TRIBUN-BALI.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, sejak awal dirinya sudah mengingatkan para menteri Kabinet Indonesia Maju untuk jangan korupsi.
Saat Menteri Sosial Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, Presiden Jokowi menegaskan dirinya tidak akan melindungi siapapun yang terlibat korupsi.
Pernyataan keras dan tegas itu disampaikan Presiden Jokowi di akun twitter @jokowi, selengkapnya:
Semenjak dari awal, saya mengingatkan para menteri Kabinet Indonesia Maju: jangan korupsi! Karena itulah, terkait penetapan Menteri Sosial sebagai tersangka oleh KPK, saya menghormati proses hukum yang tengah berjalan. Saya tidak akan melindungi siapapun yang terlibat korupsi.
Baca juga: Simpatisan JRX Gelar Acara Ride For JRX Melintasi Kawasan Heritage Kota Denpasar
Baca juga: Fakta-fakta Kasus Suap Bansos Covid-19, Juliari Batubara Sempat Buron Hingga Deretan Tersangka
Baca juga: Ikan Hiu Tutul Terdampar Gegerkan Warga Pesisir Pantai Candidasa Karangasem, Ditemukan Sudah Mati
Masih di akun twitter-nya, Jokowi menulis, seorang pejabat negara seharusnya menciptakan sistem yang menutup celah terjadinya korupsi baik untuk APBN maupun APBD.
Pemerintah, kata Jokowi, akan terus konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi ini.
"Saya percaya KPK bekerja secara transparan, terbuka, dan profesional," kata Jokowi.
Juliari Batubara Terancam Hukuman Mati
Sementara itu, Mensos Juliari terancam hukuman mati karena tersangkut kasus suap bansos Covid-19
Hal itu dikatakan Ketua KPK Firli Bahuri bahwa ancaman hukuman mati akan diberikan Juliari P Batubara jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ancaman hukuman mati ini bisa diberikan kepada pelaku korupsi.
"Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU 31 tahun 99 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati," kata Firli Bahuri di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Dalam beberapa kesempatan, diketahui Firli kerap mengancam semua pihak agar tak menyalahgunakan bantuan sosial, sebab ancaman hukumannya adalah mati.
Apalagi,dikatakannya, pemerintah juga telah menetapkan pandemi virus Corona sebagai bencana non alam.
"Kita paham juga bahwa pandemi Covid-19 ini dinyatakan oleh pemerintah bahwa ini adalah bencana nonmalam, sehingga tentu kita tidak berhenti sampai di sini, apa yang kita lakukan, kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi Covid-19," kata Firli.
Baca juga: Laka Tunggal di Jalan Ahmad Yani Utara Denpasar, Dua Perempuan Merintih Kesakitan Lalu Dibawa ke RS
Baca juga: Setelah Polemik Anjay, Kini Lutfi Agizal Bahas Kata Anjim: Siap untuk Diedukasi?
Baca juga: Musisi Anji Kemalingan, Kerugian Materi Ditaksir Rp 150 Juta
Dia menyatakan, tim penyidik akan bekerja lebih keras untuk bisa membuktikan adanya pelanggaran dalam Pasal 2 UU Tipikor yang dilakukan Juliari.
Namun menurut Firli, untuk saat ini, Juliari baru dijerat dengan Pasal 12 UU Tipikor.
"Tentu nanti kita akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam Pasal 2 UU 31 Tahun 1999 ini, saya kira memang kita masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagai mana yang dimaksud Pasal 2 itu.
Dan malam ini yang kita lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu," kata Firli.
KPK menetapkan Mensos Juliari P Batubara sebagai tersangka kasus dugaan suap dana bansos Covid-19 se-Jabodetabek.
Selain Juliari, KPK juga menjerat Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai pejabat pembuat komitmen di Kemensos.
Dua orang lainnya sebagai pemberi yakni Ardian IM dan Harry Sidabuke. Keduanya dari pihak swasta.
Juliari disangkakan KPK menerima uang total Rp17 miliar, yang berasal dari fee rekanan proyek bansos. Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, Juliari menerima Rp 8,2 miliar.
Sementara untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar.
Ditemukan di 7 Koper
KPK mengamankan uang dengan total Rp 14,5 miliar dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) dengan tersangka Menteri Sosial (Mensos) Juliari P Batubara (JPB).
Dari OTT di Jakarta dan Bandung pada Sabtu (5/12/2020) itu, KPK mendapati uang Rp14,5 miliar ini berupa pecahan mata uang rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura.
Uang Rp 14,5 miliar itu disimpan dalam tujuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil.
Hal itu diungkapkan Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Selain uang, dalam OTT itu Tim Satgas KPK mengamankan enam orang yakni, Matheus Joko Santoso (MJS) selaku PPK di Kemensos; Wan Guntar (WG) selaku swasta asal Tiga Pilar Agro Utama; Ardian I M (AIM) selaku swasta; Harry Sidabuke (HS) selaku swasta; Shelvy N (SN) selaku Sekretaris di Kemensos; dan Sanjaya (SJY) selaku swasta.
"Dari hasil tangkap tangan ini ditemukan uang dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing, masing-masing sejumlah sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar USD171,085 (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar SGD23.000 (setara Rp243 juta)," kata Firli.
Menurut Firli uang dugaan suap itu diamankan dari sejumlah pihak di beberapa lokasi di Jakarta.
Namun, Firli enggan mengungkap secara detail lokasi uang itu ditemukan dan akhirnya diamankan.
Untuk Keperluan Pribadi Mensos
Firli Bahuri membeberkan konstruksi perkara dalam kasus dugaan suap terkait bantuan sosial (Bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek 2020 yang menjerat Menteri Sosial Juliari P Batubara.
Firli menjelaskan, dugaan suap ini diawali adanya pengadaan Bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Juliari selaku Menteri Sosial menunjuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.
"Untuk fee tiap paket Bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket Bansos," kata Firli saat konferensi pers di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) dini hari.
Selanjutnya, imbuh Firli, oleh Matheus dan Adi pada bulan Mei sampai dengan November 2020 dibuatlah kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian I M, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
"Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," sebut Firli.
Pada pelaksanaan paket Bansos sembako periode pertama, ungkap Firli, diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari melalui Adi dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
"Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," ujar Firli.(*)
Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Juliari Batubara Ditetapkan Tersangka, Jokowi: Saya Tak Akan Lindungi Siapapun yang Terlibat Korupsi,