TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Reinkarnasi atau Punarbhawa (terlahir kembali setelah kematian), merupakan keyakinan umat Hindu yang dapat dibuktikan kebenarannya.
Di Bali, pembuktian dilakukan dengan ritual ‘ngaluwang’.
Dalam ritual ini, setiap orang yang memiliki bayi baru lahir, mereka akan meminta bantuan ‘orang pintar’ untuk mengetahui atman siapa yang mewujud sebagai bayi itu.
Melalui perantara ‘orang pintar’, atman tersebut berkomunikasi dengan orangtua si bayi, bahwa yang reinkarnasi adalah, misalnya ‘dadong A’.
Dalam komunikasi tersebut, sang atman menguraikan ciri-ciri sang bayi.
Dia juga mengutarakan alasannya reinkarnasi.
Dan sebagaian besar dikarenakan ingin mewujudkan keinginannya yang tidak terpenuhi saat dia masih hidup di dunia ini sebagai dadong A.
Namun yang kerap membuat umat kebingungan, tidak jarang atman itu atau misalnya dadong A ini sebenarnya sudah terlahir menjadi ibu si bayi, akan tetapi dalam ritual ngaluwang dikatakan, bahwa atman yang bereinkarnasi menjadi si bayi justru atman yang sudah bereinkarnasi menjadi si ibu.
Dalam artian, bayi dan ibunya yang masih hidup merupakan reinkarnasi dari satu atman.
Terkait hal itu, bagaimanakah sesungguhnya konsep reinkarnasi itu.
Apakah satu atman bisa bereinkarnasi lebih dari satu wujud dalam masa kehidupan yang sama?
Sebagaimana kita ketahui bersama, kehidupan itu terdari dari tiga unsur, yakni spirit (atman), psikis (budi, manah, dan ahamkara), dan unsur material (tubuh).
Ketika proses penciptaan kehidupan terjadi, penyebab dari kehidupan ini adalah Tuhan.
Tuhan sebagai kuasa prima atau Sang Hyang Sangkan Paraning Numadi.
Artinya, ketika akhir zaman pun, Tuhan adalah kuasa finalis, sehingga ketika akhir dunia, semua unsur akan kembali ke Tuhan.
Ketika Tuhan mengadakan alam semesta, beliau menggunakan tiga unsur itu (spirit, psikis, dan material).
Unsur atman merupakan bagian Tuhan itu sendiri, sementara material dan psikis merupakan mahayoni atau maya (tidak kekal) yang ada pada Tuhan, hal ini sesuai dengan konsep Samkya dan Yoga.
Ketika atman ini memasuki unsur psikis dan material, di situ akan terjadi proses kehidupan.
Dan, dalam proses kehidupan, kehendak atman bukan lagi kehendak Tuhan sendiri.
Artinya, meskipun dia bersumber dari Tuhan, tetapi akhirnya dia tidak mengikuti kehendak Tuhan atau asal muasalnya.
Nah, disebabkan ada proses penyimpangan dari kehendak Tuhan, mengakibatkan ketika unsur maya itu rusak (mati), atman tidak bisa kembali pada Tuhan karena telah terkontaminasi oleh karma wasana.
Untuk bisa kembali atau menyatu pada Tuhan, atman harus membersihkan karma buruk (penyimpangan) yang dilakukannya saat masih hidup di dunia dengan cara reinkarnasi kembali, dan diharuskan bisa melakukan perbuatan nishkama-karma (karma tanpa motif, yang hanya dipersembahkan kepada Tuhan).
Namun jika dalam reinkarnasi sang atman justru kembali menambah karma buruk atau wisaya karma (ego psikis dan ego material), dia akan terus mengalami kelahiran kembali.
Jika di setiap kehidupan dia memiliki banyak keinginan namun tidak terwujud dalam kehidupan, keinginan-keinginannya itu akan membuatnya bereinkarnasi dalam banyak wujud, seperti halnya dadong A, yang bereinkarnasi menjadi si bayi dan ibu si bayi.
Dan, setiap perwujudannya tersebut mencerminkan setiap keinginannya.
Itu artinya, spirit atau atman itu bukanlah benda yang begitu masuk ke alam lain, tidak berarti dia pindah ke alam itu seperti sebuah benda.
Dalam Teori Gerak dikatakan, sesungguhnya tidak ada sesuatu yang bergerak di dunia ini.
Pada titik tertentu dia diam, tetapi tempat berdiamnya inilah yang bergeser sehingga dia terlihat bergerak.
Konsep reinkarnasi ini juga bisa dianalogikan seperti arus listrik.
Listrik yang dialiri ke ribuan rumah, bukan berarti listrik di pusatnya habis.
Dia bisa mengaliri bola lampu, komputer dan sebagainya, padahal dia berasal dari ‘atman’ yang sama.
Hal ini juga terjadi pada atman.
Lalu berapa kali atman bisa lahir dalam wujud yang hidup di kehidupan yang bersamaan?
Sejumlah sumber mengatakan, atman yang terikat karma itu wajib terlahir ke dunia dengan berbagai chasing, baik itu hewani, tumbuhan dan manusia.
Dikatakan, hal ini akan berlangsung hingga 5 juta kali atau sampai akhir zaman.
Namun proses ini bisa dipotong dengan cara moksa. (*)