Anak Vespa Kenang Pahlawan Budaya Ni Made Jujul, Meninggal Saat Perkenalkan Wayang Wong Ke Eropa

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anak DSC Pujung mengenang jasa seniman Tari Wayang Wong, Ni Made Jujul di kuburan adat Teepod, Tegalalang, Minggu (3/2/2020)

TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR – Ni Made Jujul, merupakan nama yang relatif asing bagi masyarakat Bali saat ini.

Padahal ia merupakan salah satu seniman wayang wong Desa Adat Telepod, Sebatu, Tegalalang yang memperkenalkan kesenian wayang wong di Benua Eropa tahun 1975 silam.

Ia meninggal di tengah pementasan di Perancis dalam lakonnya sebagai Dewi Sita.

Saat meninggal tahun 1975 silam, ia mendapatkan tanda jasa dari Gubernur Bali saat itu, Ida Bagus Mantra.

Di areal kuburannya terdapat miniatur Menara Eiffel.

BPJS Kesehatan Klungkung Klarifikasi Tunggakan Klaim di RSUD Klungkung, Sarankan Mekanisme SCF

Peternak Babi Di Denpasar Turunkan Harga Sejak Ada Isu Babi Afrika, per Kilo Hanya Rp 23 Ribu

Satpol PP Gianyar Belum Berhasil Hadapi Gepeng, Ancam Pemberi Sedekah dengan Tipiring

Sebagai upaya mengenang jasa Jujul, anak vespa yang tergabung dalam Dewata Scooter Club (DSC) Pujung, menggelar acara di makam mendiang, Minggu (2/2/2020).

Kegiatannya berupa tabur bunga dan pementasan wayang wong, disaksikan generasi muda setempat dan keluarga mendiang.

Berdasarkan data dihimpun Tribun Bali, Senin (3/2/2020), sebelum meninggal di Perancis, Jujul bersama sekaa wayang wong Desa Telepod mendapatkan rekomendasi dari Pemprov Bali untuk berkeliling ke Benua Eropa selama tiga bulan, dengan negara tujuan, Perancis, Belanda, Swis, Monako, Yunani, Portugal dan lainnya kecuali Inggris.

Persaingan Makin Ketat, Bali United Miliki Lima Center Back, Bagaimana Nasib Agus Nova?

Warga Natuna Sebut Pemerintah Bohong soal Jarak Area Isolasi WNI dengan Pemukiman Warga

Lawan Trauma dan Mulai Nyaman, Pemain Bali United Agus Nova Target Tampil Musim 2020

Sebelum mendapat rekomendasi ini, wayang wong Desa Telepod melalui seleksi ketat.

Namun sayangnya, perempuan yang saat itu berusia 20 tahun tersebut, meninggal dunia di minggu pertamanya.

Tokoh Seniman Telepon, Jro Mangku Pande Rahajeng mengatakan, mendiang Ni Made Jujul meninggal saat menari sebagai Sita di Perancis.

Ratusan Orang dari Berbagai Kalangan Meriahkan Perayaan Imlek di Banyuwangi 

5 Hoaks Virus Corona yang Beredar di Masyarakat, Makan Bawang Putih Hingga Kebocoran Laboratorium

“Beliau ambruk dan pingsan di panggung. Beliau sempat mendapatkan perawatan beberapa hari, tapi beliau akhirnya meninggal di Paris. Saat itu beliau baru memiliki satu orang anak masih berumur satu tahun,” ujar Jro Rahajeng, yang juga anggota DSC Pujung.

Di luar hal tersebut, Jro Rahajeng juga mengungkapkan permasalahan saat mendiang Jujul dipulangkan dari Perancis.

Di mana saat dipulangkan ke Bali, pihak keluarga tidak diperkenankan membuka peti jenazah karena takut adanya penyakit menular.

Karena itu, jenazah mendiang diaben atau kremasi tanpa masyarakat pernah membuka peti tersebut.

Beberapa bulan setelah kremasi, kata Jro Rahajeng, ada yang meragukan kematian mendiang.

Bahkan ada yang mengatakan mendiang menikah dengan orang terpandang di Perancis, karena terpesona kecantikan mendiang.

Namun hal tersebut dibantah oleh suami mendiang dan para sekaa wayang wong yang menyaksikan proses pemasukan jasad mendiang ke dalam peti mati.

“Karena peti tidak dibuka saat prosesi pengabenan, timbullah berbagai persepsi masyarakat."

"Padahal saat dimasukan dalam peti, suami, ipar, dan semua sekaa yang saat itu ada di Perancis melihat semua itu. Jadi ini perlu kami luruskan kembali, persepsi miring masyarakat itu tidak benar,” ujarnya.

Jro Rahajeng berharap, jasa mendiang Jujul tetap dikenang.

Selain itu, pihaknya juga berharap generasi muda, yang saat ini aktif melestarikan wayang wong, supaya mewarisi semangat mendiang.

“Sosok Jujul ini adalah panutan dan inspirasi kami sebagai masyarakat seniman di Telepod,” ujarnya.

Ketua DSC Bali, I Wayan Ekayana mengatakan, kegiatan seperti ini merupakan fokus para penggemar vespa.

Anak vespa, kata dia, tidak hanya semata-mata lalu lalang di jalanan, namun lebih mengedepankan kegiatan sosial dan budaya.

“Selain beranjangsana pada keluarga tidak mampu, kami juga fokus dalam kegiatan ini. Kami berharap, semangat ini terus bergenerasi pada pecinta vespa,” tandasnya. (*)

Berita Terkini