TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Hari ini, Sabtu (20/4/2019) merupakan Hari Raya Tumpek Wayang.
Bagi yang lahir wuku Wayang mereka akan mengikuti ruwatan atau sapuh leger.
Apa sebabnya mereka harus melakukan hal itu?
Secara mitologis dan sastra Bhatara Kumara lahir pada Wuku Wayang yang juga kelahiran kakaknya Bhatara Kala.
“Sehingga karena lahir pada wuku yang sama itulah, maka Rare Kumara dianggap mamada-mada sehingga Bhatara Kala memiliki hak memakan adiknya,” kata I Putu Eka Guna Yasa, Dosen Bahasa Bali Unud.
Ketika Kala meminta ijin, Bhatara Siwa tidak mengijinkan memakan adiknya dengan alasan masih kecil, dan Siwa baru mengijinkan jika Bhatara Kumara sudah besar.
“Karena sayang pada Bhatara Rare Kumara, seketika itu Bhatara Siwa menemuinya dan diberikan anugrah yaitu akan tetap kecil, sehingga tidak dimakan oleh kakaknya,” imbuh Guna.
Dalam buku Wayang Sapuh Leger karya I Dewa Ketut Wicaksana diuraikan mengenai kisah Bhatara Kumara ini pada halaman 65.
Adapun sumber yang dirujuk buku ini yaitu Lontar Kidung Sapuh Leger, No. Va. 645, koleksi Gedong Kirtya, Singaraja.
Diceritakan bahwa Bhatara Siwa atau Bhatara Guru memiliki dua orang putra yaitu Bhatara Kala dan Sang Hyang Rare Kumara yang lahir pada minggu yang sama yaitu wuku wayang.
Kala marah karena adiknya memiliki otonan yang sama dan meminta ijin kepada ayahnya untuk memakannya.
“Guru memberitahu Kala untuk menunggu selama tujuh tahun, karena adiknya masih bayi. Dengan perasaan sedih Siwa memanggil Kumara dan memberitahu dia tentang maksud Kala, karena tidak bisa dicegah. Kemudian Guru mengutuk (pastu) Kumara untuk tetap kecil (kerdil) tidak pernah dewasa,” tulis Wicaksana dalam bukunya itu.
Tujuh tahun kemudian, Kala bermaksud akan memakan Kumara, dan Siwa meminta Kumara untuk mengungsi ke Kerajaan Kertanegara.
Akan tetapi, Kala mencium tapak kaki Kumara sehingga Kala pun mengejar Kumara.
“Kala menemukan adiknya lari terbirit-birit, namun Kumara lolos melalui serangkaian tipuan: bersembunyi dalam rimbun bambu (buluh), bersembunyi dalam kayu bakar yang tidak diikat, lolos melalui tungku perapian,” tulis Wicaksana lagi.