Berita Buleleng

JEJAK Sejarah Soekarno di Buleleng, Mengenal Sosok Raden Guru Pengembang Moral, Berikut Sejarahnya 

Tribun Bali secara eksklusif mengangkat jejak sejarah hingga kisah cinta kedua orang tua Soekarno, melalui program Saksi Kata.

Tribun Bali/ Muhammad Fredey Mercury
Bekas kos - Nyoman Suma Arthana menunjukkan bekas kamar kos yang dulu pernah dihuni Raden Soekemi. 

TRIBUN-BALI.COM - Raden Soekemi Sosrodihardjo, ayah sang proklamator kemerdekaan Indonesia, Soekarno, pernah menjadi seorang guru di Kabupaten Buleleng.

Di Kabupaten ini pula, Raden Soekemi bertemu sang pujaan hati yakni Nyoman Rai Srimben, hingga kemudian menikahinya. 

Tribun Bali secara eksklusif mengangkat jejak sejarah hingga kisah cinta kedua orang tua Soekarno, melalui program Saksi Kata. Program ini dipandu langsung oleh Pimpinan Redaksi Tribun Bali, I Komang Agus Ruspawan. 

Raden Soekemi Sosrodihardjo merupakan sosok guru yang mulanya bertugas di Jombang, Jawa Timur, kemudian dikirim ke Singaraja untuk ditugaskan sebagai guru SD.

Sejarawan Buleleng, I Made Pageh mengungkapkan, dilihat dari perjalanan sejarahnya Raden Soekemi merupakan lulusan sekolah pendidikan guru pada zaman Belanda di Situbondo, Jawa Timur. “Kalau sekarang namanya Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD),” ungkapnya. 

Raden Soekemi diangkat oleh Pemerintah Belanda sebagai guru, dengan SK/Busluit, tertanggal 10 Oktober 1891. Ia ditugaskan menjadi guru di Buleleng.

Raden Soekemi datang ke Singaraja melalui pelabuhan Buleleng. Saat itu Singaraja merupakan pusat Ibu kota Keresidenan Bali dan Lombok pada zaman kolonial. 

“Singaraja ditetapkan sebagai ibukota keresidenan Bali - Lombok pada tahun 1882. Karena sebagai ibu kota, tentu ada pendidikan yang saat itu bertujuan untuk mencetak orang pribumi agar bisa baca, tulis, hitung,” jelasnya. 

Baca juga: ARUS Balik Penumpang dari Nusa Penida Membludak, Pasca Persembahyangan Bude Cemeng Klawu

Baca juga: MULAI Naik Plafon Sampai Hindari Semburan Kobra, Kisah Damkar Klungkung Evakuasi Ular Berbisa

Bekas kos - Nyoman Suma Arthana menunjukkan bekas kamar kos yang dulu pernah dihuni Raden Soekemi.
Bekas kos - Nyoman Suma Arthana menunjukkan bekas kamar kos yang dulu pernah dihuni Raden Soekemi. (Tribun Bali/ Muhammad Fredey Mercury)


Sebagai seorang guru, Raden Soekemi memiliki status yang sangat baik dan sangat dihormati masyarakat, karena guru merupakan pengembang moral.

Pada saat itu, asisten residennya adalah Van Der Tuuk yang merupakan pendiri museum lontar, Gedong Kirtya.

Sebagai orang yang mampu baca, tulis, serta memahami peradaban, residen Bali-Lombok saat itu, Van Der Tuuk sering mengajak Raden Soekemi dalam berbagai kegiatan.

Salah satunya mengumpulkan lontar. “Dari sinilah Raden Soekemi banyak dikenal masyarakat, bahkan mengerti dengan budaya Bali,” jelasnya. 

Karena hal ini pula Raden Soekemi mengenal Rai Srimben. Sayang kisah cinta keduanya tidak mendapat restu dari pihak keluarga. Raden Soekemi sempat meminta saran dari pihak adat, yang akhirnya diberi solusi kawin lari.

“Kawin lari pada masa itu tidak bisa dipandang sesuatu yang negatif. Justru kawin lari pada masa itu dipercaya akan melahirkan anak yang kesatria,” ucapnya.

Setelah menikah, Raden Soekemi dan Rai Srimben masih tinggal di kosnya. Hingga pada 1898, anak pertama keduanya lahir. Anak itu diberi nama Soekarmini. Ari-arinya ditanam di belakang rumah, yang kemudian ditanami pohon belimbing sebagai pengingat. 

Made Pageh mendukung penuh rencana menjadikan bekas indekost Raden Soekemi, maupun SDN 1 Paket Agung sebagai cagar budaya. Namun ia menekankan tentang kontinuitas. 

