Berkenalan dengan Nomophobia, Kecemasan atau Ketakutan Saat Tidak Pegang Ponsel!

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto ilustrasi Ponsel

TRIBUN-BALI.COM, DENPASAR- Pada saat ini hampir semua orang memiliki handphone atau ponsel.

Ada beragam alasan membuat banyak orang menggunakan ponsel.

Seperti berkomunikasi dengan keluarga atau saudaranya di luar kota hingga membantu meringankan pekerjaan.

Memang, keterikatan manusia pada ponsel atau gadget lainnya telah mengurangi makna interaksi langsung dengan orang lain.

Ajak Pacar Usia 12 Tahun Kencan, Remaja 15 Tahun Dipaksa Menikah, Baru Kenal 4 Hari

5 Makanan Ini Dapat Membantu Anda untuk Mengecilkan Pori-pori Wajah, Apa Saja Itu?

Ini 3 Metode Membersihkan Pori-pori Kulit Tersumbat yang Baik dan Benar

Rupanya ada istilah untuk hal ini, yaitu nomophobia.

Ketakutan Lepas dari Ponsel

Situasi ketika kita terlalu kecanduan gadget dan ponsel menciptakan beberapa kondisi, misalnya saja phubbing yang diartikan sebagai sikap mengabaikan orang lain karena perhatiannya lebih tertuju pada ponsel yang dipegangnya.

Ada juga smombie (smartphone zombie) ketika seseorang akan menjadi mirip 'zombie' saat bersama ponselnya dan enggak peduli pada lingkungannya.

Yang paling banyak ditemui barangkali adalah nomophobia, atau fobia yang dirasakan saat tanpa ponsel dan disebut bisa sangat merusak kualitas hidup dan kesehatan.

Apa Itu Nomophobia?

Nomophobia atau nomofobia mengacu pada kecemasan karena enggak memiliki akses ke ponsel atau layanan ponsel, menurut Oxford English Dictionary yang secara resmi menambahkan kata tersebut pada tahun 2019.

Namun, kecemasan terkait ponsel bukanlah hal baru.

Istilah itu diciptakan pada 2008 berdasarkan survei yang dilakukan oleh UK Post Office untuk menentukan apakah ponsel menyebabkan kecemasan.

Saat itu, sekitar separuh responden mengatakan mereka merasa stres saat enggak bersentuhan dengan ponsel mereka dan kini, belasan tahun berikutnya, hal ini menjadi semakin buruk.

Meski begitu, nomofobia enggak dianggap sebagai kondisi kesehatan mental yang dapat didiagnosis karena enggak tercantum dalam versi terbaru Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM), yang menjadi standar untuk menentukan kondisi kejiwaan.

Halaman
12

Berita Terkini