Laporan Jurnalis Tribun Bali, I Wayan Sui Suadnyana
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pimpinan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Denpasar kini telah berganti.
I Gusti Ayu Adhi Aryapatni meninggalkan jabatannya sebagai Kepala BBPOM di Denpasar karena mendapatkan tugas untuk memimpin BBPOM di Semarang.
Sementara jabatan yang ditinggalkan kini diisi oleh wanita kelahiran Desa Timpag Tabanan Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih.
Serah terima jabatan dan pisah sambut kepada BBPOM Denpasar dilaksanakan pada Jum’at (21/2/2020) pagi.
Aryapatni mengatakan, dirinya bertugas kurang lebih selama dua tahun di BBPOM Denpasar, tepatnya dari 14 Februari 2018.
Selama dua tahun memimpin BBPOM Denpasar, ia mengaku kinerjanya belum sesuai harapan yang diinginkan. “Pencapaian rasanya belum ada yang tercapai ya. Maksudnya belum sesuai harapan,” tuturnya.
Namun selama dua tahun bertugas di Bali, Aryapatni mengaku telah melakukan kerja sama lintas sektor dengan cukup baik.
Pada tahun 2018, langsung ada penandatanganan nota kesempahaman dengan gubernur dan seluruh bupati dan walikota se- Bali.
Tak hanya itu, perjanjian kerja sama juga dilakukan dengan berbagai organisasi perangkat daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.
“Nah itu legalitas formalnya, namun secara operasional kami juga kerja sama lintas sektor sangat baik kami anggap itu juga merupakan perubahan. Karena kita bekerja jadinya bisa lebih baik,” tuturnya.
Diceritakan olehnya, bahwa saat dirinya memulai memimpin BBPOM di Denpasar, masalah mengenai peredaran bahan pangan berbahaya di Bali masuk empat besar nasional.
Ketika itu, ada sebanyak delapan persen penggunaan bahan berbahaya pada pangan.
Guna menurunkan ini, Aryapatni mengaku telah melakukan berbagai program, baik itu pengawasan intensif atau juga kerja sama lintas sektor.
Tidak hanya kepada OPD, tetapi juga kepada berbagai organisasi seperti Tim Penggerak Pembina Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Bali dan Gerakan Pramuka.
“Kita juga sudah membentuk Saka POM dan ini menurut saya luar biasa dukungannya secara masif kutra mengedukasi masyarakat,” kata dia.
Melalui organisasi ini, edukasi mengenai penyalahan obat dan makanan bisa dilakukan langsung ke masyarakat.
Para ibu PKK misalnya yang langsung terjun ke masyarakat untuk mensosialisasikan keberadaan bahan pangan berbahaya.
Selain itu, hal serupa juga dilakukan melalui Gerakan Keamanan Pangan Desa dan Gerakan Pasar Aman.
Pada tahun 2019, pihaknya mengaku melakukan monitoring dan sudah ada penurunan penyahgunaan bahan pangan berbahaya masih ada sebanyak lima persen.
“Jadi walaupun sebenarnya kita di tahun 2019 itu pengen menuntaskan, tapi ternyata baru menurun tiga persen. Ke depan mungkin tim BBPOM di Denpasar dengan lintas sektor akan bekerja lagi untuk bisa menuntaskan ini,” harapnya.
Aryapatni pun mengimbau agar jajaran BBPOM Denpasar untuk meneruskan perjuangan dalam menuntaskan bahan pangan berbahaya di Bali.
Terlebih dengan adanya pimpinan baru maka nantinya akan ada kreativitas, ide-ide atau program-program.
Baginya, jika nantinya ada program baru yang bisa dijalankan tentu akan sangat membantu dalam penuntasan bahan pangan berbahaya.
Sementara itu, Ni Gusti Ayu Nengah Suarningsih sebagai Kepala BBPOM yang baru mengatakan bahwa pondasi dalam melaksanakan program sebenarnya sudah ada, seperti adanya MoU dengan berbagai sektor.
“Kami nanti hanya tinggal meneruskan apa yang sudah baik kemudian diperhatikan lagi apakan perlu inovasi atau tidak,” kata dia.
Mengenai keberadaan bahan berbahaya, eks Kepala BBPOM di Mataram itu berjanji akan meningkatkan edukasi dan pengawasan kepada masyarakat.
Terlebih baginya keberadaan Bali ini sangat seksi di mata masyarakat untuk keperluan bisnis, baik itu bisnis pariwisata maupun bisnis obat dan makanan.
Oleh karena itu, menurutnya, dibutuhkan kerjasama lintas sektor untuk bersinergi sehingga Bali tidak kemasukan produk yang berbahaya.