini, dengan kenaikan harga beras yang signifikan dan adanya pembatasan, ia harus memikirkan cara lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
“Makanya dibatasi dan harga naik, naiknya mencekik sih buat kelas menengah. Beli di situ juga satu kantong, sambil memikirkan bakal beli dimana untuk stok. Biasanya di situ beli tiga kantong,” ucap Kris.
Kisah serupa datang dari Dea, ibu rumah tangga di Depok, Jawa Barat. Ia masih ingat jelas pengalaman akhir Juli 2025 ketika persediaan beras di rumah habis.
Bersama suami, ia mencoba membeli beras di ritel modern seperti Alfa dan Hypermart, tempat biasa mereka belanja. Namun harga yang ditemui membuatnya terperangah.
“Kan kejadiannya akhir Juli 2025 lah ya, tadi aku baru cek lah gitu, jadi waktu itu beras di rumah habis, dan emang kan selama ini kita itu, kalau beli beras kan selalu ke ritel ya, Alfa atau Hypermart gitu yang per 5 kiloan, nah waktu itu habis-habis kita nyari, waktu itu,” ungkap Dea.
Menurutnya, pasokan di ritel modern sebenarnya masih ada. Namun, persoalan ada pada harga yang melonjak jauh dari biasanya. Ia pun mencoba mencari melalui aplikasi belanja daring Astro. Dea awalnya berniat membeli merek-merek yang biasa ia konsumsi, seperti Topi Koki atau Platinum.
Namun, ia terkejut ketika mendapati harga untuk kemasan 5 kg sudah berada di kisaran Rp 80.000, jauh lebih tinggi dari harga biasanya. Dea melanjutkan, biasanya suaminya yang membeli beras langsung di ritel modern.
Namun kali itu, ia kaget ketika mengetahui harga beras premium sudah melambung tinggi. Karena penasaran, mereka mencoba membandingkan harga dengan pilihan lain. Di Astro, mereka menemukan merek yang tidak begitu dikenal, seperti “Anak Emas” atau merek internal Astro.
Harga merek-merek tersebut relatif lebih rendah, sekitar Rp 70.000 sampai Rp 76.000 per kemasan 5 kg. Karena itu dianggap paling murah dibanding merek langganan yang sudah menembus Rp 80.000, akhirnya mereka memutuskan membeli dua sak, masing-masing 5 kg.
Baik Kris maupun Dea menekankan hal yang sama: pemerintah harus segera turun tangan. Bagi mereka, beras adalah kebutuhan pokok yang tak bisa digantikan. Lonjakan harga beras premium saat ini menunjukkan tekanan nyata yang bukan hanya menyasar kelompok berpendapatan rendah, tapi juga mulai mencengkeram kelas menengah.
Dengan kenaikan yang drastis, ruang gerak rumah tangga untuk mengatur pengeluaran makin menyempit, apalagi di tengah biaya hidup lain yang juga kian merangkak. Kini, lorong beras di supermarket bukan lagi sekadar tempat orang mengambil kebutuhan bulanan, melainkan juga cermin keresahan sosial-ekonomi, bagaimana mungkin kebutuhan pokok sehari-hari mendadak menjadi barang yang mencekik bahkan bagi kelompok masyarakat yang relatif mapan?
Lonjakan harga beras premium di ritel modern, ditambah kabar soal kasus beras oplosan, membuat banyak konsumen mengubah kebiasaan belanjanya. Kini, pasar tradisional justru kembali menjadi pilihan utama masyarakat karena harga lebih bersahabat dan kualitas beras dianggap tidak kalah.
Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman, mengatakan harga beras premium di pasar tradisional hanya sekitar Rp 13.000 per kilogram (kg), jauh lebih rendah dibanding di ritel modern yang menembus Rp 17.000 hingga Rp 18.000 per kg.
Amran menilai kondisi langkanya beras premium di ritel modern sebenarnya tidak sepenuhnya buruk. Justru, pedagang kecil dan penggilingan beras skala kecil ikut diuntungkan. Ia menerangkan, pasokan beras ke pasar tradisional sebagian besar memang berasal dari penggilingan kecil dan menengah.
Sementara itu, ritel modern umumnya dipasok oleh pabrik besar. Data Kementerian Pertanian mencatat, Indonesia saat ini memiliki 1.065 pabrik besar dengan kapasitas giling 30 juta ton gabah per tahun, 7.300 pabrik menengah dengan kapasitas 21 juta ton, serta 161.000 penggilingan kecil yang sanggup menggiling hingga 116 juta ton gabah per tahun. Dengan kapasitas nasional gabah yang hanya sekitar 65 juta ton, Amran meyakini penggilingan kecil mampu menopang kebutuhan beras dalam negeri.
