Kapolres Karangasem, AKBP Ni Nyoman Suartini menjelaskan, proses mediasi berjalan lancar. Kedua belah pihak sepakat menyelesaikan masalah.
"Kepolisian tetap melakukan pendekatan preventif untuk antisipasi hal tidak diinginkan," kata Ni Nyoman Suartini, Kamis malam.
Ada lima poin yang disepakati kedua pihak saat mediasi.
Pertama, Desa Adat Jasri tetap menggunakan rute jalan untuk prosesi usaba nini yang digelar 19 Maret - 17 Mei 2020.
Memasang penjor dan bener. Kelengkapan yang dipasang bukan penanda tapal batas.
Kedua, terkait tapal batas kedua belah pihak sepakat mengikuti proses serta keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Kabupaten Karangasem dan Provinsi Bali.
Ketiga, Desa Adat Jasri serta Desa Adat Perasi sepakat menerima putusan Majelis Desa Adat Kabupaten dan Provinsi Bali.
Keempat, hari Sabtu (21/3) pukul 18.30 Wita, dilaksanakan ngantag nyerit.
Sejak dilaksanakan ngantag nyerit, seluruh umat Hindu yang tinggal di Desa Adat Jasri tidak diperkenankan melaksanakan kegiatan meron busung hingga Selasa (24/3) pukul 08.00 Wita,
Poin kelima, kedua belah pihak menyepakati dan mematuhi kesepakatan serta tak membuat hal yang dapat menganggu kamtibnas.
Apabila ada hal yang ingin disampaikan supaya langsung hubungi Kapolres Karangasem.
Ketua MDA Karangasem, Wayan Arthadipa mengatakan, solusi tapal batas menunggu proses lebih lanjut. Untuk meneliti tapal batas perlu pendukungnya seperti peta belok, awig dan mendengarkan orang tua.
"Perdamaian ini hanya berkaitan dengan kelangsungan untuk upacara. Terkait tapal batas menunggu proses lebih lanjut," kata Arthadipa.
Majelis Desa Adat Kabupaten Karangasem akan bentuk tim panuraksa untuk meneliti serta mengkaji.
Tim berasal dari MDA. Kedua desa harus siapkan bahan.
Setelah itu buat keputusan bersama (saba kerta) di Karangasem.
"Seandainya keputusan tersebut tidak bisa diterima atau keberatan dari salah satu desa, tentu masih boleh atau boleh melakukan upaya banding ke Mejelis Desa Adat Provinsi Bali," tambah Wayan Arthadipa. (*)