Inspiratif, Luh Putu Ari Mudiastuti yang Pilih Mengambdi di Yayasan Khusus Rawat Anak-anak Terlantar
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Menjadi seorang perawat bayi dan anak terlantar bukanlah hal yang mudah dan tidak semua orang bisa melakukan hal itu.
Namun bagi seorang Luh Putu Ari Mudiastuti (25), merawat bayi dan anak yang dibuang oleh orangtuanya merupakan sebuah tantangan.
Tidak seperti lulusan perawat pada umumnya yang biasanya mencari pekerjaan di rumah sakit atau instansi kesehatan lainnya, wanita yang akrab disapa Ayik ini justru memilih menjadi perawat bayi dan anak terlantar pada Yayasan Sayangi Bali di Jalan Subak Dalem, Nomor 5, Gatot Subroto Tengah, Denpasar.
“Memang pada dasarnya saya menyukai anak-anak. Kebetulan juga saya sangat ingin mempunyai adik lagi. Tapi, bapak sudah meninggal. Waktu itu saya tamat kuliah tahun 2016, dan melihat lowongan di yayasan ini. Ternyata berjodoh di sini,” Ujar, Ayik, Sabtu (29/2/2020).
Awalnya Takut
Ayik mengatakan, saat pertama kali ia menangani bayi secara langsung sempat membuatnya takut.
Dikarenakan tali pusar dari bayi tersebut masih ada dan membuat ia kebingungan.
Namun, setelah melihat para senior yang sudah beberapa kali mempraktekannya, dia pun sudah terbiasa.
Sementara saat ini, bayi yang tinggal di Yayasan Sayangi Bali berjumlah 2 bayi laki-laki yang berumur 5 bulan dan 7 bulan.
Lalu, untuk jumlah balita yang tinggal di Yayasan ini berjumlah 2 anak, 1 anak laki-laki yang berumur sekitar 4 tahun dengan kondisi kelainan saraf dan 1 anak perempuan yang berumur 5,5 tahun dengan kondisi kelainan anggota gerak.
Lalu terdapat 1 anak yang diasuh langsung oleh Ketua Yayasan, Dewa Wirata, dikarenakan memiliki karakter yang berbeda.
“Sangat banyak pengalaman yang saya dapatkan di yayasan ini."
"Dari sinilah saya mulai belajar mengenal tentang karakter anak. Dahulu saya merasa ketakutan saat anak tersebut menangis, namun sekarang saya mengerti mengapa anak menangis."
"Biasanya dia menangis karena mengantuk, minta susu, dan lain-lain. Setiap anak karakternya berbeda, tergantung bagaimana cepat dan tanggapnya kita mengerti maksud dan keinginannya,” tambah, wanita asal Gianyar ini.
Ikatan Batin
Tak jarang karena terlalu menyayangi anak-anak di Yayasan Sayangi Bali, Ayik merasa memiliki ikatan batin yang kuat kepada anak-anak tersebut.
Ayik mengatakan, ada satu anak yang sempat membuatnya merasa kehilangan ketika sudah menemukan orangtua angkatnya (adopsi).
Anak tersebut adalah bayi yang pertama kali ia tangani langsung.
“Dia adalah bayi pertama yang saya rawat, dan saya merasa anak tersebut sudah seperti anak saya sendiri. Dia diadopsi di umur 2 tahun. Waktu itu saya benar-benar merasa kehilangan seorang anak,” katanya sembari mengusap air matanya.
Wanita kelahiran tahun 1994 ini juga mengatakan, setelah mengasuh bayi dan anak yang ditelantarkan oleh orangtuanya, ia merasa hidupnya penuh syukur.
Ayik merasa jalan hidupnya selalu dimudahkan oleh Tuhan. Ia percaya jika anak terlantar dirawat dengan baik akan membawa rezeki tersendiri.
“Kebetulan juga saya belum menikah, jadi dengan mengurus anak dan bayi di Yayasan ini bisa menambah pengalaman saya,” tutup, Ayik. (*)