Ngopi Santai

Sindrom Gempa Khayalan, Apa Itu dan Apakah Anda Mengalaminya?

Penulis: I Putu Darmendra
Editor: Ady Sucipto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi

TRIBUN-BALI.COM - "Gempa, gempa, gempa lagiii..," perempuan itu berteriak tiga kali.

Ia lari ke halaman rumah meloncat-loncat. Wajahnya menunjukkan kepanikan.

Penghuni rumah lainnya pun kesambet kepanikan yang sama kemudian menyusul berlari ke luar.

"Di mana ada gempa, mana gempanya?," tanya mereka.

Perempuan itu terdiam lalu menenangkan diri sejenak. Matanya nanar berkeliling menatap bangunan rumah yang sesak bergelantungan sangkar burung.

Loh kenapa tak ada yang bergoyang satu pun? Ia sadar, senyumnya mengembang malu sekejap sesudahnya sembari berkata,

"Ternyata tidak ada gempa ya," ujarnya tersipu kembali ke kamar.

Andai cerita ini tersaji di film kartun bergenre komedi, maka mereka yang ikutan panik akan bereaksi menjatuhkan diri dengan kaki di atas bersuara "Gedubraaak".

Bu Belong nama perempuan itu. Kini ia sering berhalusinasi setelah gempa sungguhan membombardir Lombok hingga guncangannya terasa ke Bali. Dampaknya beberapa kali petani murah senyum ini kaget sendiri.

Hendak melelapkan tubuh yang lelah usai seharian kerja di sawah, mendadak ia terjaga dan berlari sembari berteriak gempa.

Hendak menuntaskan kewajiban membuat perlengkapan upacara, seketika ia beranjak dan berteriak gempa.

"Sepertinya ibu trauma setelah gempa besar itu," keluh Bu Belong kepada anak sulungnya yang tampak setengah kesal karena belakangan acap bangun kepagian gara-gara kepanikan ibunya itu.

Sebenarnya ada apa dengan Bu Belong yang sering merasakan gempa meski tak ada gempa sama sekali? Sebagian dari kita mungkin merasakan hal yang sama.

Dikutip dari berbagai sumber, Bu Belong mengalami Phantom Quake Syndrome atau sindrom gempa khayalan.

Phantom Quake Syndrome adalah kondisi saat kita seakan masih merasa gempa setelah terjadi gempa yang terbilang besar.

Kategori gempa besar bermagnitudo antara 7 Skala Richter (SR) hingga 8 SR. Sedangkan gempa Lombok yang guncangannya terasa sampai di Bali ini dua kali tercatat berskala besar.

Jadi secara syarat, aspek yang membuat orang mengalami trauma hingga berhalusinasi terjadi gempa sudah terpenuhi.

Kepala Science Gallery di King’s College, London, Daniel Glaser menjelaskan, gempa khayalan normal terjadi setelah seseorang ada pada situasi mengalami gempa besar.

Gempa bumi membuat keseimbangan kita terganggu karena otak ikut terguncang.

Gempa khayalan bisa terjadi kapan saja.

Saat kamu duduk di meja kerja seakan lantai bergoyang padahal tidak, saat kamu di toilet seakan tembok bergetar padahal tidak, saat di halte menunggu bus seakan kamu diayak bak pasir padahal tidak.

Bahkan saat sedang tidur kasur mu seakan terangkat padahal tidak.

Gempa khayalan sama halnya dengan kondisi di mana seseorang merasa terus bergoyang saat berada di darat setelah melewati perjalanan di laut.

Dalam halusinasi lainnya, pernah tidak terngiang suara ponsel berdering meskipun tidak ada yang menghubungi kalian. Pernah tidak merasakan saku bergetar padahal ponsel kalian ada pada mode dering.

Dr Hideaki dari Mejiro University Clinic menyebutkan, sensasi ini adalah kondisi yang mirip dengan penyakit gerakan. Gempa khayalan semacam ketakutan psikologis yang membayangi kepala.

Gempa khayalan representasi ketakutan bagi orang yang telah menyaksikan gempa bumi besar sebelumnya. 

Korban khawatir terhadap gempa besar yang telah atau akan terjadi.

Mereka yang menderita sindrom ini telah mengalami sejumlah tremor atau sedang merasakan guncangan bumi yang cukup sering sehingga gempa menjadi peristiwa yang umum.

Meskipun tidak ada obat, dokter menyarankan agar orang-orang yang mengalami perasaan ini fokus menenangkan diri.

 Jangan panik yang hanya akan membuat keadaan menjadi lebih buruk lagi. 

"Bu, kalau merasa gempa lagi agar tidak panik sendiri seperti ini, tanya orang-orang di sekitar ya. Pastikan mereka juga merasakan getaran. Kalau tidak, segera tarik napas, fokus tenangkan diri. Kalau gempa, segera selamatkan diri. Masuk ke kolong meja atau berlari ke halaman rumah. Jangan ambil ponsel lalu bikin status gempa, itu konyol namanya. Keselamatan dulu yang diprioritaskan," pesan anaknya untuk Bu Belong. (*) 

Berita Terkini