Hakim Tolak Eksepsi Suyadi, Sidang Korupsi Pengadaan 4 Unit Kapal Inka Mina DKP Bali Dilanjutkan

Penulis: Putu Candra
Editor: Ady Sucipto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Pengadilan

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR -- Majelis hakim menolak nota keberatan (eksepsi) Direktur PT. F1 Perkasa, Suyadi (50) yang diajukan melalui tim penasihat hukumnya.

Sebelumnya, Suyadi yang masih berstatus terpidana empat tahun penjara kasus pengadaan tujuh unit kapal Inka Mina mengajukan eksepsi.

Eksepsi diajukan, menanggapi surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam dugaan korupsi pengadaan 4 unit kapal yang anggaran bersumber dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali tahun 2014.

Ditolaknya eksepsi Suyadi disampaikan majelis hakim pimpinan I Wayan Sukanila dalam pembacaan amar putusan sela di sidang Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin.

Majelis hakim berpendapat, bahwa surat dakwaan a quo telah memenuhi syarat.

"Maka keberatan penasihat hukum terdakwa yang menyatakan uraian dakwaan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap adalah tidak beralasan secara hukum. Keberatan dari penasihat hukum tidak dapat diterima," jelas hakim.

Juga terhadap keberatan dari penasihat hukum perlu dilakukan pembuktian lebih lanjut dalam pemeriksaan perkara ini.

Menurut majelis hakim, keberatan penasihat hukum terdakwa telah memasuki pokok perkara dan di luar ketentuan Pasal 156 ayat (1) KUHAP.

Oleh karena itu harus dikesampingkan dan dinyatakan tidak dapat diterima.

"Mengadili, menolak keberatan penasihat hukum terdakwa Suyadi. Menyatakan sah surat dakwaan Penuntut Umum sebagai dasar untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara Tindak pidana korupsi atas nama terdakwa Suyadi. Memerintahkan Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara ini," tegas Hakim Ketua Wayan Sukanila.

Dengan ditolaknya eksepsi yang diajukan pihak terdakwa, sidang akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian dari tim jaksa.

Oleh karena itu majelis hakim memerintahkan tim jaksa menyiapkan para saksi untuk didengar keterangannya di persidangan. Sidang pun akan kembali digelar dua pekan mendatang.

Diketahui dalam surat dakwaan, Suyadi didakwa oleh tim jaksa dengan dakwaan primair dan subsidair. Dakwaan primair, perbuatan Suyadi diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan dakwaan subsidair, Suyadi dinilai melanggar Pasal Pasal 3 Undang-Undang RI No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam kasus ini, Suyadi selaku PT F1 Perkasa adalah pemenang lelang pengerjaan pengadaan kapal penangkap ikan ukuran besar, atau sama dengan 30 GT dan alat penangkap ikan.

Dengan jumlah empat unit kapal Inka Mina. Namun pada proses pengerjaannya, ia tidak bisa menepati waktu sesuai kontrak.

Selain itu, empat mesin yang dipasang pada kapal Inka Mina belum dibayar oleh terdakwa.

Dalam perkara ini, Suyadi dinilai telah memperkaya diri sendiri sebesar Rp 800 juta. Nominal itu juga menjadi kerugian negara yang ditumbulkan Suyadi.

Sebagai terungkap dalam surat dakwaan, pada tahun 2014 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali memperoleh pagu anggaran Rp 6.250.717.000 untuk pengadaan 4 unit kapal penangkap ikan ukuran 30 GT berbahan kayu dan alat tangkap (Inka Mina).

Lalu Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang pekerjaan perencanaan kepada Pokja Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

Setelah dilakukan seleksi, yang memenuhi syarat adalah PT Dharma Kreasi Nusantara dengan direktur Muhamad Husaefah senilai Rp. 17.160.000.

Selanjutnya, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa Konsultasi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali.

Dan yang dinyatakan sebagai pemenang lelang adalah PT Mulia Artha Loka, direktur Suwanto.

Nilai penawarannya sebesar Rp.222.200.000. Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa selaku PPK bersama Direktur PT Mulia Artha Loka, Suwanto menandatangani kontrak.

Kembali Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Bali mengajukan lelang kepada Pokja Pengadaan Jasa konstruksi ULP Pengadaan Barang/Jasa Pemprov Bali. PT F1 Perkasa (Direktur Suyadi) adalah pemenang lelang dengan nilai penawaran Rp 5.968.000.000.

Kemudian, I Made Dwi Wirya Astawa bersama Suyadi menandatangani kontrak sesuai nilai penawaran. Jangka waktu pelaksanaan terhitung sejak tanggal 17 April 2014 sampai dengan 12 Desember 2014.

Pada tanggal 18 April 2014 Suyadi mengajukan pembayaran uang muka 20 persen dari nilai kontrak, yakni Rp 1.199.000.000. setelah itu Suyadi melaksanakan pekerjaan pengadaan 4 unit kapal berbahan kayu tersebut.

Tanggal 2 Oktober 2014, Suyadi mengajukan permohonan pembayaran tahap I. Uang sebesar 2.387.200.000 kemudian ditransfer ke rekening bank atas nama PT F1 Perkasa.

Namun terdakwa selaku rekanan pelaksana pembangunan empat unit kapal itu telah melanggar kontrak.

Progres pengerjaan tidak sesuai dengan jadwal yang disepakati dalam kontrak yakni berakhir 12 Desember 2014. Faktanya progres pengerjaan dicapai saat itu hanya 55,00 persen.

"Meskipun atas keterlambatannya telah diperingati beberapa kali, namun tetap tidak ada kemajuan," beber Jaksa Agung Wisnhu kala membacakan surat dakwaan pada sidang sebelumnya.

Singkat cerita dilakukan pemutusan kontrak. Kemudian I Made Dwi Wirya Astawa dan staf konsultan pengawas datang ke galangan PT F1 Perkasa dan melihat tiga buah mesin induk sudah dilepas dan diambil oleh orang yang mengaku suruhan dari PT Rutan Surabaya.

Dalam melaksanakan pembangunan empat unit kapal itu dengan progres 55,64 persen, terdakwa telah menerima uang Rp 3.586.200.000.

Sementara dalam perincian uang muka yang diajukan terdakwa menyebutkan satu unit mesin kapal seharga Rp 200 juta.

Harga Rp 200 juta di kali empat, jumlahnya Rp 800 juta.

"Terdakwa telah menerima uang Rp 3,5 miliar lebih, dan seharusnya digunakan Rp 800 juta untuk melunasi empat unit mesin kepada PT Rutan Surabaya. Namun uang terdakwa pergunakan untuk keperluan sendiri," ungkap Jaksa Agung Wisnhu. (*) 

Berita Terkini