Corona di Bali

Desa Adat di Badung Setuju Keputusan MDA Bali Beri Sanksi Bagi Desa Adat Tak Patuh Protokol Covid-19

Penulis: I Komang Agus Aryanta
Editor: Irma Budiarti
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi virus corona covid-19.

TRIBUN-BALI.COM, BADUNG - Beberapa bendesa adat di Badung mengaku sejalan dengan keputusan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali untuk memberikan sanksi kepada desa adat yang melanggar ketentuan protokol kesehatan dalam penanganan pandemi virus corona (Covid-19).

Hal itu lantaran desa adat saat ini berperan penting dalam penanggulangan Covid-19 tersebut.

Bendesa Adat Pecatu Made Sumerta mengatakan, jika MDA Bali melaksanakan sanksi bagi desa adat yang membangkang atau merusak tatanan dan melakukan perlawanan terhadap penerapan protokol kesehatan Covid-19, pihaknya mengaku sangat setuju.

"Kami apresiasi dan setuju terkait sanksi itu. Ini bukan masalah beberapa daerah, namun masalah kita semua," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (10/5/2020).

Selaku pimpinan di desa adat, pihaknya mengaku MDA Bali berhak memberikan sanksi administrasi, termasuk juga penundaan anggaran desa adat yang besarannya Rp 300 juta.

"Kami tidak masalah dengan sanksi. Asalkan benar-benar didapat melanggar protokol kesehatan yang dimaksud," katanya.

Sebelum memberikan sanksi tegas, pihaknya meminta MDA Bali memberikan teguran terlebih dulu, jika ada desa adat yang sampai melanggar protokol tersebut.

Pasalnya, berbicara masalah Covid-19 bukan hanya tugas bendesa adat, tapi tugas semua lapisan masyarakat.

"Memang kita di desa adat yang memberikan imbauan, namun penanggulangan ini juga bergantung pada masyarakat. Jangan sampai baru ada satgas, baru menggunakan masker. Jadi kita wajib juga berikan sanksi kepada masyarakat," bebernya.

Disinggung sanksi yang dimaksud, Sumerta yang juga merupakan anggota DPRD Badung itu mengatakan sanksi yang diberikan berupa teguran.

"Contohnya, pedagang wajib menerapkan jaga jarak, tidak ada kerumunan dan menggunakan masker. Jika itu dilanggar, kita berikan sanksi teguran, kalau bengkung warung ditutup, sampai pemilik mendengar imbauan yang diberikan," jelasnya.

Pihaknya menjelaskan, terkait sanksi, pasti MDA Bali mempunyai alasan, yakni mempertegas satgas untuk benar-benar melakukan penanggulangan Covid-19.

"MDA ini kan selaku pimpinan kita. Jadi kita mendorong terkait sanksi, dengan memberikan teguran tertulis terlebih dulu. Namun menurut kami sebagian besar sudah melaksanakannya, mungkin ada beberapa alasan yang lain," ujarnya.

Terkait masalah penundaan pemberian dana desa, ia mengaku harus dipertimbangkan di tengah pademi Covid-19.

"Jangan sejauh itu, kita tegur dulu. Atau bisa saja desa adat melaporkan kegiatan yang mereka laksanakan untuk penanggulangan Covid-19 ini. Termasuk dana yang digunakan," pungkasnya.

Hal senada juga dikatakan Ida Bagus Bajra, Bendesa Adat Blahkiuh, Abiansemal, yang mengapresiasi selama itu positif.

Hanya saja, jika melakukan sanksi, pihaknya meminta untuk melakukan teguran lebih lanjut.

"Saat ini kami belum mendapat surat atau petunjuk resmi. Jadi kalau diberikan sanksi kami setuju. Hanya saja kan, ada tahapannya," jelasnya.

Disinggung apakah MDA bisa memberikan sanksi ke desa adat, pihaknya mengatakan bisa saja.

Hanya saja pihaknya tetap mengaku belum mengetahui secara pasti sanksi yang dimaksud.

"Kami kan sudah melaksanakan tugas. Jadi biar tidak salah, kami ingin tahu sanksi atau prosedur yang resmi. Agar jangan sampai terjadi kegaduhan. Tapi kalau ini positif, kami sangat dukung," pungkasnya.

(*)

Berita Terkini