Laporan wartawan Tribun Bali, Adrian Amurwonegoro
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR – Majelis Desa Adat Provinsi Bali mengemukakan wacana menerapkan Sipeng Eka Bratha Desa Adat se-Bali selama tiga hari mulai 18 – 20 April 2020.
Finalisasi pembahasan rencananya digelar Rabu (8/4/2020) esok di Sekretariat Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali.
Di lini sosial media warganet di Bali saat ini tengah ramai pro kontra terhadap kebijakan itu.
Pengamat sosial Universitas Udayana Bali, Gusti Bagus Suka Arjawa melihat ada beberapa aspek yang perlu ditinjau dalam wacana untuk pencegahan virus corona atau covid-19.
“Aspek sosial, hukum dan kebudayaan yang perlu ditinjau,” kata dia kepada Tribun Bali, Selasa (7/4/2020).
Jika ditilik dari aspek sosiologis pencegahan covid-19, maka tidak ada salahnya Sipeng Eka Bratha itu dilakukan selama tiga hari, bahkan ia mengusulkan lebih baik dilakukan selama 14 hari jika dikaitkan dengan masa inkubasi virus.
“Upaya latihan pada masyarakat Bali boleh dilakukan 3 hari tidak apa-apa, kemarin kan sudah 2 hari pas Nyepi sama Ngembak Geni, tapi lebih maksimal paling tidak 14 hari dilakukan, tapi ini dari aspek sosiologis pencegahan covid-19 lho ya, untuk memutus rantai virus lebih optimal,” ucap dia.
Sedangkan dari aspek hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, PHDI maupun MDA haruslah berkoordinasi dengan Pemerintah Pusat atau Daerah Provinsi Bali.
Dan apakah Pemerintah Provinsi Bali mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat, serta apakah sesuai dan tidak bertentangan dengan konteks hukum nasional.
“Kita ini negara kesatuan, pertanyaan saya apakah kebijakan ini sudah didiskusikan dengan Pemda Bali, apakah sudah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah Pusat.
Jadi biar tidak dikatakan macam-macam,” tukas Dekan FISIP Unud itu.
Selain itu, harus ada sosialisasi kepada khalayak luas terkait teknis pelaksanaan Sipeng Eka Bratha selama tiga hari, apabila benar dilaksanakan.
“Sebab kalau sipeng yang dilakukan oleh seluruh Desa Adat, berarti kan seluruh Bali sepi, apakah yang hanya ikut adat sepi yang tidak ikut ada boleh keluar, apakah masih diperbolehkan membeli kebutuhan pokok atau makanan di luar atau bagaimana kan itu harus diperjelas.
Kalau saya pribadi sebagai orang Bali Hindu saya setuju,” jelas dia. (*)