“Sejarah itu berkaitan dengan kontinuitas, berkaitan juga dengan isi otak, bukan sekadar isi perut. Sehingga saya harap minimal ada penjelasan mengenai situs-situs ini. Agar masyarakat paham dan mengerti mengapa ini menjadi cagar budaya,” ucapnya. 

Bekas kamar kos Raden Soekemi maupun pohon belimbing itu hingga kini masih ada. Namun karena bangunan termakan usia, kamar itu sempat direnovasi oleh pemilik rumah. “Renovasinya sudah cukup lama.

Namun kami tetap mempertahankan bentuk aslinya,” ucap Nyoman Suma Arthana, pemilik rumah kos itu. 
Suma Arthana juga mengatakan, ruang kamar kos Raden Soekemi dulunya dibagi menjadi dua tempat. Yakni untuk kamar tidur dan gudang. Setelah Soekarmini berusia setahun, keluarga kecil ini pindah ke Surabaya.

“Diperkirakan saat pindah ke Jawa, usia kehamilan Rai Srimben sudah memasuki beberapa bulan,” ujarnya. (mer)

Patung Raden Soekemi 

Di SD Negeri 1 Paket Agung juga terdapat sebuah patung Raden Soekemi. Patung ini merupakan gagasan masyarakat yang kemudian direalisasikan oleh Pemerintah Kabupaten Buleleng saat itu.

Awalnya patung Raden Soekemi berukuran kecil. Hingga setahun kemudian karena banyak masukan dari masyarakat, ukuran patung akhirnya diperbesar. 

“Kemarin saat perayaan satoe setengah abad, ada aspirasi untuk kembali memperbesar ukuran patung agar lebih berwibawa. Mengenai hal ini, kami akan sampaikan pada Pemkab Buleleng,” ucap Wiratmaja. 

Menurutnya, aspirasi dari masyarakat ini selaras dengan rencana Pemkab Buleleng, yakni penataan kawasan heritage Kota Singaraja, dari Taman Bung Karno, Bale Agung, SD Negeri 1 Paket Agung, hingga titik nol di Kantor Pemkab Buleleng

Sebagai warga Bali, tentu menjadi kebanggaan bahwa sang proklamator yang membuat dunia kagum dengan pidatonya yang berapi-api, ternyata memiliki darah Buleleng.

Kebanggaan sebagai warga Buleleng semakin bertambah setelah diketahui bahwa ayah sang proklamator ternyata pernah menjadi guru dan tinggal beberapa tahun di Buleleng

“Kita punya beban moral bagaimana menyampaikan pada generasi muda agar jangan sekali-kali melupakan sejarah, serta menyatukan pemahaman masyarakat bahwasanya ada Rai Srimben dan Raden Soekemi yang bersatu hingga melahirkan proklamator Indonesia,” ungkapnya. (mer)

Pertemuan Pertama di Pelabuhan Buleleng

Banjar Adat Bale Agung adalah salah satu Banjar di Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng. Banjar Adat Bale Agung merupakan kampung kecil yang penghuninya masih memiliki hubungan keluarga. 

Salah satunya Ni Made Liran yang menikah dengan Nyoman Pasek. Keduanya masih satu keluarga dan tinggal di satu pekarangan. Kedua pasutri ini memiliki beberapa anak, salah satunya bernama Nyoman Rai Srimben, yang tidak lain adalah Ibunda Bung Karno. Nyoman Rai Srimben lahir pada 1 Januari 1881. 

Penglingsir Banjar Bale Agung, Jro Made Arsana mengungkapkan, pertemuan pertama Rai Srimben dengan Raden Soekemi terjadi di Pelabuhan Buleleng.

Saat itu, Raden Soekemi yang ditugaskan sebagai guru di SD Negeri 1 Paket Agung baru tiba di Pelabuhan Buleleng. Ia dijemput oleh Nyoman Peteng beserta sejumlah rombongan.

Diceritakan jika Rai Srimben ada dalam rombongan yang menjemput Raden Soekemi. Bahkan keduanya sempat bertatapan mata. “Namun hanya sebatas itu saja,” katanya. 

Selama menjadi guru, Raden Soekemi kerap mengunjungi Van Der Tuuk yang rumahnya berlokasi di Banjar Beratan. Untuk menuju ke rumah Van Der Tuuk, otomatis Raden Soekemi akan berjalan dari rumah kos melintasi Banjar Bale Agung. 

