TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Ketut Karta (42) bersama dua rekannya tengah sibuk memotong-motong bahan pakan ternak babi di dekat kandang babinya di Gang Flora Bali, Jalan Hayam Wuruk Denpasar, Bali.
Bahan pakan tersebut merupakan sisa hotel seperti kulit pepaya, maupun sayuran sisa pilihan.
Karta mengatakan, ternaknya tak mengalami kematian mendadak seperti beberapa peternak lainnya.
"Belum sampai di sini. Ada babi yang mati, tapi mati biasa karena sesak nafas, ini sudah dari dulu. Tidak seperti tempat lain seperti di Jimbaran yang babinya banyak mati," kata Karta, Rabu (5/2/2020).
Walaupun begitu, penjualan babi sangat anjlok jika dibandingkan hari-hari sebelum ada isu virus ASF.
Bahkan dirinya yang menjadi peternak babi sejak 10 tahun lalu, baru kali ini merasakan penjualan babi yang paling anjlok.
"Saya beternak dari 10 tahun lalu. Tapi baru pertama alami kejadian seperti ini. Kalau kerugian banyak tapi belum tahu berapa," imbuhnya.
Dirinya pun mengatakan banyak peternak yang menjual babinya dengan harga murah karena takut terkena virus ASF.
"Ada yang jual Rp 23 ribu perkilogram, kalau harga hari-hari biasa kan kisaran Rp 25 ribu perkilo," katanya.
Selain itu menjelang Galungan biasanya pemesan babi sudah ramai.
Bahkan sudah ramai sejak 1 bulan sebelum Galungan.
Akan tetapi kini tiga minggu sebelum Galungan, pemesanan malah belum ada.
Biasanya menjelang Galungan, dalam sehari ia bisa menjual sampai 10 ekor babi perhari.
Bahkan tiga hari menjelang Galungan laku hingga 80 ekor babi.
"Kayaknya Galungan ini paling sepi orang nyari babi. Mereka takut dengan virus itu," katanya.