TRIBUN-BALI.COM – Kelangkaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) atau elpiji 3 kilogram (kg) kembali terjadi khususnya di Kota Denpasar, Kabupaten Badung dan Gianyar.
Atensi kelangkaan gas LPG 3 kg terus menerus tersebut DPRD Bali memanggil Pertamina dan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait. Rapat Koordinasi terkait kelangkaan LPG 3 kg di wilayah Provinsi Bali di Lantai III Gedung DPRD Provinsi Bali pada, Senin (25/8).
Pada rapat tersebut dihadiri Perwakilan Pertamina, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bali, Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (Disnaker dan ESDM) Provinsi Bali, Ketua Komisi III DPRD Bali dan Wakil Ketua I DPRD Bali.
Pada rapat tersebut, Disnaker dan ESDM Bali menyebutkan LPG 3 kg tidak tepat sasaran di Bali. Hal ini menanggapi kelangkaan LPG 3 kg yang terus terjadi di wilayah Bali.
“Disnaker ESDM itu ditugaskan untuk memfasilitasi pengajuan usulan untuk penggunaan LPG kg 3 juga yang notabene adalah barang bersubsidi, supaya tepat sasaran. Kemudian di pusat sendiri ada surat edaran dari Dirjen Migas, ada 8 kategori yang dilarang sebetulnya untuk menggunakan LPG 3 kg,” jelas Kepala Disnaker dan ESDM Bali, Ida Bagus Setiawan pada Rapat Koordinasi terkait kelangkaan LPG 3 kg di wilayah Provinsi Bali di Lantai III Gedung DPRD Provinsi Bali pada, Senin (25/8).
Baca juga: 35 SAMPAN Tradisional Beradu Kecepatan di Sungai Samblong, Ahyar dan Rahman Terima Hadiah Rp2,5 Juta
Baca juga: NYAWA Lukman Tak Tertolong! Rem Blong, Sepeda Motor Pasangan Kekasih Alami Kecelakaan Tunggal
Lebih lanjut Setiawan mengatakan, dari beberapa tahun terakhir telah mendapatkan feedback atau masukan Kabupaten/Kota, terkait berapa sebetulnya kebutuhan LPG 3 kg juga dilakukan koordinasi dengan Pertamina.
Kemudian dilakukan komparasi berapa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) di Bali jumlah Kepala keluarga (KK) berapa, sasarannya berapa, petani sasarannya berapa yang sesuai dengan diperkenakan untuk mendapatkan LPG subsidi.
“Sehingga dari kompilasi data, kita ajukan plus kita tambahkan sebetulnya, itu usulan. Tetapi kuota yang menetapkan pusat, walaupun kita komunikasi koordinasi intens dengan Kementerian SDM sebagai di pusat tetap, harus terbagi rata ke seluruh provinsi di NKRI, walaupun Bali mendapatkan prioritas juga,” imbuhnya.
Sehingga pada saat beberapa periode yang lalu sempat terjadi kelangkangan, Disnaker ESDM Bali berinisiatif untuk mengajukan tambahan ke Pertamina.
Di tahun 2024, dari kuota yang ditetapkan dengan realisasi di akhir tahun terjadi peningkatan. Peningkatan itu ternyata sudah diuraikan, banyak yang tidak tepat sasaran.
“Kemudian penetapan kuota tahun 2025 juga sama, usulan yang realisasi 2024 kita ajukan, tetapi ternyata lebih rendah 5 ribu lebih metrik ton penetapan kuota sampai dengan semester 1 berakhir menjadi semester 2 sudah terjadi kekurangan, padahal kita tahu pemerintah hanya mampu atau punya domain menetapkan HET pangkalan Rp 18 ribu untuk di pengecer tentunya,” katanya.
Memang di awal tahun sempat terjadi kelangkaan karena ada arahan dari Menteri tidak boleh membawa LPG 3 kg ke pengecer. Dari beberapa kondisi yang ada dan itu berulang, terdapat rencana pada pengawasan ditingkatkan.
“Asumsi kami, diskusi dengan teman-teman teknis di Kementerian SDM, Dirjen Migas kalau rumah tangga sasaran sebulan paling antara 4 sampai 5 tabung itu sudah lebih dari cukup, untuk 1 rumah tangga sasaran,” kata dia.
“Nah, UMKM karena tidak ada kajian, berapa? Ini yang memang perlu di peran-peran pemerintah sebetulnya, kebutuhannya berapa sebetulnya? Jadi kalau hitung-hitungan kami pada saat mengajukan usulan itu sebetulnya aman,” terangnya.
“Tetapi karena distribusinya perlu penekanan di situ, tepat sasaran itu langkahnya akan seperti apa? Apakah ada efek jera bagi yang melanggar? Kalau tidak ada pasti akan ini, kalau hanya menunggu komitmen masyarakat lebih jelas ada yang murah pasti cari yang murah, kenapa beli mahal? Kira-kira seperti itu,” tandasnya.