Setiap melintas, Raden Soekemi kerap dipanggil oleh anak-anak sekitar dengan sebutan ‘Guru Raden’. Maklum karena tampilan pakaiannya pun berbeda dengan masyarakat lokal. Raden Soekemi mengenakan dasi, sedangkan masyarakat lokal hanya telanjang dada. 

“Karena banyak anak-anak, sehingga beliau sering masuk ke Bale Agung untuk mengajak sekolah. Saat itulah keduanya bertemu untuk kali kedua,” ujarnya. 

Melihat Raden Soekemi mengajar anak-anak, sejatinya ada keinginan Rai Srimben untuk ikut belajar. Sayang usianya saat itu sudah terlalu tua, yakni 14 tahun. Walau demikian, Rai Srimben akhirnya mendapat pelajaran baca tulis dari adik-adiknya yang sekolah. 

Antara Rai Srimben dengan Raden Soekemi sejatinya ada saling suka. Namun untuk berkenalan secara langsung cukup sulit. Sampai akhirnya ada seorang sepupu bernama Made Lastri.

Pada masa kini, peran Made Lastri mungkin disebut sebagai ‘mak comblang’. Karena berkat dialah Raden Soekemi bisa berkenalan dengan Rai Srimben. 

Rai Srimben memiliki hobi menari, dan menggemari tari rejang tua. Walaupun para penarinya merupakan orang tua, namun Rai Srimben kerap turut serta.

Suatu ketika, acara tersebut banyak dihadiri tamu terhormat. Mulai dari tokoh residen hingga raja Buleleng. Termasuk Raden Soekemi juga ikut menonton.

“Ada salah satu proses namanya Ngider Bhuana, yaitu berputar-putar sambil menari. Di situlah Raden Soekemi melemparkan bunga,” ucapnya. 

Hubungan keduanya pun berlanjut dan semakin dekat, namun dilakukan secara diam-diam. Ini karena Rai Srimben sudah dijodohkan. Bahkan ada tiga laki-laki yang menjadi calonnya saat itu.

Namun Rai Srimben tetap teguh hanya mencintai Raden Soekemi. Satu orang lagi yang turut membantu melancarkan hubungan keduanya yakni Made Kaler. 

Saat kawin lari, keduanya sempat menuju ke kantor polisi Belanda untuk menyampaikan bahwa keduanya hendak kawin lari atas dasar suka sama suka. Pihak kepolisian akhirnya memberitahu keluarga Rai Srimben, hingga keluarga besar mendatangi kantor polisi.

Di tempat inilah terjadi momen haru. Sebab keluarga besar termasuk sang kakek turut mendatangi kantor polisi. Rai Srimben bahkan sempat sujud di kaki keluarga.

Namun marahnya pihak keluarga belum reda karena emosional. Bahkan sampai ada pihak keluarga yang meminta agar Rai Srimben tidak diperbolehkan pulang ke rumah bajang. 

Akhirnya Raden Soekemi dan Rai Srimben kawin lari pada 15 Juni 1897. Pernikahan keduanya berlangsung di Tulungagung, Jawa Timur. Namun akhirnya kembali lagi ke Buleleng, sebab Raden Soekemi harus melanjutkan pekerjaan sebagai guru. 

Kendati hubungan keduanya cukup rumit, namun pada tahun 1930-an, hubungan keluarga sudah kembali baik. Terbukti dengan adanya surat-surat dari Rai Srimben. “Surat itu isinya mengajak keluarga agar berkunjung ke Blitar,” ucap Jro Arsana. 

Biasanya, dalam pernikahan orang Bali ada ritual mepamit. Namun karena pernikahan Rai Srimben dan Raden Soekemi dilakukan secara kawin lari, maka ritual tersebut tidak dilaksanakan.

Beberapa praktisi spiritual yang berkunjung menyebut aura Rai Srimben masih berada di lokasi. Tak hanya praktisi spiritual, menurut Jro Arsana, beberapa pandita juga mengatakan hal serupa. 

“Secara niskala beliau ingin diaben dan setelahnya minta dilinggihkan di Blitar. Namun karena di Blitar sudah menjadi situs cagar budaya, tentu sulit tanpa pemberitahuan. Makanya saya ingin menyampaikan pada Bu Mega (Megawati Soekarnoputri), namun sampai sekarang belum sempat karena belum ada waktu untuk bertemu,” tandasnya. (mer)

Bekas kos - Nyoman Suma Arthana menunjukkan bekas kamar kos yang dulu pernah dihuni Raden Soekemi.
Bekas kos - Nyoman Suma Arthana menunjukkan bekas kamar kos yang dulu pernah dihuni Raden Soekemi. (Tribun Bali/ Muhammad Fredey Mercury)

Peringatan Satoe Setengah Abad

Salah satu tempat yang menjadi saksi sejarah yakni SDN 1 Paket Agung. Sekolah yang berlokasi di Kelurahan Paket Agung, Buleleng ini berdiri pada 1 Agustus 1875. Kala itu, SDN 1 Paket Agung merupakan satu-satunya yang ada di Bali. Yang mana kala itu Buleleng menjadi ibu kota Sunda Kecil. Di sekolah ini pula pernah menjadi tempat mengajar Raden Soekemi. 

