TRIBUN-BALI.COM, JAKARTA - Suasana Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata Jakarta tampak hening, Kamis (10/9) siang.
Prosesi pemakaman jenazah pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama (80) ketat menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Para pelayat mengenakan masker, menjaga jarak, dan cuci tangan sebelum dan sesudah pemakaman berlangsung.
Jenazah Jakob Oetama diantar sejumlah personel TNI Angkatan Darat Satuan Garnisun Regu Salvo ke liang lahat sekira pukul 11.30 WIB. Jakob Oetama dimakamkan di TMP Kalibata karena menerima Bintang Mahaputra Kelas III (Bintang Utama) dari Pemerintah Republik Indonesia pada 21 Mei 1973.
Jenazah Jakob Oetama tiba di TMP Kalibata sekira pukul 11.11 WIB didampingi keluarga. Diiringi marching band, kedatangan jenazah Jakob Oetama disambut Wakil Presiden RI periode 2014-2019 Jusuf Kalla (JK) bersama istri, Mufidah Jusuf Kalla.
JK menjadi inspektur upacara pemakaman Jakob Oetama. Prosesi pemakaman wartawan yang sangat mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dilakukan secara militer. Jakob Oetama tutup usia pada Rabu, 9 September 2020.
Bermasker putih dan berseragam resmi kenegaraan, Jusuf Kalla memberikan penghormatan terakhir untuk sahabatnya itu. JK menguruk tanah secara simbolis ke peti mati Jakob kemudian disusul pihak keluarga.
Selesai pemakaman, JK memberikan penghormatan, menabur bunga di atas tanah tempat Jakob Oetama beristirahat untuk selamanya.
"Semua tahu bahwa beliau ini adalah tokoh media yang hebat, yang menjadikan media ini pemersatu dan juga meluruskan sesuatu dengan sopan, dan juga seorang yang entrepreuner, budayawan, entrepreneur, berhasil mempekerjakan puluhan ribu orang," kata JK seusai prosesi pemakaman.
JK memahami semua pihak merasa kehilangan tokoh bangsa ini.
"Sikapnya kepada bangsa ini walaupun mengoreksi, tapi dengan sopan, cara yang mencari solusi tidak hantam saja," katanya.
JK menceritakan kedekatan antara dirinya dengan Jakob Oetama. Ketika diskusi, Jakob selalu mengajak dirinya.
"Seperti diskusi ekonomi kewilayahan pasti saya diundangnya langsung dan kita selalu teratur berdiskusi, sampai terakhir di rumah atau di tempat lain," ujarnya.
Jusuf Kalla berpesan agar insan pers yang lebih muda mengikuti jejak beliau, walaupun mengoreksi ataupun meluruskan, tetap dengan cara yang sopan.
"Dia tidak melihatnya dari sisi yang negatif, tapi lihat bagaimana hal-hal yang sulit tetap kita mengarah pada kemajuan," kata Jusuf Kalla.
Selamat Jalan Bapak
Sebelum prosesi pemakaman di Kalibata, anak Jakob Oetama, Irwan Oetama menyampaikan sambutan saat acara penghormatan jenazah sang ayah di Gedung Kompas Palmerah Selatan, Jakarta, Kamis (10/9).
"Kami terus terang sedih ya karena ayah kami ini cukup lama bersama kami sampai 88 tahun," ujar Irwan Oetama mewakili keluarga.
"Sekali lagi kami ucapkan selamat jalan Bapak. Biarlah semua ucapan, tulisan, nasehat-nasehat Bapak yang selama ini Bapak berikan kepada kami sebagai anak-anaknya, sebagai cucunya dan sebagai kolega dan teman-temannya menjadi warisan, menjadi spirit, roh buat kami selanjutnya," kata Irwan.
"Sekali lagi selamat jalan Bapak, sampai kita bertemu di alam yang lain," lanjut Irwan.
Lagu karya Ismail Marzuki, Ibu Pertiwi mengiringi pelepasan jenazah Jakob Oetama dari keluarga ke negara di halaman gedung Kompas. Suasana haru kental terasa.
Sebanyak delapan orang prajurit TNI memanggul peti mati yang diselimuti bendera Merah Putih. Di belakangnya, diikuti keluarga Jakob Oetama.