Namun, ia mengingatkan adanya persaingan harga yang kerap membuat penggilingan kecil terdesak. Pabrik besar dinilai berani membeli gabah dengan harga lebih tinggi, di kisaran Rp 6.700 hingga Rp 7.000 per kilogram, sementara standar harga hanya Rp 6.500 per kilogram.
“Pemerintah menginginkan penggilingan kecil jangan sampai tertindas. Ini ekonomi kerakyatan, makanya pemerintah intervensi lewat subsidi pangan. Tahun ini Rp 150 triliun, dan tahun depan naik jadi Rp 160 triliun,” tutur Amran saat ditemui beberapa waktu lalu. (kontan)
Operasi Pasar Tak Berdampak
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) heran harga beras di seluruh daerah tetap tinggi meskipun pemerintah telah melakukan operasi pasar beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Sekretaris Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir menilai ada yang janggal dengan kenaikan harga beras di tahun ini. Apalagi operasi pasar sudah berjalan satu bulan namun kenaikan harga beras tetap sulit di redam.
“Baru tahun ini, satu bulan sudah disalurkan tapi harganya tetap naik. Ini yang betul betul menjadi tantangan karena tahun sebelumnya 2 minggu saja kita salurkan SPHP itu harga langsung turun,” katanya dalam Rapat Pengendalian Inflasi, Selasa (19/8).
Melihat kondisi ini, Tomsi meminta Bulog untuk mempercepat penyaluran beras SPHP ke daerah daerah. Ia juga meminta kepada daerah untuk aktif melakukan operasi pasar guna menekan harga beras. “Dari Bulog tidak bisa kerja sendiri bapak kepala daerah yang hadir untuk segera masifkan, bantu memasifkan beras SPHP agar harganya bisa turun,” ujar Tomsi.
Sementara itu, Kepala Divisi Perencanaan Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Rini Andrida mengatakan, pihaknya saat ini terus melakukan percepatan penyaluran beras SPHP. Apalagi saat ini harga beras di pasar telah melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.
Rini bilang hingga 19 Agustus 2025 realisasi penyaluran beras SPHP telah mencapai 38.811 ton atau baru 2,94?ri target pemerintah sebesar 1,3 juta ton hingga akhir tahun nanti.
Rini mengklaim Bulog telah berupaya memenuhi seluruh saluran. Bulog juga bekerja sama dengan TNI/Polri, Pemeritah daerah hingga BUMN Pangan dalam disrtibusi beras operasi pasar ini. “Kami seluruh karyawan juga melakukan kanvasing di seluruh pasar yang ada di di wilayah kerja kami,” ujar Rini.
Dalam rangka meredam harga beras di pasar, Bulog tak hanya menyalurkan beras stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP) ke pasar modern, namun juga ke berbagai ritel modern seperti Indomart, Alfamart, dan Hypermart di seluruh wilayah di seluruh Indonesia. (kontan)
Penggilingan Padi Kembali Beroperasi
Sementara itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi), Sutarto Alimoeso, menyebut sejumlah penggilingan padi sudah mulai kembali beroperasi seiring turunnya harga gabah di lapangan.
“Hari-hari ini panen sudah mulai di beberapa daerah, harga gabah mulai turun, jadi beberapa penggilingan padi sudah ada yang mulai berproduksi,” ujar Sutarto, Selasa (19/8).
Sebelumnya, maraknya penutupan pabrik penggilingan terjadi di sejumlah daerah lumbung padi seperti Karawang, Sukoharjo, Sragen, Karanganyar, hingga Jawa Timur. Di Karawang, misalnya, 10 dari 23 penggilingan atau sekitar 40% sempat menghentikan operasional.
Penutupan ini dipicu kekhawatiran pelaku usaha atas penegakan hukum terkait dugaan praktik pengoplosan beras, selain faktor mahalnya harga gabah. Meski mulai ada yang kembali beroperasi, Sutarto menilai penggilingan padi kecil masih merasa tidak nyaman dengan adanya pengawasan aparat. (kontan)
BI Diperkirakan Pangkas BI Rate Pekan Ini |
![]() |
---|
Volume Produksi Tumbuh 16,5 Persen, Industri Keramik Nasional Bangkit |
![]() |
---|
100 Tabung Gas Melon Tersalurkan, Disperindag Gianyar Gelar operasi pasar Gas LPG 3 Kg |
![]() |
---|
Produsen Rem Produksi, Penjualan Motor Listrik Turun & Stok Numpuk, Market Share Hanya 1 Persen |
![]() |
---|
ANCAMAN Harga Tanah Melambung Gegara Penyesuaian NJOP, PBB-P2 Jembrana Masih Sama |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.