“Raden Soekemi mengajar di sini selama sembilan tahun, tepatnya dari tahun 1891 hingga tahun 1900. Beliau merupakan guru pindahan dari Jawa Timur,” ucap Kepala Sekolah SDN 1 Paket Agung, Ni Ketut Marniati. 

Tentu menjadi kebanggaan bagi pihaknya, sebab tempat ini merupakan satu-satunya sekolah yang ada di Bali Nusra pada saat itu. Bentuk kebanggaan inipun diwujudkan dengan cara menjaga peninggalan sejarah yang ada. Seperti stamboek atau buku induk siswa, hingga lemari warisan zaman Belanda. “Lemari itu bahkan masih kami manfaatkan sampai sekarang,” imbuhnya. 

Karena merupakan saksi sejarah, tak jarang pihak sekolah menerima kunjungan budaya. Bahkan belum lama ini, digelar acara peringatan ‘satoe setengah abad’ SDN 1 Paket Agung dari alumni lintas generasi. 

“Acara ini pun kami sambut dengan baik, agar anak-anak tidak lupa dengan sejarah. Kami sejarah di sekolah ini membuat SD Negeri 1 Paket Agung semakin dikenal masyarakat, serta berdampak positif bagi prestasi akademik dan non akademik siswa kami,” harapnya. 

Sebelum bernama SD Negeri 1 Paket Agung, sekolah ini diketahui mengalami beberapa perubahan nama. Mulai dari Tweede Klasse School, kemudian berganti menjadi Sekolah Rendah, lalu menjadi Sekolah Rakyat.

Setelahnya berubah menjadi SD Negeri 1 dan 10 Paket Agung, kemudian menjadi SD Negeri 1 dan 2 Paket Agung. 

“Baru di tahun 2022 namanya menjadi SD Negeri 1 Paket Agung. Dari berbagai literatur, terungkap salah satu guru merupakan ayahanda Putra Sang Fajar, atau Bung Karno,” ungkap Ketua Panitia Satoe Setengah Abad SDN 1 Paket Agung, Ketut Wiratmaja. 

Hal ini pula yang menjadi dasar alumni lintas generasi menyelenggarakan perayaan Satoe Setengah Abad SD Negeri 1 Paket Agung. Ada berbagai kegiatan yang diselenggarakan.

Mulai dari menyusuri jejak sejarah, pameran tematik, parade baca puisi, hingga penghormatan bendera merah putih. Ada beberapa tempat bersejarah yang dikunjungi saat itu. Salah satunya bekas indekost Raden Soekemi, yang berlokasi di Jalan Gunung Batur Nomor 1, Kelurahan Paket Agung, Buleleng

Menurut Wiratmaja, tidak banyak yang tahu Raden Soekemi pernah tinggal di rumah kos milik almarhum Nyoman Gede Suta ini. Bahkan di tempat ini pula terdapat salah satu situs berupa pohon belimbing putih, yang konon ditanam ari-ari ibu Soekarmini atau kakak kandung Soekarno

Tak hanya itu, dalam perayaan satoe setengah abad juga digelar parade baca puisi dengan tema mengingat kembali sejarah yang terputus. Tema ini sengaja diangkat karena kebanyakan masyarakat lebih tahu sejarah dari Nyoman Rai Srimben yang merupakan ibu dari Soekarno.

Sementara sejarah Raden Soekemi terkesan tenggelam. “Karenanya kami ingin mensejajarkan ini. Kami ingin masyarakat tahu secara utuh,” ungkapnya. 

Pada momentum inipula pihaknya juga mengajak Forkompinda Buleleng. Tujuannya agar apa yang menjadi catatan sejarah bisa menjadi perhatian pemerintah. Baik pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten.

“Rumah Nyoman Rai Srimben sudah menjadi cagar budaya. Kita berharap rumah bekas kos Raden Soekemi juga dijadikan cagar Budaya. Termasuk SD Negeri 1 Paket Agung,” harapnya. (mer)

Sumber: Tribun Bali
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved