TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Dit Reskrimum Polda Bali mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang atau ekploitasi anak.
Pengungkapan ini berawal dari laporan keluarga yang mengatakan ada salah satu keluarganya diiming-imingi pekerjaan di Bali.
Diketahui korban bernama EN (15) asal Cianjur, Jawa Barat yang bekerja di Cafe Mahoni yang beralamat di Banjar Dinas Bugbugan, Desa Senganan, Penebel, Tabanan, Bali.
Wakil Direktur Reskrimum Polda Bali AKPB Suratno saat dijumpai di Polda Bali, ia mengatakan korban sebelumnya mendapat tawaran pekerjaan dari Group Info Loker Sukabumi.
"Pengaduan ini berawal dari kakak ipar korban ke Polda Bali. Kemudian Polda Bali menindak lanjuti kasus tersebut dan turun ke lokasi atau TKP. Setelah di TKP ternyata ditemukan ada anak dibawah umur," ujarnya, Selasa (28/1/2020) di ruang Rapat Dit Reskrimum Polda Bali.
Sebelum pengungkapan ini, di tanggal 28 Desember 2019 korban direkrut oleh tersangka berinisial PR (28) perempuan asal Sukabumi yang membagikan info lowongan kerja Sukabumi Facebook.
Korban yang melihat postingan tersebut langsung mengirim pesan atau messenger di Facebook untuk menanyakan persyaratan dan cara kerjanya.
Tersangka PR lalu meminta KTP korban, namun karena korban belum memiliki kartu identitas, pelaku PR meminta menunjukkan kartu keluarga EN.
"Korban dijanjikan bekerja untuk menemani tamu ngobrol dan karaoke. Ia dijanjikan dengan gaji Rp 2 juta sampai Rp 4 Juta, tiket pesawat dan tempat tinggal juga ditanggung. Dari situ korban tertarik untuk bekerja," lanjutnya.
Di hari berikutnya, 29 Desember 2019 korban lalu berangkat dari Cianjur menuju Sukabumi, kemudian melanjutkan ke Bogor dan melanjutkan ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Setelah sampai di Bandara Soekarno-Hatta, korban dikirimi tiket pesawat oleh tersangka lainnya yakni IY (22) asal Sukabumi yang merupakan pengelola cafe Mahoni.
Korban diberi tiket pesawat jenis Lion Air JT-16 yang berangkat menuju Bali.
Selanjutnya korban terbang menuju Bandara Internasional Ngurah Rai dan setelah tiba, ia dijemput oleh PR lalu melanjutkan perjalanan menuju Cafe Mahoni.
Seteleh tiba di cafe, korban lalu diminta untuk tinggal di mess area pekarangan cafe dan pada tanggal 30 Desember 2019 korban mulai bekerja dari pukul 19.00 Wita malam hingga 02.00 Wita dini hari.
Namun sebelum bekerja, korban didandani terlebih dahulu dan selanjutnya korban diminta untuk mengenakan pakaian seksi oleh IY.
Korban lalu diminta untuk melayani tamu minum-minuman keras atau beralkohol dengan suasana yang gelap dan rentan dengan pelanggaran norma kesusilaan serta kesopanan.
Bahkan saat bekerja, korban sempat ingin dicium oleh tamu cafe yang dalam kondisi mabuk.
Pada tanggal 1 Januari 2020, korban lalu disodorkan surat kontrak kerja yang isinya ada jeratan hutang, yang diberikan oleh IY.
Namun korban yang telah menandatangani surat kontrak kerja, tidak membaca isi surat tersebut terlebih dahulu.
"Dalam isinya mengatakan korban harus bekerja selama 6 bulan dan kalau berhenti sebelum kontrak habis maka korban harus ganti rugi," kata Wadir Reskrimum.
Dalam hal lainnya, korban juga disodorkan draft surat pernyataan yang telah diketik IY, EN lalu diminta untuk menulis ulang dikertas lainnya yang bertuliskan.
'Saya menyatakan bahwa saya bekerja dengan kemauan sendiri dan tanpa paksakan dari orang lain, saya bekerja untuk mencari nafkah untuk kedua orang tua saya'.
Pada tanggal 3 Januari 2020, korban lalu dihubungi melalui telepon oleh ibu kandungnya yang saat itu tengah bekerja di luar negeri dan meminta agar EN kembali pulang ke Cianjur.
"Korban ditelpon ibunya untuk kembali pulang ke Cianjur, karena ibunya tidak menginjinkan korban bekerja di cafe M. Namun korban mengatakan kalau dia tidak bisa pulang lantaran sudah menandatangani kontrak kerja dan harus ditebus Rp 10 juta kalau ingin keluar (berhenti)," terangnya.
Dari kejadian tersebut, korban merasa ditipu karena sebelumnya dijanjikan untuk bekerja dengan cara yang gampang, yaitu hanya menemani tamu ngobrol dan karaoke.
Tapi faktanya korban ternyata disuruh bekerja sebagai waitress atau pelayanan cafe untuk menemani laki-laki dewasa untuk minum-minuman beralkohol.
Saat ia bekerja juga harus mengenakan pakaian seksi selama tujuh jam setiap malam hari.
Keluarga korban lalu meminta kakak ipar korban untuk membawa pulang korban pada tanggal 12 Januari 2020, namun kakak iparnya diminta untuk menebus korban sebesar Rp 10 juta.
Kakak ipar korban selanjutnya datang ke Polda Bali, dan membawa kejadian tersebut ke Polda Bali, sekaligus meminta perlindungan untuk korban EN serta mengamankan korban sebelum kasusnya selesai.
Pada tanggal 16 Januari 2020, kakak ipar korban membuat laporan dengan nomor LP-A/28/I/2020/Bali/SPKT, tanggal 16 Januari 2020.
Pada hari Kamis (16/1/2020), Polda Bali lalu mengejar pelaku PR, IY dan GP yang mana GP merupakan pemilik cafe.
"Kita kenakan Pasal 2 Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau Pasal 761 jo Pasal 88 Undang-undang RI nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan undang-undang RI nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan maksimal penjara 15 tahun," tutupnya.(*)