Setelah upacara misa yang dipimpin Romo Sindhunata SJ pada Kamis pagi kemarin, acara penyerahan jenazah Jakob Oetama kepada negara berlangsung di halaman Kompas. Irwan Oetama mewakili keluarga.
"Saya atas nama keluarga menyerahkan almarhum kepada pemerintah," kata Irwan.
Ketua MPR Bambang Soesatyo menerima jenazah kemudian dibawa ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
"Saya atas nama pemerintah menerima untuk kemudian memberangkatkan ke Taman Makam Pahlawan untuk pemakaman secara militer," tutur pria yang akrab disapa Bamsoet tersebut.
Mobil jenazah membawa peti jenazah Jakob Oetama menuju Taman Makam Pahlawan didusul puluhan kendaraan di barisan belakang.
Jangan Mencuri
Chief Executive Officer (CEO) Grup Kompas Gramedia, Lilik Oetama mengatakan, Jakob Oetama menanamkan nilai-nilai kejujuran dalam diri anak-anaknya sejak kecil.
"Yang pertama soal kejujuran. Dia selalu bilang, 'pokoknya kamu jangan pernah "mencuri," berbohong. Jadi kalau kamu butuh apa-apa, ya kamu bilang. Kalau Bapak bisa berikan, Bapak akan bantu," kenang Lilik.
Jakob Oetama, lanjut Lilik, juga mendidik anak-anaknya secara demokratis, tanpa memaksakan kehendak.
Jakob Oetama memberikan kebebasan kepada anak-anaknya untuk memilih sekolah atau jenjang pendidikan dan pasangan hidup masing-masing.
"Kedua demokrasi. Kayak sekolah, terserah mau sekolah di mana, mau ambil jurusan apa. Bapak memberikan ini dan bilang yang akan menjalankan itu kan kamu sendiri. Juga soal jodoh. Jodoh juga sama, terserah," tambah Lilik.
Mengenai kesederhaan ini Lilik mengingat pengalaman kala duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jakarta.
Saat itu tengah tren gesper bermerek mahal. Lilik ingin memiliki gesper itu yang juga sudah dipakai sejumlah temannya di sekolah.
Namun permintaan Lilik, tak diluluskan Jakob Oetama.
"Saya pengen mas, tapi nggak kesampaian. Dulu itu toplah. Bapak bilang 'kenapa beli yang semahal itu? Apa tidak ada yang lain. Kamu itu masih sekolah, masih belum bisa cari uang untuk itu," kata Lilik.
Lilik juga mengenang hingga SMA, ayahnya Jakob Oetama selalu menyatakan kepada anak-anaknya, dirinya hanya seorang pekerja, bukan pemilik Kompas Gramedia.
Roso Daras, wartawan Senior sekaligus Pemimpin Redaksi Jayakartanews menyebut sosok Jakob Oetama sebagai jurnalis senior level empu.
Meski demikian, kata dia, Jakob tetaplah pribadi yang humanis, rendah hati dan inspiratif. Roso Daras sempat “sowan” ke Jakob Oetama di ruang kerjanya, lantai 6 gedung Kompas Gramedia Palmerah, Jakarta, Kamis, 13 Agustus 2009 sekira 10.00 WIB. Saat itu, Roso Daras mewawancarai Jakob terkait sejarah berdirinya Kompas Gramedia Group.
"Berbicara dengan Jakob Oetama selalu saja ada tekanan berat yang membuat siapa pun harus membuka mata batin, mata hati dan mata nalar," kata Roso Daras.
Menurut dia, tanpa melakukan itu, siapapun yang berbicara dengan Jakob Oetama akan melewatkan wejangan maha penting.
Berbincang dengan seorang Jakob Oetama harus menyamakan "frekwensi" agar bisa menangkap semua mutiara hikmah yang mengalir dari hati yang bening.
"Terakhir bertemu beliau itu masih lancar bertutur tentang hakikat jurnalis sebagai sebuah profesi. Ia masih runtut bertutur tentang keasyikan menjadi wartawan karena setiap hari melakukan perang," kenang Roso Daras. (tribun network/reza denis/genik)