Lalu bersembunyi Hyang Kumara di bumbung gender.
Baca juga: Panglukatan Bagi Anak yang Lahir Wuku Wayang
Ia meminta tolong kepada Ki dalang yang sedang melakukan pertunjukan wayang. Karena dirinya dikejar oleh Bhatara Kala dan hendak dimakan.
Datanglah Bhatara Kala ke Ki dalang, dan menanyakan apakah Hyang Kumara ada di sana.
Ki dalang membantu Hyang Kumara, dan membiarkannya bersembunyi.
Karena ada babi guling di perayaan itu, Bhatara Kala yang haus dan lapar memakannya.
Termasuk sesajen yang akan dihaturkan Ki dalang kepada Dewa Siwa.
Ki dalang lalu berdebat dengan Bhatara Kala, karena telah memakan babi guling dan sesajennya.
“Intinya Ki dalang hendak melaporkan sikap Bhatara Kala kepada Dewa Siwa, dan membuat Bhatara Kala ketakutan. Ia pun minta ampun dan tidak berani kepada Ki dalang,” jelas Ida pedanda. Bhatara Kala pun berjanji tidak akan memakan orang yang lahir pada Tumpek Wayang, jika sudah menghaturkan sesajen dan menggelar wayang sapuh leger.
Akhirnya Ki dalang membantunya, agar tidak mendapat murka dari Dewa Siwa.
“Makanya perlu ada guling di sapuh leger itu. Bantennya bebangkit, satu saja bisa,” sebut beliau.
Jika memang tidak ada biaya, maka sapuh leger massal juga bisa diikuti oleh umat yang lahir tepat hari Jumat Wuku Wayang.
“Berapapun yang disapuh leger, baik itu 50 orang sekaligus tetap gulingnya hanya satu, karena kan lahirnya sama-sama Jumat,” tegas Ida pedanda.
Lanjut kisahnya, Bhatara Siwa yang mengetahui Bhatara Kala hendak memangsa adiknya, kemudian memastu Hyang Kumara agar terus kecil dan tidak pernah besar.
Sebab perjanjian Dewa Siwa dengan Bhatara Kala, ia boleh memangsanya jika Hyang Kumara sudah besar.
Akhirnya karena terus kecil, Hyang Kumara tidak bisa dimangsa oleh Bhatara Kala.