TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Lima subak di Desa Adat Tegal Tugu, Kelurahan/Kecamatan Gianyar menolak investor yang datang menawarkan alih fungsi lahan seluas 4,5 hektare. Kesepakatan ini lahir dalam paruman agung (rapat besar) Desa Adat Tegal Tugu yang digelar Minggu (6/12/2020).
Warga tidak setuju terhadap rencana pembangunan perumahan sebanyak 500 unit tersebut. Lima subak yang melakukan penolakan ini adalah Subak Payal Kangin, Pekandelan, Sukun, Yang Ama, dan Subak Jro Kuta.
Dalam surat penolakan tersebut, berbunyi; menolak dan tidak memberikan rekomendasi kepada pengembang perumahan dan pembangunan sarana pengembangan prasarana pendukung proyek di Subak Payal Kangin.
“Poin pertama penolakan karena Desa Tegal Tugu hidup dari sektor pertanian, sebagian besar warga adalah petani,” kata Pekaseh Subak Payal kangin, I Nyoman Merta kepada Tribun Bali, Selasa (8/12/2020).
Merta menegaskan, paruman agung sudah dilakukan terkait adanya uapaya investor yang mau membangun perumahan. Ia bersyukur mendapat dukungan dari subak-subak lainnya yang berada di kawasan tersebut.
Kata dia, alasan penolakan tersebut dikarenakan mereka ingin mempertahankan subak. Di samping itu, Desa Tegal Tugu yang terkenal sebagai wilayah pertanian, agar terus terjaga.
Alasan lain, bila lahan pertanian menjadi perumahan, maka pengempon Pura Masceri, Pura Ulun Sui dan Pura Batur Sari akan berkurang.
“Poin pentingnya, bila pengembang ini diizinkan, maka pengembang lain juga menuntut diberikan izin. Maka akan bergelombang seperti ombak yang membangun perumahan. Otomatis lahan menjadi sempit,” tandasnya.
Ia mengungkapkan, luas lahan yang diajukan pihak investor ke desa adat untuk dikembangkan menjadi perumahan, seluas 4,5 hektare. Di mana di lahan luas tersebut akan dibangun 500 rumah.
Jumlah perumahan yang terbilang banyak ini juga menjadi alasan penolakan. Sebab, Desa Tegal Tugu adalah desa terkecil di Gianyar. Ia mengkhawatirkan nanti akan ada desa di dalam desa.
“Penduduk aslinya sekitar 600 KK (kepala keluarga), nah rumah pendatang 500 KK, kami khawatir ke depan, akan ada desa di dalam desa, persoalan sosial juga pasti akan muncul,” bebernya. (weg)
Berlaku untuk Semua Pengembang
Sementara itu, Ketua Badan Perwakilan Subak (BPS) Subak Payal Kangin, Dewa Made Putra Lambon menegaskan, seluruh krama subak sepakat menolak investor pengembang. Ini semacam bentuk kebulatan tekad krama menjaga subak dari kepunahan.
“Penolakannya sudah melalui paruman agung dan ditandatangani seluruh pekaseh,” tandasnya.
Ia menegaskan, penolakan itu bukan untuk investor a atau b. Namun ini berlaku untuk semua pengembang perumahan atau usaha lain yang rakus lahan, baik pengusaha lokal dan luar daerah.
“Nah kalau tanah itu dibangun rumah oleh pemiliknya, itu sah-sah saja, namun tidak untuk kavling,” tegasnya lagi.