Corona di Bali

Pengamat Unud Soal Virus Corona : Jangan Semua Dibebankan Pemerintah

Penulis: Adrian Amurwonegoro
Editor: Eviera Paramita Sandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi memakai masker di tengah wabah virus corona -

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Pengamat menilai upaya penanggulangan wabah virus corona atau covid-19 ini seharusnya menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa.

Seperti disampaikan oleh Pengamat Sosial Universitas Udayana Bali, Gusti Bagus Suka Arjawa kepada Tribun Bali, Selasa (7/4/2020)

“Jangan semua dibebankan kepada pemerintah, akademisi, tapi seluruh masyarakat harus bergotong royong, bersatu-padu menanggulangi wabah di negara ini, ini kan masalah global, force majeur,” ujar dia.

Dari pengamatan Dekan FISIP Unud itu, khususnya di wilayah Bali, masih banyak masyarakat yang mengacuhkan imbauan pemerintah, seperti dengan di rumah saja, tidak berkerumun (social distancing), menjaga jarak (physical distancing) lalu memakai masker saat di luar rumah.

“Saya lihat di banyak tempat masih banyak kok masyarakat tidak patuh pada imbauan pemerintah, tidak menjaga jarak, berkerumun, tidak memakai masker, di sini masyarakat juga harus bercermin dan sadar,” kata dia.

Covid-19 analoginya, belum ditemukan obat hingga saat ini, maka yang menjadi obat paling ampuh adalah awareness masyarakat untuk mematuhi imbauan atau aturan dari pemerintah.

“Ini penyakit kan belum ada obatnya, obatnya ya sosial, sudah diberikan solusi, masyarakat yang tidak bisa menahan diri, cara bicara gimana, nggak berubah kok. Kita harus bertanggung jawab pada diri sendiri pada kasus ini, kasihan pemerintah ditekan terus,” tandasnya. 

Soal Nyepi 3 Hari 

Majelis Desa Adat Provinsi Bali mengemukakan wacana menerapkan Sipeng Eka Bratha Desa Adat se-Bali selama tiga hari mulai 18 – 20 April 2020.

Finalisasi pembahasan rencananya digelar Rabu (8/4/2020) esok di Sekretariat Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali.

Di lini sosial media warganet di Bali saat ini tengah ramai pro kontra terhadap kebijakan itu.

Pengamat sosial Universitas Udayana Bali, Gusti Bagus Suka Arjawa melihat ada beberapa aspek yang perlu ditinjau dalam wacana untuk pencegahan virus corona atau covid-19.

“Aspek sosial, hukum dan kebudayaan yang perlu ditinjau,” kata dia kepada Tribun Bali, Selasa (7/4/2020).

Jika ditilik dari aspek sosiologis pencegahan covid-19, maka tidak ada salahnya Sipeng Eka Bratha itu dilakukan selama tiga hari, bahkan ia mengusulkan lebih baik dilakukan selama 14 hari jika dikaitkan dengan masa inkubasi virus.

“Upaya latihan pada masyarakat Bali boleh dilakukan 3 hari tidak apa-apa, kemarin kan sudah 2 hari pas Nyepi sama Ngembak Geni, tapi lebih maksimal paling tidak 14 hari dilakukan, tapi ini dari aspek sosiologis pencegahan covid-19 lho ya, untuk memutus rantai virus lebih optimal,” ucap dia.

Sedangkan dari aspek hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, PHDI maupun MDA haruslah berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat atau Daerah Provinsi Bali.

Dan apakah Pemerintah Provinsi Bali mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat, serta apakah sesuai dan tidak bertentangan dengan konteks hukum nasional.

“Kita ini negara kesatuan, pertanyaan saya apakah kebijakan ini sudah didiskusikan dengan Pemda Bali, apakah sudah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.

Jadi biar tidak dikatakan macam-macam,” tukas Dekan FISIP Unud itu.

Selain itu, harus ada sosialisasi kepada khalayak luas terkait teknis pelaksanaan Sipeng Eka Bratha selama tiga hari, apabila benar dilaksanakan.

“Sebab kalau sipeng yang dilakukan oleh seluruh Desa Adat, berarti kan seluruh Bali sepi, apakah yang hanya ikut adat sepi yang tidak ikut ada boleh keluar, apakah masih diperbolehkan membeli kebutuhan pokok atau makanan di luar atau bagaimana kan itu harus diperjelas.

Kalau saya pribadi sebagai orang Bali Hindu saya setuju,” jelas dia. (*)

Berita Terkini