Kalau hasilnya sudah memadai baru kemudian pihaknya akan memfasilitasi kepada konsumen, seperti hotel dan restoran untuk memanfaatkan daging sapi tersebut.
Begitu juga setelah formula tentang cara pengelolaan dan pembudidayaan daging sapi Bali berkualitas didapat, baru kemudian diurus hak patennya.
Selain itu Badan ini juga mengelola hak kekayaan Intelektual dengan melakukan fasilitasi atas kekayaan intelektual yang ada.
“Misalnya kalau dari hasil riset itu hak patennya ingin diurus, maka kita akan fasilitasi hak patennya, termasuk hak merknya,”jelasnya.
Di sisi lain, tujuan dari riset adalah bagaimana mengembangkan potensi lokal yang dimiliki Bali.
Seperti salak bali, kata dia,ketika petani panen maka seharusnya produknya harus terserap dan dapat dijual dengan harga yang layak, tetapi umumnya justru harganya murah sehingga membuat petani itu merugi.
Selanjutnya dari Badan Riset akan membuat kajiannya untuk mencari solusi atas permasalahan tersebut.
Misalnya, bagaimana upaya ke depan agar salak Bali itu supaya menjadi minuman yang terfermentasi namun memiliki standar, baik itu menjadi arak atau wine, supaya ada nilai tambahnya.
“Perlu juga dikembangkan desain kemasannya seperti apa. Itu kita bantu untuk dilakukan kajian dan riset sehingga betul-betul produk yang dihasilkan Bali berdasarkan kajian dan riset bekerja sama dengan perguruan tinggi. Dan harapannya ketika produk-produk itu diedarkan maka tidak akan ada masalah,” imbuh Gunaja. (*)