Laporan Wartawan Tribun Bali, I Putu Supartika
TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Hari ini, Minggu (5/7/2020) merupakan Purnama Kasa.
Selain itu juga bertepatan dengan Banyu Pinaruh.
Purnama ini jatuh pada bulan pertama dalam sistem kalender Bali.
Hari Raya Purnama ini diperingati sebulan sekali yaitu saat bulan penuh atau sukla paksa.
• Ramalan Zodiak Karier 5 Juli 2020, Libra Dapat Hak Istimewa, Aquarius Perlu Merenungkan Sesuatu
• Ramalan Zodiak Cinta 5 Juli 2020, Aries Belajarlah Berkomunikasi, Gemini Berhati-hatilah
• Viral Tanam Padi di Teras Rumah, Semula Dianggap Bercanda
Dalam lontar Sundarigama dikatakan bahwa Purnama merupakan payogan Sang Hyang Candra.
Terkait purnama ini disebutkan:
Mwah hana pareresiknira sang hyang rwa bhineda, makadi sang hyang surya candra, yatika nengken purnama mwang tilem, ring purnama sang hyang ulan mayoga, yan ring tilem sang hyang surya mayoga.
Artinya:
Ada lagi hari penyucian diri bagi Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang juga disebut Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu saat tilem dan purnama.
Saat purnama adalah payogan Sang Hyang Wulan (Candra), sedangkan saat tilem Sang Hyang Surya yang beryoga.
Lebih lanjut dalam lontar Sundarigama disebutkan:
Samana ika sang purohita, tkeng janma pada sakawanganya, wnang mahening ajnana, aturakna wangi-wangi, canang nyasa maring sarwa dewa, pamalakunya, ring sanggat parhyangan, laju matirta gocara, puspa wangi.
Purnama juga merupakan hari penyucian diri lahir batin.
Oleh karena itu semua orang wajib melakukan penyucian diri secara lahir batin dengan mempersembahkan sesajen berupa canang wangi-wangi, canang yasa kepada para dewa, dan pemujaan dilakukan di Sanggah dan Parahyangan, yang kemudian dilanjutkan dengan memohon air suci.
Selain itu Purnama juga merupakan hari baik untuk melakukan dana punia.
Mengenai sedekah, disebutkan dalam Sarasamuscaya, 170 berbunyi:
Amatsaryam budrih prahurdanam dharma ca samyamam,
wasthitena nityam hi tyage tyasadyate subham.
Nihan tang dana ling sang Pandita, ikang si haywa kimburu,
Ikang si jenek ri kagawayaning dharmasadhana,
apan yan langgeng ika, nitya katemwaning hayu,
pada lawan phalaning tyagadana.
Artinya:
Yang disebut dana (sedekah) kata sang pandita, ialah sifat tidak dengki (iri hati), dan yang tahan berbuat kebajikan (dharma) sebab jika terus menerus begitu, senantiasa keselamatan akan diperolehnya, sama pahalanya dengan amal yang berlimpah-limpah.
Dalam petikan Bhagawad Gita, XVII. 25 juga disebutkan:
Tat ity anabhisanshaya
Phalam yajna-tapah-kriyah,
Dana-kriyas ca vividhah
Kriyante moksa-kansibhih
Yang artinya: dengan ucapak “Tat” dan tanpa mengharap-harap pahala atas penyelenggaraan ucapan yajna, tapabrata dan juga dana punia yang berbagai macam jenisnya, dilaksanakan oleh mereka yang mengharapkan moksa.
Menurut Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Kertha Bhuana, dari Gria Batur Giri Murti, Glogor, Denpasar, kadang ada orang yang melihat peristiwa bagus atau baik untuk melakukan sedekah.
Misalnya saja mereka melakukan sedekah saat purnama.
"Saat purnama orang sedang senang-senangnya karena melihat bulan purnama. Kan senang melihat bulan bulat bersih. Sehingga sangat baik bersedekah pada orang lain saat sedang senang," kata Ida Rsi.
Memberikan bantuan pada orang yang memerlukan dan orang yang kurang senang pada saat purnama atau pada saat si pemberi itu senang menurut Ida Rsi sangat tepat.
Waktunya tepat dan memberikan sesuatu yang bermanfaat.
Sementara itu, jangan lupa juga melakukan ‘sedekah’ atau persembahan kepada Bhuta Kala dengan segehan.
Sedangkan yang ke atas melakukan persembahan kepada Tuhan dengan kembang.
"Sehingga seimbang persembahan kita. Ke patala ada, dan ka akasa juga ada," kata Ida Rsi.
Ida mencontohkan saat usai perang Bharata Yudha, seorang raja melakukan upacara aswameda.
Walaupun raja melakukan itu, tetapi pendeta yang keluarganya miskin melakukan dengan memungut gandum, memasaknya, lalu dipersembahkan kedapa leluhur.
Sementara itu, sehari setelah Hari Raya Saraswati atau Redite (Minggu) Paing, Wuku Sinta disebut dengan Banyu Pinaruh.
Saat Banyu Pinaruh ini, masyarakat Hindu di Bali biasanya akan melaksanakan upacara pelukatan ke sumber mata air baik ke pantai maupun ke air klebutan.
Ketua Pinandita Sanggraha Nusantara Korda Denpasar, Pinandita Putu Gede Suranata mengatakan, panglukatan Banyu Pinaruh merupakan panglukatan bhuana agung dan bhuwana alit berkat penurunan tirta sanjiwani.
"Banyu Pinaruh berasal dari kata wruh yang berarti mengetahui atau menyadarkan diri. Sehingga dengan pengetahuan jadi bijaksana," katanya.
Pelukatan Banyu Pinaruh dengan pelukatan lainnya menurutnya berbeda dimana penglukatan biasa biasanya disesuaikan dengan apa yang menjadi tujuan, sementara penglukatan Banyu Pinaruh ini erat kaitannya dengan turunnya ilmu pengetahuan.
Sementara itu, menurut Ida Pandita Mpu Jaya Acharyananda, Banyu Pinaruh ini memiliki arti air pengetahuan.
"Kita mohon tirta amerta setelah kemarin kita merayakan Hari Raya Saraswati," kata Ida.
Ida menambahkan, pengetahuan akan terjadi apabila diri kita telah bersih dan akan dialirkan melalui tirta amerta ini.
Karena bagaimanapun juga dari segi aspek mistik dan magis bahwa sesungguhnya segala mala, dosa, papa, pataka, wigna itu bisa dihanyutkan melalui kehadiran Dewi Gangga di bumi.
"Seperti apa yang ada dalam kisah Adi Parwa dimana teruatnya 60 ribu anak Prabu Sagara karena berani kepada Rsi Kapila maka dengan demikian hanya dengan menurunkan Gangga ke-60 ribu anak Sagara diruwat untuk menuju pada kehidupan keabadian," kata Ida.
Keabadian yang dimaksud Ida adalah amerta kamandalu, amerta sanjiwani dan amerta pawitra. (*).