TRIBUN-BALI.COM - Produksi sejumlah produk alat pelindung diri (APD) bagi tenaga medis dalam penanganan pandemi corona diperkirakan mengalami surplus hingga akhir tahun ini. Karena itu Pemerintah berencana merevisi aturan yang melarang ekspor APD.
Menurut Menteri Perdagangan Agus Suparmanto, pihak tengah menyiapkan aturan untuk memperbolehkan kembali ekspor produk APD.
"Memang beberapa negara juga sudah ada aturan ekspor APD, 50% memenuhi kebutuhan dalam negeri dan 50% ekspor. Kami sedang membuat aturannya kerja sama dengan Kementerian Keuangan melalui bea cukai," kata Agus dalam konferensi virtual Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Indonesia, Selasa (9/6).
Kemendag sebelumnya melarang ekspor produk antiseptik, bahan baku masker, alat pelindung diri, dan masker untuk sementara lantaran terbatasnya pasokan dalam negeri di tengah pandemi corona.
Larangan untuk ekspor APD itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 23 tahun 2020 tentang larangan sementara ekspor antiseptik, bahan baku masker, alat pelindung diri, dan masker. Larangan itu berlaku mulai 18 Maret 2020 hingga 30 Juni 2020.
Menurut Agus, Pemerintah tengah mengevaluasi apakah produksi APD dalam negeri dapat sepenuhnya diserap untuk kebutuhan lokal. Bila produksi berlebih, pemerintah akan membuka keran ekspor APD. "Banyak produsen minta ekspor dibuka," ujar dia.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno menilai, potensi ekspor alat kesehatan seperti APD cukup besar. Hanya saja, potensi itu terhambat aturan pemerintah.
"Ada industri berjalan yang berkaitan penanganan Covid-19, seperti membuat APD dan ventilator. Namun muncul kembali problem dengan birokrasi. APD banyak yang minat, salah satunya dari Jepang. Tapi nggak bisa diekspor karena standar berbeda antara Indonesia dan Jepang," ujar Benny.
Ia juga menuturkan, saat ini Perancis dan Jerman membutuhkan sarung tangan vinyl untuk menangani pasien Covid-19 di rumah sakit. Hal itu bisa menjadi potensi ekspor pula, namun Indonesia tidak memiliki banyak produknya.
"Sementara Malaysia dan Thailand yang punya lateks, maka potensi itu mereka yang ambil. Jadi di tengah Covid-19 pasti banyak yang bisa kita kerjakan," ujarnya.
Benny pun meminta pemerintah lebih memahami kebutuhan pengusaha supaya kegiatan perdagangan berjalan. "Teman-teman di pemerintahan harus pahami. Hal-hal yang sulitkan kita (pengusaha), karena nggak paham," tutur Benny.
Benny melanjutkan, peluang pasar domestik sangat besar dan cukup kuat. Selama ini, kontribusi ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) juga hanya sekitar 20 sampai 30 persen, sisanya ditopang domestik.
"Indonesia masih terbantu karena posisi ekonomi, mayoritas mengandalkan domestik. Setelah pandemi, kita akan melangkah demi selangkah, mungkin nggak kembali seperti dulu," ujar Benny.
Terpisah, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang mengakui saat ini terjadi peningkatan signifikan pada produksi berbagai produk APD, seperti coverall atau protective suite, surgical gown dan surgical mask.
Berdasarkan data yang dihimpun Kemenperin dan Kementerian Kesehatan, diperkirakan terjadi surplus produksi sebesar 1,96 miliar unit untuk masker bedah, 377,7 juta unit masker kain, 13,2 juta unit pakaian bedah , dan 356,6 juta unit pakaian pelindung medis hingga Desember 2020.
"Gerak cepat yang dilakukan industri tekstil dalam negeri, baik yang skala besar maupun rumahan, membuat banjir produksi APD seperti masker medis, sehingga perlu dicarikan solusi untuk pemasaran,” kata Agus Gumiwang dalam keterangannya, Selasa (9/6).
Ia menyebut APD yang diproduksi industri lokal tersebut mampu memenuhi persyaratan medis menurut standar WHO.
Bahkan, beberapa produk dalam negeri telah lulus uji ISO 16604 standar level tertinggi WHO yakni premium grade, yang dilakukan di lembaga uji di Amerika Serikat dan Taiwan.
"Jadi APD buatan kita itu aman, dapat digunakan oleh tenaga medis di seluruh dunia," jelas Agus.
Adapun tiga produk baju APD berbahan baku dalam negeri dan diproduksi oleh industri nasional yang sudah mencapai standar internasional, yaitu baju APD dari PT Sritex, PT SUM dan Leading Garmen serta PT APF dan Busana Apparel, yang semuanya telah lolos uji standar ISO 16604 Class 2 bahkan lebih tinggi.
Karena itu Agus Gumiwang mengatakan kelebihan pasokan tersebut perlu ditindaklanjuti dengan kebijakan yang membuka potensi ekspor.
Terlebih lagi, banyak negara di dunia yang masih membutuhkan masker dan APD seperti Amerika Serikat dan Korea Selatan.
"Kebutuhan dunia yang semakin meningkat dapat menjadi trigger agar industri dalam negeri dapat bertahan, sekaligus tetap berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” kata dia. (*)