Maestro Prof Bandem Rindukan Keragaman Gending Janger Klasik

Penulis: I Nyoman Mahayasa
Editor: Putu Dewi Adi Damayanthi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kriyaloka (Workshop)Janger Melampahan menghadirkan narasumber Prof. Dr. I Made Bandem MA di kalangan Angsokaka Taman Budaya, Artcenter Denpasar, Jumat (6/3/20). Kriyaloka (Workshop) dihadiri oleh masing-masing peserta Duta Parade Janger Melampahan mengawali persiapan Pesta Kesenian Bali XLII Tahun 2020

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR - Maestro seni yang juga guru besar bidang Etnomusikologi, Prof Dr I Made Bandem mengaku merindukan gaya tari dan gending Janger Klasik yang dulunya begitu beragam dan khas dari sejumlah daerah di Pulau Dewata.

"Namun sekarang ini, kesannya Janger itu ada penyeragaman dari sisi pilihan gaya tari maupun gending-gending Janger yang dibawakan," kata Prof Bandem saat menjadi narasumber dalam acara Kriyaloka (workshop) Janger Melampahan yang merupakan rangkaian kegiatan Pesta Kesenian Bali ke-42, di Taman Budaya, Denpasar, Bali, Jumat (6/3/2020).

Janger merupakan salah satu tari pergaulan muda dan mudi khas Bali yang dipadukan dengan menyanyikan lagu-lagu rakyat.

Janger diperkirakan muncul pada awal abad ke-20 di Bali Utara dan kemudian berkembang cepat ke Bali tengah dan selatan.

Bali United Menang, Laga Berlangsung Fair, Berhasil Ganti Poin yang Sempat Hilang

Dua Umpan Akurat Il Capitano Fadil Sausu Bawa Bali United Menang Lawan Barito Putera

BMW Astra Berikan Layanan Pembersihan Sirkulasi Udara Mobil Gratis

"Menurut I Made Kredek, seorang maestro Arja yang sering mengadakan pementasan ke Bali Utara mendengar lagu-lagu Janger dinyanyikan oleh para pengalu atau pedagang yang menjajakan bahan makanan (garam dan bumbu-bumbuan), menggiring kudanya ke pasar, sambil bernyanyi, lagu-lagu itu kemudian ditata menjadi gending Janger yang kita saksikan sekarang," ujarnya.

Pada tahun 1920-an banyak berkembang tari Janger di daerah Badung (kini Kota Denpasar) seperti di Abiantimbul, Banjar Kedaton, Banjar Bengkel, Desa Sanur dan Desa Penatih.

Sedangkan di daerah Gianyar dikenal adanya Janger di Desa Peliatan, Ubud dan Singapadu.

Sedangkan di kawasan Bali Utara (Kabupaten Buleleng) terkenal dengan Janger Menyali.

"Dulu di Buleleng punya gaya Janger tersendiri, Denpasar apa lagi, dimana-mana ada Janger yang memiliki pilihan gaya dan gending yang berbeda-beda. Tetapi, sekarang yang paling banyak berkembang gaya Singapadu, Peliatan, dan Kedaton," ucap seniman yang pernah menjabat sebagai Ketua STSI Denpasar dan Rektor ISI Yogyakarta itu

Bahkan, lanjut Bandem, kini ada fenomena saling menggunakan gending satu daerah dengan dengan yang lain sehingga kesenian Janger terkesan monoton.

"Pementasan Janger di beberapa tempat, seringkali juga kurang memenuhi pakem dari Janger Klasik, tetapi malah meloncat pada Janger gaya kontemporer, dengan menggabungkan musik-musik Barat dan musik Indonesia," ucapnya.

Prof Bandem mengkhawatirkan jika kondisi penyeragaman terus berlarut dan pakem-pakem Janger Klasik ditinggalkan, maka generasi muda Bali akan kehilangan landasan untuk melestarikan kesenian Janger.

"Oleh karena itu, kriyaloka ini penting supaya kita memiliki landasan yang kokoh untuk memajukan Janger Klasik di era modern," kata seniman peraih Lencana Kebudayaan dari Presiden Republik Indonesia pada 2015 itu.

Melalui kriyaloka (workshop) tersebut, sekaligus untuk menyepakati pakem-pakem dari Janger Klasik.

Ini yang perlu disepakati bersama karena bagaimanapun juga pementasan Janger Klasik dalam pementasan Pesta Kesenian Bali tetap harus menunjukkan keragaman dan kekhasan masing-masing kabupaten.

Halaman
12

Berita Terkini