Laporan Wartawan Tribun Bali, Ni Kadek Rika Riyanti
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Sosialisasi pendidikan pranikah bagi pelajar SMA/SMK se-Kota Denpasar dihadiri langsung Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Bintang Puspayoga.
Sosialisasi oleh Organisasi Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) Denpasar ini diselenggarakan pada Jumat (7/2/2020) di Gedung Dharma Negara Alaya, Jalan Mulawarman No. 1, Dauh Puri Kaja, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar, Bali.
“Provinsi Bali berada pada posisi ke-26 sebagai provinsi dengan angka perkawinan tertinggi,” ucap Menteri PPPA RI Bintang Puspayoga.
• Driver Ojol Pembunuh Bos Toko Bangunan Mengaku Puas Lihat Korban Tewas, Sakit Hati Saya
• Simakrama Gojek ke Kantor Tribun Bali, Bawa Tema Kilas Balik Gojek
• Kementan Sebut Uji Lab Kematian Babi di Bali Masih dalam Proses di Balai Veteriner Medan
Kegiatan ini akan memberikan fokus yang besar terhadap anak-anak khususnya anak-anak di Kota Denpasar.
Sosialisasi pendidikan pranikah sejak dini sangat penting untuk memberikan pemahaman dan kualitas generasi muda dalam menentukan masa depannya.
Kegiatan ini, terang Bintang Puspayoga, terlaksana berkaitan dengan pencegahan perkawinan anak.
Hal ini menjadi tugas bersama untuk menjalani pemenuhan hak anak-anak.
• Yunarto Wijaya Kritik Jokowi Soal Eks ISIS: Setahu Saya Bapak Bukan Lagi Tukang Meubel
• Faktor Keturunannya Kecil, Kanker Bisa Dipicu Gaya Hidup
• Mengaku Pernah Diajak Hotman ke Bali, Bella Nova: Aku Engga Risih
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak termasuk di dalamnya pemenuhan hak-hak anak seperti yang tertuang pada Konversi Hak Anak dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Lebih jelas pada pemaparan yang disampaikan, pemenuhan hak-hak anak hari ini akan menentukan kualitas bangsa di masa depan.
Adapun hak-hak anak tersebut di antaranya hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang, dan hak partisipasi dalam keluarga.
Bintang Puspayoga menyebutkan berdasarkan data BPS 2018 sebanyak 11,21% perempuan usia 20-24 tahun yang telah menikah, melaksanakan pernikahan di usia anak di bawah 18 tahun.
• Korban Virus Corona Tercatat 638 Orang Meninggal Dunia, China Akhirnya Izinkan AS Membantu
• GUPBI Bali Sayangkan Informasi Hasil Lab Babi Mati Simpang Siur
Dari data tersebut 20 provinsi merupakan provinsi di atas rata-rata.
Bali sendiri berada di peringkat 26 perkawinan anak tertinggi, di mana kisarannya sekitar 8,55%.
“Tapi kami cukup bangga karena di Denpasar tingkat perkawinan anak ini berada di 0,04%. Saya apresiasi ibunya dalam hal ini,” ungkap Menteri yang baru saja dilantik 2019 lalu.
Selain itu, berdasarkan sumber BPS 2018 faktanya 0,7% anak perempuan usia 10-17 tahun berstatus kawin, 0,04 sudah bercerai.
Lebih jauh lagi, praktik perkawinan anak di usia dini ini memiliki dampak jangka panjang terhadap keluarga, masyarakat dan generasi selanjutnya.
Khususnya anak perempuan secara fisik belum siap untuk mengandung dan melahirkan, sehingga meningkatkan risiko angka kematian ibu dan anak, komplikasi kehamilan, keguguran, dan kelahiran bayi dengan berat badan rendah.
Pada kesempatannya kali ini, Bintang Puspayoga juga menyampaikan sejumlah arahan atau prioritas Presiden Republik Indonesia, guna mencapai target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 terkait penurunan angka perkawinan anak.
Target penurunan yang diharapkan mencapai 8,74% di tahun 2024, yang sebelumnya pada tahun 2018 mencapai angka 11,21%.
Adapun arahan atau prioritas Presiden Republik Indonesia di antaranya:
1. Peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan.
2. Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak.
3. Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
4. Penurunan pekerja anak.
5. Pencegahan perkawinan anak.
“Mudah-mudahan, harapan kami ke depan kegiatan seperti ini bisa tidak hanya dilaksanakan di Denpasar, khususnya Bali. Tidak hanya dilaksanakan oleh WHDI, tapi dapat dilaksanakan oleh lembaga sosial kemasyarakatan lainnya, sehingga semakin banyak yang diajak bekerja sama,” jelasnya.
Mengenai apakah akan diadakannya pembinaan bagi anak yang memiliki keinginan untuk menikah di usia muda, Bintang Puspayoga mengatakan bahwa pembinaan tersebut sudah mulai dijalankan.
“Sulawesi Barat masuk peringkat pertama perkawinan anak tertinggi dengan angka berkisar 19%, ini yang akan kami garap,” kata dia.
Ia menambahkan, “Ketika membicarakan mengenai perkawinan anak, ini berkorelasi terhadap daerah miskin. Inilah konsep hulu-hilir yang akan dilaksanakan di Kementerian PPA, salah satunya memberdayakan perempuan kurang sejahtera yang ada di desa. Nah, Kalau perempuan, ibunya, sudah kuat di bidang ekonomi, barangkali perkawinan anak bisa ditekan.” (*)